Artikel

Jumat, 27 Juli 2012

“WEBERIAN MINDSET AND THE CHICAGO SCHOOL”



Sosiolog klasik "Max Weber"

  
Ditulis Oleh: Nur Bintang*

Belajar ilmu sosiologi, sharing tukar pendapat dan pikiran dengan teman-teman diskusi di kampus dulu sangatlah mengasyikkan apalagi jika membahas pemikir besar dalam tradisi ilmu sosiologi yaitu Max Weber seorang Yahudi-Jerman (1864-1920) yang dulu sempat mengalami kondisi frustasi (tekanan kejiwaan) akibat konflik internal dengan ayahnya. Max Weber termasuk salah satu pendiri “German Sociological Society” pada tahun 1910 yang sangat terpengaruh tradisi filsafat Immanuel Kant (1724-1804) yang mengkritisi tradisi filsafat positivism dan berpikir pada pola sebab-akibat (kausalitas) dan mencetuskan paradigma "definisi sosial" dalam ilmu sosiologi mengenai tindakan sosial dalam interaksi manusia. Sampai saat ini, Max Weber dianggap sebagai ikon “Nabi Ilmu Sosial”, sosiolog besar dalam tradisi sosiologi klasik. Max Weber berhasil mematahkan tesis Karl Marx (1818-1883) mengenai teori kapitalisme dan perlawanan buruh terhadap segala bentuk eksploitasi penindasan yang dilakukan kapitalisme industry. Karl Marx memberi solusi jalan konflik dalam pemecahan masalahnya dengan melakukan ‘revolusi’ dan merebut alat-alat produksi secara paksa dari para pemilik modal. Max Weber tidak setuju dengan cara penyelesaian solusi jalan konflik yang ditawarkan oleh Karl Marx karena dianggap dapat menimbulkan pertumpahan darah dan jatuhnya banyak korban yang sia-sia. Max Weber tetap memberi solusi jalan melalui proses rasionalisasi sebagai ciri semangat kapitalisme modern masyarakat di Barat sebagai suatu hal yang alamiah dalam proses rasionalisasi kebudayaan yang tidak bisa dihindari. Antitesis Max Weber kemudian suatu saat terbukti dengan gagalnya revolusi proletariat di Eropa seperti apa yang dicita-citakan dalam teori Karl Marx. Kegagalan teori Karl Marx karena kelas buruh di Eropa Barat beranjak naik taraf hidupnya menjadi ‘kelas menengah’ yang dimana system kapitalisme dapat memenuhi kebutuhan material mereka lebih dari cukup dan hidup dalam suasana demokratis tanpa ada tekanan dan tidak seperti apa yang dirasakan kaum buruh di negara-negara sosialis di Eropa Timur yang hidup dalam suasana terror, tekanan penguasa totalitarian, dan ketakutan karena lebih suka mengedepankan konflik. Kaum buruh di Eropa Barat merasa tidak dieksploitasi dan tidak melihat eksploitasi yang dilakukan system kapitalisme seperti apa yang dikatakan oleh Karl Marx. Max Weber menganalisa dari perspektif lain mengenai proses rasionalisasi dari ‘spirit kapitalisme’ dengan menganalisa sosiologi ekonomi dan sosiologi agama dalam karyanya yang berjudul “The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism” mengenai paham calvinisme-etika protestan yang sedang berkembang di Eropa waktu itu dan beranggapan bahwa wujud kapitalisme dengan menimbun kekayaan dan memutar modal keuangan dalam bentuk industri adalah bagian dari perintah agama untuk membantu orang-orang sekitar terutama bagi mereka yang tidak mempunyai pekerjaan agar memperoleh pekerjaan di pabrik industri sehingga dapat mencari nafkah penghidupan yang layak dan dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Menurut pemahaman “Etika-Protestan” ini menjadi orang kaya dengan melakukan usaha kerja keras, melakukan amal kasih terhadap sesama adalah suatu keharusan agar para penganutnya memperoleh tempat surga di akhirat kelak (bukan hanya faktor materi yang mempengaruhi ide, namun ide juga mempengaruhi struktur ekonomi=antitesis dari Karl Marx). Walaupun teori Karl Marx terbukti gagal tetapi ada hal hikmah penting yang dapat diambil dari pemikiran Karl Marx yaitu soal perjuangan “keberpihakan” kepada yang lemah/ditindas dan pemikiran kritis yang harus dimiliki oleh seorang ilmuwan social.

Max Weber juga melihat dimensi ekonomi dalam stratifikasi social dengan mengkaji “status” sebagai dimensi cultural yang melibatkan pelapisan kelompok berdasarkan derajat prestise-nya. Max Weber juga termasuk pelopor pencetus tradisi penelitian pendekatan kualitatif dalam keilmuan sosiologi (analisa data melalui wawancara dengan masuk ke dalam dunia social obyek yang diteliti). Weber berusaha mengembangkan metodologi pemahaman/penafsiran analisis teks (hermeunetika) ke dalam pemahaman/penafsiran dunia social terutama interaksi social atau pemahaman interpretative terhadap tindakan social (verstehen). Weber juga berhasil mematahkan tradisi penelitian statistik sosial (kuantitatif) dalam wujud “Fisika Sosial” yang selama ini menjadi dominasi atas pemikiran Bapak Ilmu Sosiologi asal Perancis (1798-1857) yaitu Auguste Comte dalam ranah keilmuan sosiologi pada zaman itu. Dari berbagai literature buku yang saya baca mengenai Max Weber bahwa sesungguhnya Max Weber adalah seorang yang mempunyai pemikiran jenius dalam kajian tradisi ilmu social namun banyak kawan maupun kolega dari Max Weber sendiri menilai jika Max Weber sebenarnya bukan terlahir untuk menjadi seorang penulis yang baik melainkan ditakdirkan terlahir sebagai pemikir besar. Banyak karya-karya Weber yang sangat fenomenal dalam analisis sosialnya namun dinilai sangat sulit untuk dipahami karena penyampaian penulisan dari Max Weber dianggap buruk, tidak urut, dan sangat membingungkan pembaca. Weber dianggap tidak konsisten dalam pernyataan metodologisnya, tidak kritis, statis, dan tidak menawarkan alternatif.

Terus terang, pemikiran dari Max Weber selama ini sangat berpengaruh dalam proses membangun keilmuan saya untuk menjadi ‘Weberian’ dalam mengkaji dan memahami ilmu sosiologi. Selama saya dulu masih di universitas ketika dalam melakukan pembuatan karya tulis ilmiah (skripsi dan thesis) maka saya merasa nyaman dan cocok (menurut selera saya) jika menggunakan teori pemikiran Max Weber dalam acuan analisa sosialnya walaupun banyak teori-teori dalam sosiologi yang mungkin dapat dipakai selain dari teori Max Weber seperti pemikiran tokoh-tokoh sosiologi klasik yang lain, pemikiran tradisi Amerika dalam literatur sosiologi modern, bahkan hingga pemikiran sosiologi yang saat ini sedang lagi trend dan booming  dalam kajian ilmu sosiologi mengenai studi kebudayaan, analisis wacana kritis, semiotika, hermeunetika teks, dan dekonstruksi yaitu teori sosial postmodern. Saya sampai saat ini masih terus belajar dan mempelajari pemikiran besar dari Max Weber dengan membaca buku-buku mengenai pemikiran dari Max Weber itu sendiri. Dalam melakukan penelitian sebagai ilmuwan social maka saya selalu bersandar pada prinsip saya untuk 'tetap menjadi diri sendiri dan selalu berproses untuk mau belajar'. Proses belajar harus dilakukan seumur hidup karena perkembangan ilmu social sangat dinamis jika kita malas belajar dan jarang membaca untuk mengikutinya maka nanti justru akan semakin membuat kita tertinggal jauh. Menjadi ilmuwan social harus selalu senantiasa berproses dan menikmati proses tersebut dengan menggali dan mendistribusikan ilmu pengetahuan tersebut kepada khalayak. 


PEMIKIRAN MAX WEBER:

Tindakan Sosial
Tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai maksud subjektif bagi dirinya sendiri. Tindakan social akan mempunyai makna arti subyektif jika berhubungan dengan individu-individu manusia yang lain (adanya stimulus dan respon atas suatu perilaku manusia). Max Weber sendiri menjelaskan “Tindakan Sosial” adalah tindakan individu yang dapat mempengaruhi individu-individu lainnya dalam masyarakat. Adapun jenis-jenis tindakan social menurut Max Weber adalah sebagai berikut:
-Tindakan Sosial Rasional (Instrumental) = Tindakan social yang dilakukan secara efisien dan sadar untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan ex: Belajar keras agar dapat lulus ujian.
-Tindakan Sosial Irrasional (Nilai) = Tindakan social yang berorientasi kepada suatu system nilai tertentu (agama, hukum, social) biasanya dilakukan karena dianggap tepat untuk dilakukan ex: Upacara-upacara keagamaan.
-Tindakan Sosial Tradisional = Tindakan social yang bersifat rasional dengan melihat dan mempertimbangkan dan menghargai nilai-nilai tradisi social turun-temurun yang sudah baku ex: sopan-santun, unggah-ungguh, tepo selira, hormat-menghormati.
-Tindakan Afeksional = Tindakan social yang dilakukan atas kondisi emosi dari actor ex: Menolong seseorang karena merasa kasihan atau iba.

Struktur Otoritas
Max Weber melakukan analisis mengenai otoritas dalam hakikat dan sifat dasar tindakan.
-Otoritas Legal-Rasional = Otoritas yang tumbuh dan berkembang dalam legitimasi sistem rasional-legal melalui mekanisme pemilihan dan memiliki aturan yang memiliki bentuk ragam structural terutama terkait dalam hal ‘birokrasi’ sebagai struktur rasional dan para birokrat sebagai posisi dalam struktur tersebut. Birokrasi menjadi hal yang tak mungkin terpisahkan dari kapitalisme modern termasuk di negara-negara penganut paham sosialis sekalipun.
-Otoritas Tradisional = Otoritas tradisional berdasarkan pernyataan pemimpin dan kepercayaan loyalitas dari pengikutnya bahwa terdapat kesucian aturan dan kekuasaan yang telah berusia tua. Pemimpin tradisional (penguasa personal) memikul beban tradisi yang selama ini dianutnya yang tidak memiliki ranah kompetensi secara jelas. Weber menganggap bahwa struktur otoritas tradisional dan cultural tradisional sebagai penghambat rasionalitas dan menutup peluang lahirnya kapitalisme modern.
-Otoritas Karismatik = Pemimpin memiliki aura karisma yang luar biasa dan memukau para pengikutnya. Pemimpin yang memiliki karisma ini terkadang juga diperlakukan istimewa beserta mitos-mitos yang menyertai seperti memiliki kekuatan supranatural, keturunan bangsawan/tokoh yang tidak dimiliki orang biasa kebanyakan. Karisma menurut Weber memiliki kekuatan revolusioner yang dapat melakukan perubahan terhadap pikiran para actor di sekelilingnya. Karisma mengarah kepada otoritas tradisional dan rasional-legal seperti menjadi semacam sebuah siklus. Peran rasionalitas terkadang jauh lebih penting ketimbang karisma itu sendiri.

Rasionalisasi
Max Weber berpendapat kapitalisme industri telah memunculkan lembaga-lembaga social secara rasional. Weber juga menilai bahwa rasionalisasi adalah proses perubahan kebudayaan akibat dari berkembangnya rasionalitas tersebut (proses rasionalisasi kebudayaan). Weber berpendapat bahwa actor dipaksa oleh kekuatan structural (negara) dan kekuatan budaya (rasionalisasi). Adapun Tipe-tipe rasionalitas menurut Max Weber adalah sebagai berikut:
-Rasionalitas Praktis = Berdasarkan kepentingan individu yang pragmatis dan egois.
-Rasionalitas Teoritis = Memahami dunia yang mengandung makna (dilakukan oleh filsuf dan ilmuwan).
-Rasionalitas Substansif =  Menyusun tindakan-tindakan metodis yang dianggap perlu untuk melakukan pemilihan sarana untuk mencapai tujuan dalam konteks sistem nilai berdasarkan rasa solidaritas social yang masih murni digunakan sebagai asas-asas nilai instrumentalnya.
-Rasionalitas Formal = Merujuk kepada aturan hukum dan regulasi yang berlaku secara universal. Kapitalisme industri di Barat menurut Weber merupakan bentuk rasionalitas formal yang terlembagakan yang bisa ditemukan pada institusi hukum, pendidikan, bahkan birokrasi yang saling mempengaruhi.

KARYA-KARYA MAX WEBER:

-Methodological Essays
-The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism
-Economy and Society
-Sociology of Religion

UNIVERSITY OF CHICAGO, USA







TRADISI WEBERIAN:

Pemikiran Max Weber banyak memberikan perkembangan mahzab baru di dalam ilmu sosiologi dengan mengadopsi dan mengembangkan pemikiran Max Weber secara lebih luas khususnya perkembangan Sosiologi Modern di Amerika yang dipelopori oleh Universitas Chicago (Amerika Serikat) yang mempunyai nama aliran The Chicago School dalam tradisi penelitian kualitatif yang kemudian lahir dari Universitas Chicago adalah sebuah organisasi American Sociological Association’ pada tahun 1959 sebagai wadah organisasi yang menaungi seluruh ilmuwan sosiologi di Amerika Serikat yang keberadaan wadah organisasi tersebut masih terus berdiri hingga sampai saat ini. Adapun perkembangan dari tradisi Weberian adalah sebagai berikut:
-Teori Interaksionisme Simbolik mengenai konteks behaviorisme psikologi sosial yang sebenarnya dipengaruhi oleh pemikiran sosiolog Jerman klasik George Simmel mengenai "sosiabilitas" artinya perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan dimana manusia itu hidup. Interaksionisme Simbolik ini mengkaji tentang pemusatan perhatian pada aktor dan perilakunya dalam lingkungan sosialnya (interaksi individu dengan kelompoknya) yang kemudian dikembangkan oleh G.H. Mead termasuk Teori Dramaturgi tentang kehidupan front stageback stage, dan stigma yang dilakukan individu di dalam lingkungan dunia sosialnya yang dikembangkan oleh Erving Goffman melalui verstehen (pemahaman) mengenai tindakan sosial yang lebih banyak dipengaruhi oleh sosiolog klasik Jerman yaitu Max Weber.
-Teori Fenomenologi mengenai pemahaman terhadap kesadaran individu di dalam memaknai pengalaman-pengalaman dunia sosialnya. Fenomenologi dalam sosiologi dikembangkan oleh Alfred Schutz, Peter L. Berger, dan Thomas Luckman.
-Teori Ethnometodologi berusaha mengetahui dan meneliti aturan interaksi sosial sehari-hari (institusional) yang berdasarkan akal sehat serta biasanya dilakukan analisis percakapan dari bentuk hubungan relasi antar pribadi individu lainnya. Teori ini dikembangkan oleh Harold Garfingkle dan Jack Douglas.
-Teori Strukturasi adalah satu-satunya perkembangan tradisi Weberian saat ini yang terlepas dari pengaruh mahzab The Chicago School’ di Amerika Serikat karena dicetuskan di Inggris melalui pemikiran sosiolog Anthony Giddens, Rektor di London School of Economic’, Britain yang dulu juga sempat pernah menjabat sebagai penasehat perdana menteri Inggris, Tony Blair. Giddens memandang hubungan pelaku (‘tindakan’) dan struktur sebagai hubungan dualitas dan bukannya dualisme bahwa prinsip-prinsip struktural itu terdiri dari tiga hal yang sangat berkaitan antara satu dengan yang lain yakni:  struktur ‘signifikansi’ (signification) yang berkaitan dengan dimensi simbolik dan wacana, struktur ‘dominasi’ (domination) yang mencakup dimensi kekuasaan (politik) dan barang (ekonomi), struktur ‘legitimasi’ (legitimation) menyangkut peraturan normatif dalam tata hukum. Reproduksi sosial berlangsung melalui dualitas struktur dan praktik sosial. Teori Giddens masuk dalam ranah kritisisme modernitas dalam kajian ilmu sosial. (Mengenai pemikiran Giddens akan saya jelaskan nanti melalui postingan tersendiri!).

Foto jadul narsis saya saat di kampus dulu


PENGALAMAN RESEARCHER SEBAGAI ‘WEBERIAN’:

Sedikit berbagi pengalaman, saya melakukan penelitian kualitatif dalam tesis yang saya kerjakan dengan menggunakan teori dari Max Weber sebagai acuan analisanya. Selama ini, Max Weber selalu mengamati proses rasionalitas dalam masyarakat agama, masyarakat industri, birokrasi dari lembaga-lembaga social lainnya namun dalam kajian tesis saya kali ini maka Ide Original saya dalam menyusun penelitian tugas akhir tesis adalah saya melakukan fokus pengamatan yang jauh berbeda dari Max Weber karena selama ini Max Weber hingga sampai akhir hayatnya bahkan belum melakukan fokus kajian mengenai pengamatan proses perubahan sosial (social change) dari rasionalitas yang ada di dalam kelompok komunitas perempuan pekerja seks di sebuah kawasan lokalisasi prostitusi. Saya beranggapan jika masyarakat di area lokalisasi prositusi saat ini termasuk ke dalam kategori masyarakat industri yakni industri seks yang memiliki rasionalitas. Saya melakukan kajian studi evaluasi kualitatif mengenai program penanggulangan HIV/AIDS oleh sebuah kelompok komunitas di lokalisasi dengan melakukan pengamatan dan riset terhadap mereka semua yang ada di sebuah lokalisasi besar dan cukup terkenal di Yogyakarta dengan menggunakan metode ethnografi yang biasa dipakai dalam kajian ilmu antropologi sebagai pengumpulan datanya. Saya kira perempuan pekerja seks itu unik untuk diteliti. Apriori masyarakat terhadap perempuan pekerja seks yang terdengar sumbang selama ini, dikucilkan dari masyarakat, menganggap mereka tidak berpendidikan, dan tidak memiliki rasionalitas ternyata justru salah besar! Para perempuan pekerja seks di lokalisasi tersebut ternyata memiliki pola rasionalitasnya sendiri yang sangat menarik untuk diteliti. Kritik, masukan, dan saran terhadap tesis saya dari beberapa dosen penguji telah dilontarkan untuk segera dilakukan “revisi minor” (1 bulan) dan beruntung terhindar dari “revisi mayor” (2 bulan) terhadap tesis saya kembali dengan penjabaran pokok-pokok lebih terperinci lagi terutama revisi dari para dosen penguji untuk menambahkan pemetaan konflik kepentingan dan relasi kekuasaan antar elemen kunci dalam komunitas perempuan pekerja seks dan para stake holder di lokalisasi tersebut serta memasukkan penjelasan secara mendetail tentang bagaimana mekanisme proses rasionalitas kelompok komunitas perempuan pekerja seks dalam pengorganisasian di lokalisasi dapat berjalan, penjelasan teknis di dalam evaluasi program harus didampingi dengan penjelasan teoritis yang mendalam serta bersifat eksplanatif (menjelaskan) terhadap fenomena sosial yang diteliti sebagai bagian dari ciri khas penelitian tesis itu sendiri. Proses rasionalitas telah terjadi di dalam komunitas perempuan pekerja seks tersebut dari Rasionalitas substansif kepemimpinan karismatik dalam kelompok komunitas yang berdasarkan nilai-nilai solidaritas social dengan adanya pembagian distribusi kondom gratis oleh kelompok komunitas dari kepengurusan anggota yang lama kemudian bergeser menjadi rasionalitas formal kepemimpinan legal-rasional (melalui pemilihan) dengan menumbuhkan 'semangat kapitalisme' untuk meraih keuntungan pemasukan dana kas kelompok komunitas dengan membuat peraturan kebijakan yang harus ditaati oleh  seluruh penghuni di lokalisasi (terutama perempuan pekerja seks) yaitu mewajibkan pemakaian kondom. Penjualan distribusi kondom oleh kelompok komunitas dilakukan kepengurusan anggota yang baru di dalam lokalisasi melalui keberadaan beberapa outlet yang khusus menjual kondom di dalam lokalisasi. Selain melakukan studi evaluasi program secara kualitatif, saya juga melakukan pengamatan psikologi sosial yakni melalui  interaksionisme simbolik mengenai peran dari kelompok komunitas ketika melaksanakan program di lokalisasi, saya juga mengamati jalannya pelaksanaan program (kelebihan dan kekurangan program) dengan melakukan perbandingan kondisi komunitas sebelum ada program dan setelah adanya program, dan kemudian melakukan perbandingan terhadap kelompok kontrol yang tidak diberi program untuk dapat melihat hasil dari evaluasi program penanggulangan HIV/AIDS di dalam lokalisasi tersebut oleh kelompok komunitas, dan yang terakhir membuat catatan kritis dalam tesis saya. Saya benar-benar memaknai proses belajar saya untuk menuju ke arah keilmuan yang lebih baik. Semoga dan akan selalu tetap terus untuk berproses.[]

*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sumber Referensi:

-B. Herry Priyono. 2002. “Anthony Giddens Suatu Pengantar”. Jakarta. Penerbit: Gramedia bekerjasama dengan Program Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
-Bernard Raho,SVD. 2007. “Teori Sosiologi Modern”. Jakarta. Penerbit: Prestasi Pustaka.
-George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2009. “Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern”. Yogyakarta. Penerbit: Kreasi Wacana.
-Prof. Dr. Sunyoto Usman. 2004. “Sosiologi, Teori, dan Metodologi”. Yogyakarta. Penerbit: CIRED (Center for Indonesian Research and Development).
-Tim Sosiologi. 2002. “Panduan Belajar Sosiologi”. Jakarta. Penerbit: Yudhistira.

Karya Tulis Ilmiah (Tesis):
-Nur Bintang. 2011. “Peran Kelompok ‘Bunga Seroja’ dalam Sasaran Program Penanggulangan HIV/AIDS di Pasar Kembang, Yogyakarta”. Tesis. Program Pascasarjana Ilmu Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus