Artikel

Selasa, 17 Juli 2012

THE POWER OF DOCTOR



(Relasi Kekuasaan antara Dokter dan Pasien)

Ditulis oleh: Nur Bintang*

“Dokter adalah bapak yang bijaksana dan memiliki otoritas”
(Sigmund Schlomo Freud; Filsuf, Psikoanalisis Yahudi-Austria)



Saya sangat senang mengikuti alur cerita film fiksi ilmiah yang menjadi film favorit saya ketika  masih duduk di bangku kuliah dulu di Kota Jogja yakni film Shutter Island sambil saya sedikit coba melakukan dekonstruksi (membongkar) wacana dominan termasuk pengetahuan dan menangkap makna pesan apa yang terkandung di dalam film misteri tersebut sekaligus mencoba melihat dan mencocokkan kondisi fenomena social yang ada pada saat ini  secara nyata. Semoga tulisan saya ini dapat sedikit mencerahkan..!!! Coba kita pahami penggalan petikan dialog dalam film thriller psychological “Shutter Island” produksi Paramount Pictures Present tahun 2010 yang dibintangi aktor kawakan Hollywood ‘Leonardo Dicaprio’ di bawah ini:

Rachel Solando (dokter psikiatri):Orang selalu mengatakan Anda gila dan protes sebaliknya. Membenarkan apa yang mereka katakan. Setelah anda divonis “gila” oleh dokter maka apapun yang anda lakukan disebut ‘bagian dari kegilaan’. Anda protes wajar atau penolakan berlaku ketakutan paranoia.

Daniels (Marshall): Naluri bertahan, mekanisme pertahanan..”



Film Shutter Island

Dialog diatas menunjukkan hubungan relasi kekuasaan dokter terhadap pasien. Tokoh sosiologi Post Strukturalis/Post Modern dari Perancis yaitu Michel Foucault pernah menyatakan bahwa “kekuasaan ada dimana-mana”. Michel Foucault sendiri menyatakan bahwa kita mempunyai pengetahuan tentang kebenaran mutlak dan pengetahuan hanyalah apa yang disimpulkan dan diputuskan benar oleh sekelompok orang. Pengetahuan adalah kekuasaan! Knowledge is Power!. Petikan dialog di atas menunjukkan kekuasaan pengetahuan yang dimiliki dokter psikiatri dalam melakukan psikoanalisa, mengambil kesimpulan klinis, bahkan memvonis pasien yang dianggap gila. Foucault adalah penganut filsafat Nietzschean yang menentang adanya bentuk logosentrisme di dalam ilmu pengetahuan dan tidak mempercayai adanya kebenaran yang absolut. Foucault sangat benci istilah “intelektual” yang menganggap dirinya sebagai otoritas dalam menentukan segala sesuatu hal dengan menganggap keilmiahan dianggap obyektif dalam menilai suatu subyek padahal vonis (keputusan) dari orang yang memiliki pengetahuan sebenarnya adalah bagian dari strategi kekuasaan.

Kita amati secara seksama dalam hal ini adalah saat seorang sosiolog yang mengkaji fenomena social mengenai sosiologi kedokteran/sosiologi kesehatan dengan melakukan observasi berkunjung ke sebuah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang ada di dekat kotanya lalu sosiolog itu mengamati dengan seksama apa yang ada di sekeliling rumah sakit tersebut mulai dari interaksi social diantara dokter, pasien, dan perawat. Fokus pertama yang dilihat adalah keberadaan pasien itu sendiri di tengah lingkungan social rumah sakit jiwa sebagai pihak yang terkena dominasi kekuasaan dari pihak otoritas di rumah sakit jiwa. Bila kita menganggap bahwa pasien rumah sakit jiwa semuanya gila, menderita skizofrenia, dan mengalami ‘mental disorder’ akut seperti apa yang diwacanakan dokter psikiatri berdasarkan hasil psikoanalisa dan kesimpulan klinis dari mereka secara tidak langsung kita sudah bersikap apriori, men-judge (menghakimi), dan bahkan melakukan dominasi secara tidak langsung terhadap pasien yang divonis mengalami kegilaan itu. Mungkin saja kita sendiri dianggap sebagai orang yang terlalu awam serta tidak tahu apa-apa bahkan justru dianggap “lebih gila” oleh pasien rumah sakit jiwa tersebut karena belum bisa memahami jalan pikiran kegilaan dari pasien yang divonis ‘gila’ tersebut dari dokter psikiatri.




Kegilaan sebagai wujud dari abnormalitas menurut Foucault adalah bentuk konkret penolakan terhadap rasionalitas atau kekuasaan ilmu pengetahuan atau menurut dalam pandangan saya bahwa kegilaan sebenarnya adalah bentuk rasionalitas alami yang muncul ketika melakukan perlawanan dominasi rasionalitas kebenaran absolut yang diyakini secara universal (menyeluruh) oleh kebanyakan orang (dengan mengikuti tradisi akar filsafat dari Nietzsche). Dokter psikiatri yang memiliki kekuasaan ilmu pengetahuan di bidang ilmu kedokteran itu lalu berusaha mendisiplinkan pasien-pasien yang ada di rumah sakit jiwa tersebut. Bagaimanakah bentuk-bentuk disiplin yang dilakukan itu? Disiplin sebagai bentuk bagian praktek dari kekuasaan yang dalam kasus (case) ini berada di rumah sakit jiwa dengan melakukan pengawasan kontrol terhadap pasien dan mengeluarkan aturan, sanksi, semua kebijakan di rumah sakit. Kedokteran klasik yang dulu mengkaji anatomi tubuh secara ilmiah kini bertahap merubah wujud menjadi kedokteran social melalui bentuk pengawasan di rumah sakit. Pengawasan dapat dilakukan dari uniform (pakaian seragam). Adanya perbedaan pakaian seragam yang dikenakan dokter, perawat, dan pasien telah menunjukkan bentuk distribusi kekuasaan di dalam rumah sakit. Keberadaan pasien sebagai obyek dari pemegang kebijakan otoritas di rumah sakit perlu didisiplinkan dengan memberinya pakaian seragam khusus untuk mempermudah pengawasan (control social). Pasien di dalam rumah sakit jiwa yang dianggap melanggar aturan kebijakan dari rumah sakit dengan melakukan perlawanan biasanya akan menerima hukuman dengan ditempatkan pada ruangan khusus, terpisah dari bangsal-bangsal rumah sakit dari keberadaan banyak pasien lain karena dianggap ‘membahayakan’. Namun tidak selamanya kekuasaan akan berjalan langgeng selamanya. Foucault  berpendapat bahwa di dalam setiap kekuasaan pasti akan lahir pemberontakan/pembebasan untuk melawan lingkaran kekuasaan itu sendiri dan segala praktik-praktik yang menciptakan norma kemudian direproduksi dan dilegitimasi oleh dokter (sebagai bagian dari bentuk profesi yang paham dan mendalami kajian bidang ilmu psikiatri dan biomedis pada bidang kedokteran). Kekuasaan berubah menjadi pengetahuan tetapi malah kemudian pengetahuan tersebut pada akhirnya melahirkan kekuasaan atau mungkin juga seragam ‘jas putih’ yang digunakan para dokter selama ini telah melenceng kegunaannya dan berubah sebagai alat perlindungan ego? Saya berharap semoga hal ini tidak terjadi karena masyarakat social saat ini masih percaya bahwa profesi dokter adalah sebuah profesi yang sangat mulia dan terhormat. Apakah anda yakin? Ilmu-ilmu kedokteran dianggap sebagai bidang kajian ilmu yang sangat sukar untuk dipelajari dan dipahami. Benarkah demikian? Pendapat Ivan Illich dalam bukunya “Medical Nemesis” dengan tidak terlepas dari pemahaman relasi kekuasaan antara dokter dan pasien dari Michel Foucault mungkin dapat menjadi sebuah bahan renungan bersama, kritik sosial, atau mungkin jawaban yang isinya mengajak orang-orang awam untuk berani merebut hak sehatnya dari kungkungan kaum dokter. Orang-orang awam yang dianggap tidak memiliki pengetahuan kesehatan seperti dokter telah kehilangan hak atas kesehatannya. Orang dinyatakan ‘sehat’ atau ‘sakit’ harus berdasarkan kesimpulan klinis dari dokter dan akhirnya terjadi hegemoni kekuasaan tentang makna sehat dari dokter. Kekuasaan dari para dokterlah yang dapat menentukan orang itu ‘sehat’ atau ‘sakit’; “waras” atau “tidak waras”. Namun rasanya terdengar sangat utopis (tidak realistis) jika orang-orang awam tersebut mampu merebut hak sehat itu sendiri tanpa mau belajar dan memahami pengetahuan kesehatan.

Fenomena social di dalam masyarakat seiring berjalannya waktu akhirnya terjawabkan dengan maraknya kehadiran tabib, shingshe, teraphist, dukun tiban yang dianggap memiliki mitos kesaktian atau daya linuwih/supranatural tinggi di dalam mengobati orang sakit. Kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat dianggap memiliki pengetahuan akan kesehatan secara alternative dan non-formal walaupun terkadang sulit untuk diterima secara logika dan sangat berbeda dari lulusan mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas yang memiliki ijazah profesi dokter. Bagi masyarakat awam selama ini secara tidak langsung kini mulai menyadari bahwa kesimpulan klinis yang harus dipercaya tidak selalu berasal dari hasil klinis analisa dokter saja melainkan orang-orang yang memiliki daya pengetahuan akan kesehatan walaupun sosok orang tersebut bukanlah seorang dokter. Kiranya benar pendapat Foucault bahwa kekuasaan itu tersebar dan ada dimana-mana dan wujud kekuasaan adalah berasal dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Kondisi budaya lingkungan social masyarakat baik yang berasal dari lingkungan masyarakat modern ataupun lingkungan masyarakat tradisional barang tentu akan sangat berpengaruh terhadap nalar/pola pikirnya. Sekarang tinggal anda pilih yang mana? melawan rasionalitas absolut dominasi kekuasaan dokter psikiatri dengan menjadi orang gila? melawan hegemoni kekuasaan dokter mengenai hak sehat kita dengan berkunjung kepada pengobatan alternative? atau malah tetap setia bertahan menjadi pasien dari bagian praktik dokter? Pilihan dijawab hanya cukup di dalam hati anda.. Anda sendiri yang berhak menentukan pilihan rasionalnya… []
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sumber Referensi:
-Andre Syahreza. (2006). “The Innocent Rebel: Sisi Aneh Orang Jakarta”. Jakarta. Penerbit: Gagas Media.
-Lydia Alix Fillingham. (2001). “Foucault untuk Pemula”. Terjemahan dari: A. Widyamartaya. Yogyakarta. Penerbit: Kanisius.
-Edisi Foucault: Konfrontasi Foucault dan Marx. Basis edisi No.01-02, Tahun ke 51, Januari-Februari 2002.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus