Artikel

Sabtu, 22 Desember 2012

“WANDELEN IN BATAVIA”



Oleh: Nur Bintang*

Patung Dewa Hermes di Oud Batavia

Di museum sejarah kembali hidup!

Suasana weekend di Jakarta pasti biasa saya isi dengan kegiatan liburan mengunjungi beberapa tempat eksotis di Jakarta sesuai dengan semboyan pariwisata Jakarta saat ini yakni “Enjoy Jakarta!”. Terus terang kalau saya tidak begitu suka mengunjungi pusat perbelanjaan mall-mall di Jakarta hanya untuk sekedar memuaskan dahaga hasrat konsumtif yang konon jumlah mall-mall di Jakarta jauh melebihi jumlah mall-mall yang ada di negara Singapura. Saya lebih suka mengunjungi tempat-tempat wisata edukasi yang banyak memiliki nilai historis sejarah. Tempat wisata yang menjadi daya taris destinasi untuk dikunjungi salah satunya adalah Kota tua “Batavia” yang terletak di pelabuhan Sunda Kelapa (sekarang pelabuhan Tanjung Priok). Kunjungan saya ke Kota tua “Batavia” diawali dengan keberangkatan saya menggunakan sarana transportasi busway dekat dari rumah, dimulai halte Pinang Ranti (Jakarta Timur)- transit halte Cawang UKI- transit terakhir halte pelabuhan Tanjung Priok (Jakarta Utara). Setelah turun di tempat halte terakhir di pelabuhan Tanjung Priok maka saya melanjutkan menggunakan mikrolet M-15 jurusan Tanjung Priok-Kota. Keberadaan sarana transportasi busway sangat vital bagi warga di Jakarta seiring kemacetan parah yang sering melanda Kota Jakarta dan hanya berbekal uang ticket busway sebesar Rp 3.500,- saja maka saya bisa menjelajahi ibu kota Jakarta dimanapun saya berada. Tidak sia-sia jika percontohan proyek busway yang mengadopsi sistem transportasi umum dari Kota Bogota (Kolumbia) di Amerika Selatan ini telah banyak membantu warga di ibukota Jakarta.

Batavia dahulu adalah sebuah kota tua pusat penjajahan imperialisme bangsa eropa Belanda di nusantara yang kemudian lambat laun berubah menjadi pusat peradaban cikal bakal Kota Jakarta. Dahulu kota ini bernama “Jayakarta” yang lambat laun berhasil dikuasai oleh perusahaan monopoli perdagangan asal Belanda yakni VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Saya sangat sangat salut dengan arsitektur bangunan buatan bangsa eropa terutama Belanda yang terlihat sangat kokoh walaupun sudah lama dimakan usia dengan atap kuat pondasi kayu-kayu jati yang sudah berumur ratusan tahun. Bangunan kuno Belanda terlihat masih mengadopsi arsitektur gaya Yunani dengan ciri khas pilar-pilar doria yang besar dan kokoh menancap ke perut bumi. Kunjungan awal saya ketika sampai di Batavia adalah mengunjungi gedung tua ”museum oud batavia” kini ”museum wayang” yang letaknya bersebelahan dengan museum Fatahilah. Kunjungan saya ke ”museum wayang” adalah melihat koleksi wayang-wayang nusantara seluruh Indonesia yang dikumpulkan di museum ini hanya dengan membayar ticket masuk sebesar Rp 5.000,- Yang membuat saya takjub dari wayang-wayang yang dikumpulkan di museum ini adalah tergolong wayang kuno yang usianya tergolong sangat tua dari zaman abad 16 hingga abad millenium saat ini. Saya tertarik juga dari keberadaan sejarah gedung ini yang konon terdapat makam pendiri sekaligus pembangun Kota Batavia yakni Gubernur jenderal van India ’Jan Pieters Zoon Coen’. Kematian ’Jan Pieters Zoon Coen’ sampai saat ini juga masih simpang siur ada yang mengatakan bila ’Jan Pieters Zoon Coen’ meninggal karena wabah penyakit kolera bahkan ada juga yang mengatakan jika ’Jan Pieters Zoon Coen’ meninggal akibat serangan bala tentara kerajaan Mataram (kerajaan Islam penguasa tanah Jawa pada abad ke-16) yang menyerbu dua kali ke Batavia pada masa kepemimpinan Sultan Agung (Kaisar Jawa) yang sangat membenci kekuasaan imperialisme penjajahan bangsa asing eropa di tanah Jawa. Setelah saya selesai melihat berbagai macam koleksi wayang-wayang kuno di meseum wayang maka saya beralih mengunjungi museum fatahilah yang letaknya bersebelahan dengan harga ticket masuk yang sama sebesar Rp 5.000,-.


Gambar foto saya (Mas Bintang) di dalam museum wayang:



            Museum Fatahilah terletak di bekas kantor bertingkat gubernur Hindia-Belanda (Gouverneurs Kantoor) yang menjadi landmark kota tua Batavia ini yang dibangun pada abad ke 17 dengan perpaduan ornamen eropa dan tiongkok dan sempat menjadi kantor logistik pada masa penjajahan tentara Dai Nippon Jepang pada tahun 1942-1945. Di depan museum pengunjung akan disuguhi pemandangan koleksi beberapa meriam milik VOC Belanda serta beberapa pedagang cenderamata dan beberapa komunitas sepeda onthel antik zaman Belanda yang menyewakan sepedanya kepada para pengunjung. Museum Sejarah Jakarta memang sangat luas kompleksnya. Saya saja sampai harus berjalan kaki dari satu gedung tua ke gedung tua lainnya. Di dalam museum Fatahilah, saya disuguhi koleksi beberapa prasasti kuno kerajaan-kerajaan nusantara di Indonesia, patung-patung hindu-budha kerajaan-kerajaan kuno nusantara, beberapa alat zaman pra-sejarah seperti kapak lonjong dan kapak perimbas zaman manusia purba di Indonesia, beberapa perabot tua dari lemari, kursi, tempat tidur buatan eropa pada abad 17 hingga abad 18, alat-alat percetakan kuno belanda, pakaian perang tentara VOC Belanda, pedang berbentuk salib tentara VOC Belanda dari pedang yang terbuat dari besi hingga sampai pedang yang terbuat dari kayu serta perkakas lainnya yang dibuat pada abad ke 17 bahkan terdapat sebuah lukisan besar kuno gubernur jenderal Hindia-Belanda di ruang tengah. Suasana agak sedikit menakutkan adalah ruang bawah tanah penjara di gedung tua ini yang sangat gelap dan pengap serta dihiasi bola-bola besi tahanan yang cukup berat walaupun di depan ruang penjara ini terlihat mengasyikkan dengan adanya patung dewa Hermes dalam mitologi dewa bangsa Yunani kuno yang dipindahkan dari sebuah jembatan di salah satu sudut kota Batavia. Penataan tempat dan sudut-sudut di gedung tua ini sangat artistik dilengkapi dengan LCD proyektor yang menjelaskan sejarah awal kedatangan pedagang bangsa eropa Belanda ke pelabuhan Sunda Kelapa yang dahulu dikuasai oleh Kerajaan Banten yang kemudian karena ketamakan Belanda akan keuntungan hasil bumi terutama rempah-rempah akhirnya membuat bangsa Belanda meminta izin untuk bermukim serta mendirikan benteng dengan alasan keamanan namun tanpa disadari kemudian Belanda menyusun kekuatan dengan peralatan persenjataan modern pada zaman itu secara perlahan-lahan mulai merebut pelabuhan Sunda Kelapa dan menjadikannya sebagai Kota Batavia (pusat monopoli perdagangan rempah-rempah terbesar di dunia zaman itu) di bawah kendali kekuasaan perusahaan VOC Belanda. Penjelasan LCD proyektor ini makin memudahkan pemahaman tentang sejarah Kota Batavia kepada para pengunjung di museum. Sangat mengasyikkan memang menjelajahi kota tua di Batavia ini! Setelah berkunjung di museum Fatahilah maka saya mengunjungi museum sebelah yakni museum seni rupa dan keramik dengan harga ticket masuk Rp 5.000,-.

Gambar salah satu-sudut Museum Fatahilah Jakarta:



            Museum seni rupa dan keramik di seberang museum Fatahilah ini menempati sebuah gedung kuno yang dibangun pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1881 di masa era gubernur jenderal Picter Mijer sebagai gedung “Rad van Yustitie” sebagai hegemoni kekuasaan penjajah Belanda terhadap negeri jajahannya di tanah Jawa. Bagunannya sangat kokoh dan besar masih mengadopsi bangunan gaya kuil-kuil pemujaan dewa-dewi di zaman Yunani kuno. Kunjungan saya di museum ini lebih banyak melihat lukisan-lukisan karya maestro lukis di Indonesia dan keramik-keramik kuno abad 11, abad 13, abad 14, abad 17 dan abad 18 dari berbagai negara seperti Jepang, China, Thailand, Kamboja, Indonesia. Bagi saya yang cukup menarik adalah keramik-keramik tanah liat dan gerabah yang diukir halus dan lembut pada era zaman Kerajaan Hindu-Majapahit. Kebetulan kunjungan saya ke museum seni rupa dan keramik bertepatan dengan pameran seni lukis dari sepuluh pelukis perempuan Jakarta yang menyuguhkan karya-karya artistik (Hal ini jadi mengingatkan saya tentang pameran lukisan mancanegara yang sering diadakan  Bentara Budaya Yogyakarta ketika zaman kuliah saya dulu di Jogja). Selesai berkunjung ke museum seni rupa dan keramik maka saya kemudian berkunjung ke museum Bank Mandiri yang letaknya tidak berjauhan dengan gedung museum Bank Indonesia. Gedung museum Bank Mandiri dahulu adalah gedung sebuah bank yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda. Untuk masuk ke museum ini bisa gratis dengan hanya menunjukkan kartu ATM Bank Mandiri atau menunjukkan kartu status pelajar/mahasiswa. Gedung museum Bank Mandiri sangatlah besar dan luas serta bertingkat. Ketika saya masuk ke gedung ini disuguhi pemandangan berbagai peralatan perbankan zaman Belanda hingga modern sekarang ini. Sistem penyimpanan uang nasabah zaman dahulu hingga pencatatan buku tabungan dan saldo dengan cara yang masih tergolong sangat manual dengan buku-buku tebal akuntansi pencatatan. Vacantie zaterdag! (bahasa belanda:  Liburan hari sabtu!) adalah masa petualangan saya mencari tempat-tempat wisata eksotis di Jakarta. Semoga saya bisa menemukan tujuan destinasi favorit di sudut-sudut Kota Jakarta.[]
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus