Artikel

Senin, 31 Desember 2012

“THE TRADITION OF JEWS PHILOSOPHY”



Ditulis oleh: Nur Bintang*


Filsafat menjadi cabang sumber segala ilmu pengetahuan selama beberapa dekade lalu (sebelum Masehi). Filsafat dalam sejarah awal perkembangannya berasal dari tradisi kebudayaan masyarakat Yunani kuno di Eropa Barat. Penjabaran terhadap ilmu pengetahuan saat itu selalu digagas oleh banyak filsuf Yunani kuno dalam menjelaskan fenomena yang ada di sekitar baik alam maupun social (ketika itu belum ada pembagian pokok keilmuan baik ilmu alam maupun ilmu social). Tokoh-tokoh filsuf Yunani kuno yang sangat tersohor banyak memberi pengaruh dalam tradisi ilmu berpikir secara ilmiah diantaranya yang paling menonjol adalah Thales, Socrates, Plato, dan Aristoteles. Perkembangan ilmu modern sekarang ini, kebanyakan sangat terpengaruh dari tafsir ulang atas pemikiran Socrates, Plato, dan terutama Aristoteles yang karya buku dasar logika pemikirannya kini banyak menjadi kiblat bagi para filosof di berbagai universitas-universitas di seluruh dunia dan sangat memberi pengaruh terhadap perkembangan pemikiran para filsuf Yahudi di abad pertengahan di Andalusia (Spanyol, Portugal, Perancis bagian selatan) yang saat itu wilayah Eropa Barat masih berada di bawah ancaman bayang-bayang pengaruh kekuasaan kerajaan kesultanan Arab-Islam, (711 M-1492 M) terutama Dinasti Umayyah sebagai saingan politik Dinasti Abbasiyah (Baghdad) yang berencana akan melakukan invansi ke seluruh daratan Eropa. Andalusia (Spanyol) yang didirikan para orang-orang Moor (Arab-muslim) di benua Eropa kala itu menjadi sumber peradaban ilmu pengetahuan di seluruh benua Eropa setelah era kejayaan zaman Yunani. Saat zaman itu, banyak mahasiswa-mahasiswa dari kerajaan-kerajaan di Eropa yang kebanyakan dari mereka adalah para bangsawan kerajaan dan para pendeta Nasrani yang memutuskan untuk belajar menuntut ilmu di Andalusia (Spanyol) bahkan banyak mahasiswa Eropa sepulang dari Andalusia menjadi tokoh intelektual pendobrak Renaissance di Eropa Barat pada abad 15.

Pada masa kepemimpinan kesultanan Arab-Islam di Andalusia (Spanyol) maka pemikiran filsafat yang berasal dari filsuf berdarah keturunan Yahudi semakin tumbuh menjamur (Andalusia ketika itu menjadi tempat mencari suaka politik bagi kaum Yahudi yang teraniaya bahkan ditindas di wilayah kerajaan-kerajaan Eropa Barat pada masa itu). Kebanyakan  para imigran Yahudi yang datang ke Andalusia (Spanyol) kala itu bekerja menjadi pedagang, guru sekolah, dosen pengajar di universitas, dan dokter. Diantara para filsuf Yahudi yang sangat tersohor ketika itu adalah ‘Musa bin Maimun’ atau yang terkenal dengan panggilan ‘Moses Maimonides’ seorang dokter yang hidup pada tahun 1135-1204 M berhasil mensintesiskan dasar pemikiran filsafat Aristoteles dengan tradisi agama Judaisme yang dipeluk kebanyakan masyarakat Yahudi pada masa itu. Maimonides ketika itu juga belajar pemikiran filsafat dalam tradisi Arab-Islam seperti karya-karya Ibnu Sina yang jauh lebih maju dan lebih dulu ada karena para filsuf Arab-Islam-lah yang menyelamatkan warisan peradaban Eropa dengan menterjemahkan buku-buku filsafat teks Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Bangsa Eropa Barat ketika itu mengalami masa ‘abad kegelapan’ jauh dari segala ilmu pengetahuan, dipenuhi banyak kepercayaan mitos takhayul dan mistik karena pihak otoritas gereja Eropa Barat/Romawi Barat kala itu melarang pemikiran kritis dari buku-buku bacaan filsafat Yunani kuno yang dianggap dapat menyesatkan doktrin ajaran kemurnian agama. Pada masa itu, banyak pendeta Nasrani dari lingkungan gereja serta ilmuwan Barat di Eropa yang tekun mempelajari buku-buku filsafat Yunani kuno berdasarkan hasil terjemahan para filsuf Arab-Islam dan para filsuf Yahudi di Andalusia (Spanyol) dengan belajar langsung menjadi mahasiswa-mahasiswa di Universitas Qordoba atau mereka belajar langsung ke Romawi Timur (Bizantium) tepatnya di Konstantinopel sebelum jatuh menjadi wilayah kekuasaan Turki-Utsmani pada tahun 1453 karena jauh sebelum itu, Konstantinopel termasuk salah satu sumber peradaban ilmu pengetahuan di Eropa Selatan yang letak geografisnya berada di antara benua Eropa dan benua Asia (Asia Minor) selain Andalusia di Eropa Barat yang masih kokoh mempertahankan tradisi kebudayaan Yunani dan lokasinya yang tidak jauh (kurang lebih 331 km) dari sumber peradaban ilmu pengetahuan yang sangat maju di jazirah Arab bahkan dunia pada masa itu yaitu Baghdad.

Ibnu Khaldun: sosiolog dan ekonom muslim Tunisia abad 14, guru besar Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir yang pemikirannya sangat berpengaruh di Eropa pada abad pertengahan.

Perkembangan filsafat Yahudi ketika itu mengalami perkembangan pesat setelah keruntuhan kejayaan kesultanan terakhir Arab-Islam di Andalusia (Spanyol) yaitu Keamiran Granada pada tahun 1492. Perang saudara dan perebutan kekuasaan yang terjadi di antara pecahan kesultanan-kesultanan kecil Andalusia (Spanyol) ditambah lagi serangan persatuan bangsa Eropa yang dipimpin Raja Ferdinand dan Ratu Issabela (pemimpin kerajaan Katolik di Eropa Barat) beserta para ksatria salib yang berjuang untuk mengusir orang-orang Moor (Arab-Islam) dari tanah Eropa akhirnya berhasil menumbangkan kejayaan kekuasaan dinasti kerajaan Arab-Islam yang pernah berkuasa selama hampir 800 ratus tahun silam di Eropa (711 M-1492 M). Kejayaan Arab-Islam setelah keruntuhan Andalusia di Eropa tahun 1492 dan keruntuhan dinasti Abbasyiah akibat serbuan bangsa Mongol tahun 1258 di jazirah Arab akhirnya berpindah ke masa puncak kejayaan kerajaan Turki-Ustmani pada abad 15. Kebesaran bangsa Eropa sendiri mulai bangkit ketika Ratu Issabela setelah menaklukan Andalusia melakukan kunjungan beberapa kali ke salah satu kota di Andalusia yang sangat maju dalam hal peradaban ilmu pengetahuan yaitu kota Qordoba (Cordova atau Cordoba) dengan warisan berharga salah satu universitas yang didirikan oleh para ilmuwan Arab-Islam ketika itu ‘Universitas Qordoba’ yang memiliki referensi perpustakaan paling lengkap di seluruh Eropa tentang buku-buku teks filsafat pemikiran filsuf Yunani kuno, buku-buku filsafat pemikiran filsuf Arab-Islam, buku-buku filsafat pemikiran filsuf Yahudi, serta penemuan-penemuan teknologi seperti alkimia, aljabar, algoritma (ilmu hitung), al musiq (seni musik), teropong bintang, alat-alat kedokteran, seni sastra, seni arsitektur, irigasi, tata kota, senjata yang sudah banyak berhasil ditemukan oleh para ilmuwan Arab-Islam dan para ilmuwan Yahudi di Eropa kala itu. Sadar akan ketertinggalan Bangsa Eropa terhadap kemajuan peradaban Andalusia yang didirikan Arab-Islam kala itu maka Ratu Issabela menyuruh para cendekiawan Eropa untuk menyelamatkan warisan peradaban Eropa (Yunani kuno) yang sudah lama ditinggalkan dengan mendirikan ‘pusat studi bahasa Arab’ untuk belajar serta menyalin kembali  teks-teks pemikiran filsafat bangsa Yunani kuno, pemikiran filsafat Arab-Islam, serta pemikiran para filsuf Yahudi yang banyak ditulis dalam tulisan arab agar dipindah salinannya ke dalam bentuk tulisan latin Romawi. Ratu Issabela juga menginstruksikan agar setelah salinan latin buku-buku Qordoba-Andalusia selesai disalin untuk segera di distribusikan kepada sekolah-sekolah gereja, akademi, serta universitas-universitas yang tersebar di Eropa kala itu. Selama abad 15 dan abad 16 bahkan jauh sebelum itu, buku teks latin terjemahan dari karya-karya para ilmuwan Arab–Islam bahkan para ilmuwan Yahudi menjadi buku teks bacaan wajib bagi pelajar-pelajar di universitas-universitas Eropa diantaranya buku-buku karya filsuf Yahudi Maimonides dan filsuf Arab muslim Ibnu Sina dalam bidang kedokteran; buku-buku pengetahuan tentang notasi musiq (musik) dan psikologi karya filsuf Al Farabi; Buku-buku logika matematika terutama konsep Aljabar dan astronomi dari filsuf Musa Al Khawarizmi; buku-buku ilmu hukum dan filsafat karya filsuf Ibnu Rusyd; buku-buku ilmu sosiologi dan ilmu ekonomi karya filsuf Ibnu Khaldun; dan lain-lain).

Gambar para filsuf keturunan Yahudi:



Sejak saat itu Eropa mengalami abad pencerahan (Renaisannce) pada abad 15 dan abad 16 dengan majunya peradaban Eropa dalam segala aspek ilmu pengetahuan, seni dan kebudayaan terutama ketika pemikiran Pendeta Thomas Aquinas (1225-1274) kembali dihidupkan serta diajarkan kembali di Eropa dengan mensintesiskan filsafat logika Aristoteles dengan ajaran agama Gereja-Kristen. Pada masa ini banyak filsuf-filsuf modern Yahudi yang ikut berkontribusi memajukan peradaban Eropa dalam masa Renaissance (Kebangkitan rasionalisme Yunani di Eropa) diantaranya Rene Descartes, seorang filsuf Yahudi-Belanda yang ahli dalam filsafat dan logika matematika yang dianggap sebagai peletak dasar pengetahuan filsafat modern di Eropa. Perkembangan filsafat di Eropa saat itu sangat terlihat matematis dan kuantitatif (rasio sentris) karena kebanyakan peletak filsafat modern di Eropa adalah para filsuf Yahudi yang sangat menguasai logika matematika dengan menyelidiki di balik fenomena alam maupun fenomena social. Hal ini terlihat dari perkembangan filsafat alam hasil pemikiran fisikawan dari Inggris yaitu Isaac Newton yang banyak menggunakan logika matematika dan juga analisis fenomena social yang dilakukan pendeta Perancis sekaligus sosiolog yakni Auguste Comte yang melakukan analisa social melalui prediksi hitungan statistik matematika untuk meneliti perubahan sosial masyarakat di Perancis saat itu. Pada masa itu, segala hal sesuatu yang berkaitan dengan logika pasti berkaitan dengan matematika. Bisa dibilang matematika sebagai wujud warisan filsafat Yunani kuno masih menjadi bahasa pengantar filsafat pada zaman abad renaisannce di Eropa kala itu.

Perkembangan filsafat dari para pemikir Yahudi sebenarnya adalah penemuan yang dilakukan para sejarawan Barat pada abad ke 19 untuk mengkaji pemikiran para filsuf berdarah Yahudi dalam satu kerangka untuk dipelajari pemikiran rasionalisme mereka secara sistematis dan kritis di dalam memahami realitas karena jauh sebelum itu tidak ada cabang filsafat Yahudi. Filsafat Yahudi lebih banyak membahas mengenai identitas tradisi suku dan agama Yahudi dan kini para filsuf Yahudi sudah banyak belajar dari filsafat Yunani kuno dan filsafat Arab-Islam dan berpengaruh ikut  mengembangkan tradisi filsafat modern dan filsafat kontemporer (saat ini) di Eropa. Tradisi penelitian kualitatif sendiri tidak terlepas dari perkembangan filsafat social berdasarkan studi empirisme (pengalaman indera) bukan hanya sekedar rasio yang dicetuskan oleh filsuf Inggris pada abad 16, yakni Thomas Hobbes. Studi ilmiah melalui eksplorasi pemikiran rasio dan empiris ini kemudian disintesiskan oleh filsuf Inggris pada abad 16, yakni John Locke sehingga mempengaruhi lahirnya penelitian kualitatif yang berakar dari filsafat fenomenologi yang dicetuskan pada abad 19 oleh Edmund Husserl, seorang filsuf Yahudi-Jerman. Dasar filsafat fenomenologi ini akhirnya juga menjadi landasan bagi pemikiran Max Weber, sosiolog Yahudi-Jerman yang melakukan studi analisis sosial melalui penafsirannya terhadap tindakan sosial individu. Pemikiran dari filsuf Yahudi semakin berkibar setelah terjadi tragedi kemanusiaan yang dilakukan pemimpin Nazi-Jerman yakni Adolf Hitler melalui propaganda anti semit yang sangat kejam yaitu politik genosida (pemusnahan ras/etnis) atas etnis Yahudi di kamp konsentrasi Auschwitz yang terjadi di masa Perang Dunia II. Para ilmuwan social Yahudi menentang dan mengutuk kejadian pembantaian tersebut diantaranya mereka bergabung di dalam wadah Mahzab Frankfurt (teori kritis sosial) seperti Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse, etc yang terpaksa melarikan diri ke New York (Amerika Serikat) pada tahun 1933 untuk menghindari kejaran bala tentara Nazi-Jerman. Mahzab Frankfurt banyak memberikan kontribusi pemahaman ilmu social, humaniora, dan kritik kebudayaan mengenai dampak dari kekuasaan Nazi di Jerman serta menggugat dominasi logika matematika dalam ilmu social yang dimana mereka lebih mengedepankan proses kualitatif ketimbang kuantitatif karena dominasi eksak matematika dalam analisa social terkesan menjadikan manusia hanya sebagai bahan objek kajian kelinci percobaan bukan sebagai subyek yang harus dibebaskan (emansipatoris) dan diberdayakan layaknya sebagai manusia. Pemikiran besar filsafat dari Yahudi juga lahir dari Hannah Arendt, seorang filsuf politik wanita Yahudi-Jerman yang berpindah kewarganegaraan dari Jerman menjadi warga negara Amerika Serikat pada tahun 1950. Hannah Arendt sebagai seorang ilmuwan sosial berhasil menjadi profesor wanita pertama untuk kajian ilmu politik di Princeton University, Amerika Serikat. Pemikiran Hannah Arendt yang paling terkenal adalah mengenai teori "banalitas negara" perihal kejahatan yang dilakukan atas nama negara. Teori ini berhasil dicetuskan oleh Hannah Arendt setelah beliau menghadiri persidangan langsung para pelaku kejahatan perang yakni beberapa bekas perwira tentara Nazi-Jerman yang kalah perang dalam Perang Dunia II. Para bekas perwira tentara Nazi-Jerman tersebut dengan tanpa rasa bersalah membenarkan tindakan keji otoritas Nazi-Jerman atas penyiksaan terhadap para tawanan Yahudi yang berada pada kamp-kamp konsentrasi Nazi terutama di Auschwitz dengan dalih menaati perintah negara. Kontribusi ilmuwan sosial yahudi dalam kajian Postmodernisme juga hadir melalui pemikiran sosiolog Yahudi-Perancis beraliran Post-Strukturalis yakni Jacques Derrida yang berhasil memetodologikan pemikiran filsuf besar Jerman "Friedrich Nietzsche" dan berusaha mengkritik modernisme dan merobohkan spirit rasionalitas masyarakat Eropa. 


Filsuf besar wanita Yahudi: Hannah Arendt



Gambar kamp konsentrasi Nazi di Auschwitz



Kini banyak pemikiran filsuf Yahudi yang sangat mempengaruhi dunia bahkan di setiap universitas di seluruh dunia maka kini kita tidak lepas dari bacaan para filsuf pemikir Yahudi dari beberapa negara di Eropa. Ilmuwan Yahudi saat ini banyak meraih nobel sebagai ”penemu” di berbagai cabang disiplin ilmu pengetahuan di dunia (baik ilmu alam dan ilmu sosial) bahkan hampir 20% dosen-dosen di universitas-universitas top di Amerika Serikat saat ini adalah orang-orang Yahudi dari yang bergelar akademik master, doktor, hingga profesor. Berikut adalah segelintir dari banyaknya tokoh-tokoh terkenal Yahudi di dunia (baik itu politisi, artis, ataupun ilmuwan) yang berhasil dicatat dalam buku-buku populer sejarah di antaranya adalah: konsep bank sentral, kapitalisme (Adam Smith), sosialis-komunisme (Karl Marx), Revolusioner Rusia (Lenin-Stalin-Troutsky), Revolusioner Prancis (Voltaire), Nabi Ilmu Sosiologi (Emile Durkheim, Max Weber, George Simmel), tokoh Mahzab Frankfurt dalam tradisi filsafat kritis sosial dan budaya (Jurgen Habermas, Theodor Adorno, Herbert Marcuse, Max Horkheimer, Walter Benjamin), Bapak Antropologi (Claude Levis Strauss), Postmodernisme (Jacques Derrida), Filsafat Politik (Hannah Arendt), Mark Zuckerberg (CEO facebook), Nabi ilmu Biologi (Charles Darwin), Fisika, teori relativitas (Albert Einstein), Bapak psikologi modern, psikoanalisa (Sigmund Freud), Sutradara jenius Hollywood (Steven Spielberg), Kritikus sastra, semiologi (Roland Barthes), Teoritikus sastra (Noam Chomsky), dan lain-lain. Tragedi pembantaian Yahudi oleh tentara Nazi-Jerman di kamp konsentrasi Auschwitz mendapat tanggapan dari filsuf Yahudi yakni Emanuel Levinas yang sangat baik untuk kita pelajari dan senantiasa untuk diingat agar kita selalu memiliki rasa 'humanisme' dengan menerima keberagaman manusia dan menghilangkan batasan sekat perbedaan yang ada dengan saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lainnya sebagai bentuk penerimaan keberadaan dari suatu eksistensi.[]

--------------------------------------
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sumber Referensi: 

-Anhari, A Maskur. 1992.  Filsafat Sejarah dan Perkembangannya dari Abad ke Abad, Jakarta: CV Karya.
-DR. Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
-Frank, Daniel H., dan Leaman, Oliver. 1997. History of Jewish Philosophy. London: Routledge.
-Jujun S. Suriasumantri. 2009. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
-Prof. Dr. K. Bertens. 1999. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
-Rupert Woodfin dan Oscar Zarate. (2008). "Marxisme untuk Pemula: Mengenal Marxisme". Yogyakarta: Resist Book.
-Sindhunata. (1983). “Dilema Usaha Manusia Rasional: Kritik Masyarakat Modern oleh Max Horkheimer dalam Rangka Sekolah Frankfurt”. Jakarta: PT. Gramedia.

-Modul Filsafat Ilmu: Sekolah Tinggi Theologi Injili Philadelphia.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus