Artikel

Rabu, 24 April 2013

"THE EDITOR: MERANTAU DI JAKARTA"



Ditulis oleh: Nur Bintang*



"Sekali layar terkembang, pantang untuk diturunkan!"
(Pepatah Indonesia)


Lebih baik hidup susah di perantauan ketimbang 
hidup susah di kampung halaman
hingga sampai berhasil menjadi orang!


Kebanyakan anak-anak usia sekolah setiap ditanya cita-cita setelah besar nanti maka kebanyakan akan menjawab ingin menjadi dokter, tentara, guru, polisi, pengacara, atau bahkan insinyur namun tak pernah ada yang terbesit untuk menjadi editor buku.. yeah this is now about my job… Saya sendiri tak pernah terbesit dalam pikiran untuk berprofesi menjadi ‘editor buku’ di sebuah perusahaan penerbitan buku nasional di Jakarta. Sebelumnya saya dulu juga mempunyai pengalaman bekerja secara freelance dan bahkan join di beberapa LSM pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS baik di Kota Purwokerto maupun di Kota Yogyakarta sebagai social researcher (peneliti sosial). Pengalaman yang pasti sama dirasakan oleh seperti kebanyakan kawan-kawan saya yang lain setelah berhasil menyelesaikan studi kuliah adalah mencari pekerjaan dan beberapa kawan-kawan saya yang lain ada juga yang berusaha mandiri dengan menjadi pengusaha walaupun masih dalam bentuk usaha skala kecil-kecilan dengan modal usaha masih butuh bantuan dari orang tua. Kalo menurut hemat saya, untuk menjadi pengusaha tidaklah perlu harus sekolah sampai mencapai jenjang tinggi melainkan yang lebih diutamakan adalah semangat kesabaran dan ketekunan ketika menjalankan kegiatan bisnis usahanya apapun jenis latar belakang pendidikannya. Ya.. this is about way of life karena semua manusia memiliki ambisi tujuan dan jalan hidupnya sesuai kompetensi bidangnya masing-masing. Mumpung masih muda, saat ini saya berusaha mencari pengalaman dan ilmu sebanyak-banyaknya dengan pergi merantau dan mencari kerja di luar kota tanah kelahiran sendiri untuk melihat hal-hal dunia baru dengan tujuan mengumpulkan modal buat membuka usaha suatu saat nanti.

Awal kedatangan saya ke Jakarta adalah ketika menerima panggilan lowongan CPNS dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Kota Jakarta. Hati saya senang bukan main kala itu, yah itu karena tujuan saya sekolah sampai jenjang tinggi pascasarjana S2 tidak lain adalah karena saya ingin menjadi seorang dosen pengajar di universitas negeri (syarat untuk menjadi dosen minimal harus memiliki ijazah S2). Setelah berjuang cukup lama mengumpulkan beberapa berkas administrasi on line via internet dan registrasi lewat pos yang bisa dibilang saya hanya punya tenggang waktu relatif sangat sedikit karena info pengumuman CPNS dosen sengaja dibuat terbatas oleh pemerintah pusat dengan bertabrakan waktunya dengan momen suasana menjelang liburan akhir bulan Ramadhan (lebaran) tahun 2012. 

        Setelah semua pemberkasan sudah dikirim akhirnya panggilan ujian tes diumumkan dan saya berhasil lolos untuk tahap kelengkapan administrasi dan berhasil menyisihkan beberapa peserta lain yang dianggap tidak lengkap dalam pemberkasan oleh kementerian pendidikan di Jakarta. Namun perjuangan saya tidak berhenti sampai disitu karena masih ada ujian sebenarnya yaitu ujian tes tertulis dimana saya masih harus bersaing dengan peserta kandidat calon dosen lain yang melamar pada jurusan yang sama yaitu jurusan sosiologi (kebetulan waktu itu lowongan dosen yang disediakan untuk jurusan sosiologi hanya 1 kursi saja). Jujur saja, saya sudah belajar persiapan ujian CPNS dosen sudah jauh-jauh hari setelah saya lulus S2 dari Universitas Gadjah Mada. Semua saya pelajari dari UUD 1945 dan pancasila, sejarah Indonesia dan dunia, bahasa Indonesia, matematika, bahasa Inggris, dasar-dasar logika, semua saya pelajari sampai titik darah penghabisan. Semua saya persiapkan sebagai bekal untuk lolos tes CPNS dosen..!!! 

        Ujian CPNS tahun 2012 bisa dibilang sebagai awal uji coba aturan baru dari pemerintah karena untuk pertama kali ujian CPNS diadakan secara serentak bersamaan waktunya di seluruh Indonesia dengan memasang  passing grade score kelulusan. Hal ini sangat berbeda dengan penerimaan CPNS tahun lalu yang hanya berdasarkan kuota formasi tanpa ada syarat passing grade score bahkan pengumuman nilai hasil tes ujian CPNS 2012 ternyata harus berdasarkan masing-masing hasil nilai sub tes dan bukan hasil nilai total rata-rata dari jumlah keseluruhan sub tes seperti hasil ujian tes tahun lalu dan sayangnya hal tersebut diumumkan sangat terlambat yaitu setelah pengumuman kelolosan peserta ujian tes tahap 1 dengan jeda waktu yang agak lama sehingga sempat membingungkan para peserta tes yang hendak melanjutkan ke tes akhir tahap 2 bahkan setelah nilai keluar kami (para pelamar) juga masih belum tahu status kelulusannya sambil tetap memantau sekaligus menunggu pengumuman kelulusan lagi dari pemerintah pusat bahkan ada salah satu daerah yang salah memberikan pengumuman kelulusan tes akibat salah menafsirkan pengumuman kelulusan tes dari pemerintah perihal nilai kelulusan masing-masing sub tes atau nilai kelulusan dari jumlah total nilai rata-rata  keseluruhan sub tes. Bisa dibilang ujian CPNS 2012 kemarin masih terlihat carut-marut dengan mundurnya beberapa kali pengumuman hasil seleksi tes tahap 1 sampai hampir satu bulan lamanya bahkan pembukaan website pengumuman di internet sering mengalami kesalahan teknis karena tidak bisa diakses oleh para pelamar peserta tes lain (saya mengakui secara gentleman bahwa ujian CPNS dosen saat itu memang belum menjadi jodoh saya karena semakin baiknya para kandidat pelamar dalam persaingan dunia kerja namun ada kepuasan dari saya karena sudah bisa berkompetisi mengikuti ujian secara sportif).

Setelah selesai mengikuti ujian tes CPNS (kembali flashback sejenak) walau dalam hati kesal juga karena pengumuman tes tahap 1 sempat beberapa kali diundur dari jadwal semula bahkan hampir membuat saya selama satu bulan lebih terkatung-katung hanya menunggu kepastian di Jakarta dan memaksa saya untuk sementara menginap di rumah famili di Jakarta. Ketika giliran pengumuman tiba saya heran bukan main bahwa para pelamar dosen jurusan saya (sosiologi) di universitas tersebut ternyata tidak ada yang lolos satupun untuk berhasil masuk ke seleksi tahap berikutnya yaitu tes akhir tahap 2 padahal ada juga pelamar lain yang merupakan jebolan lulusan universitas dari luar negeri namun juga belum bernasib baik untuk dapat lolos. 

       Dari tiga sub tes ambang passing grade score kelulusan, saya memang menang dan berhasil di dua sub tes lain tetapi ada nilai satu sub tes yang tidak berhasil padahal hanya memiliki selisih tiga angka dari batas standar passing grade score kelulusan sub tes yang sudah ditetapkan kementerian pendidikan saat itu. Padahal jika tiga nilai hasil sub tes saya dijumlahkan secara total maka nilai rata-ratanya bisa dikatakan tergolong cukup tinggi dari ambang batas passing grade score kelulusan nilai rata-rata total semua sub tes yang ditetapkan ideal menurut standar kementerian pendidikan saat itu. Namun apa daya, ada kebijakan baru yang mendadak saat itu yang mengharuskan peserta yang lolos adalah peserta yang nilainya mencukupi batas passing grade score kelulusan untuk masing-masing sub tes dan bukan penilaian total rata-rata keseluruhan sub tes. Saya ketika itu merasakan bagaimana kita (para pelamar) nampaknya telah menjadi kelinci percobaan dari sebuah aturan kebijakan sistem yang baru dikeluarkan oleh pemerintah saat itu. Mungkin Tuhan punya rencana lain yang baik untuk saya, saya sudah berusaha semaksimal mungkin dan tangan dari Tuhan-lah yang berhak menentukan jalan nasib dan takdir saya apalagi sudah terlanjur basah saya berada cukup lama di Jakarta, berpikir untuk pulang kampung dengan tangan hampa sama saja pulang sebagai orang kalah dari medan pertempuran. Untuk menjaga kehormatan dan harga diri saya terhadap orang-orang di kampung halaman terutama kepada orang tua saya yang sangat saya hormati maka pada saat itu juga saya memutuskan kuat dalam hati untuk menyambung nyawa dengan hijrah berjuang hidup apapun resikonya dengan MERANTAU DI JAKARTA!

Sebagai orang urban di Jakarta pada awalnya saya memang butuh adaptasi yang cukup lama dengan suasana lingkungan sosial baru di Jakarta terutama soal kemacetan yang tak pernah kunjung habis penyelesaian masalahnya. Selama saya di Jakarta maka sama seperti motif para perantau dari daerah lain yang pertama kali datang ke ibu kota yaitu mempunyai motif ekonomi yaitu mencari rezeki. Konon menurut para pakar ekonomi di Indonesia bahwa 70%-80% perputaran uang seluruh Indonesia berpusat di Kota Jakarta. Hal ini cukup menggelitik bagi saya jika membaca cerpen karangan Seno Gumira Ajidarma mengenai sisi lain Kota Jakarta dan eksotisme warga Jakarta yang semakin menyihir Kota Jakarta bak ibarat seperti gula yang banyak dikerubutin semut-semut seperti saya ini.. hehehe… 

       Semua perantau mempunyai mimpi ketika datang pertama kali hijrah ke Kota Jakarta dari kisah-kisah tersendiri mengenai perantau sukses di Jakarta yang dulunya juga pernah mengalami hidup susah saat baru menapaki karier di Jakarta sampai kisah perantau yang tersesat di Jakarta karena tidak memiliki keahlian dan akhirnya mengalami suasana kerasnya kehidupan di jalanan ibu kota. Saya selalu ingat pesan Nabi Muhammad SAW akan pentingnya hijrah mengubah kehidupan yang lebih baik sama seperti contoh halnya yang dilakukan umat muslim Mekkah yang hijrah ke Madinah ketika zaman nabi dulu, semangat para saudagar minang yang memiliki budaya merantau untuk memperbaiki nasib kehidupan dan memperluas jaringan tali silaturahmi di kota besar, semangat para perantauan diaspora bangsa Yahudi yang teraniaya dan ditindas hingga menyebar dan mengembara ke seluruh negara-negara Eropa, Arab, dan Amerika Serikat namun kebanyakan dari mereka kini berhasil merubah nasib dengan memegang peran sentral perekonomian di daerah negara perantauan, atau seperti para perantau daratan Tiongkok waktu zaman berdirinya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang datang ke Indonesia hanya untuk berdagang dan merubah nasib kehidupan akibat suasana peperangan berkepanjangan dan kemiskinan di negeri asalnya dahulu. Ini baru cerita perjuangan hidup!

Meja kantor saya sebagai seorang editor



Pengalaman saya pribadi jika ternyata produk lulusan S2 dari universitas top ternama di Indonesia juga bukan perkara yang mudah untuk melamar dan mendapatkan kerja di Jakarta karena persaingan SDM yang berebut lowongan pekerjaan di Jakarta bisa dibilang cukup ketat. Di Jakarta banyak pelamar kerja lulusan universitas-universitas beken baik dalam negeri maupun luar negeri yang tidak bisa dianggap remeh. Semua punya kans peluang yang sama bagi semua pelamar kerja di Jakarta untuk melangkah maju. Setelah beberapa kali mendapat panggilan di beberapa perusahaan di Jakarta dengan hasil beberapa penolakan di tahap akhir tes wawancara akhirnya tanpa panjang lebar, saya berjodoh dan berhasil diterima bekerja sebagai editor buku di salah satu perusahaan penerbitan buku nasional di Jakarta melalui tes seleksi karyawan yang cukup ketat karena saat itu semua peserta diuji tes keterampilan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah EYD (Ejaan Yang Disempurnakan), tes bahasa Inggris, tes matematika, tes psikologi, tes wawasan bacaan mengenai dunia buku dan berdasarkan hasil nilai score yang tertinggi akhirnya saya bisa lolos menyisihkan banyak kandidat pelamar lain dan mendapatkan pekerjaan di Jakarta secara murni berdasarkan kompetensi yang saya miliki dan hal tersebut mampu menyelamatkan muka dan harga diri saya tanpa harus malu pulang ke kampung halaman dengan tangan hampa.

Menjadi editor buku adalah pekerjaan rutinitas yang asyik namun terkadang membosankan. Untuk saya pribadi ada sedikit keuntungan dengan menjadi seorang editor buku adalah karena saya bisa menambah banyak wawasan ilmu dari naskah buku yang saya edit dari penulis namun dari kacamata segi finansial untuk gaji seorang pekerja editor bisa dibilang hanyalah “cukup” (tidak lebih dan tidak kurang) namun jika ada deadline lembur naskah maka gaji seorang editor bisa bertambah besar bahkan bisa dikatakan lebih dari cukup ketika waktu lemburan. Keasyikan lain ketika saya menjadi editor adalah bisa leluasa mencorat-coret naskah penulis jika dianggap tidak sesuai dengan gaya selingkung dari penerbit. Selain itu, menjadi editor buku juga terkadang harus dapat bertindak sebagai ‘penulis bayangan’ dari penulis naskah buku sebenarnya karena terkadang saya menerima naskah yang karena berkaitan dengan deadline peluncuran buku yang semakin dekat maka terkadang kita harus menulis ulang apa yang ditulis penulis naskah sesuai dengan alur gaya penulisan kita yang disesuaikan dengan gaya selingkung penerbit. Saya jadi teringat dengan salah satu tokoh editor, filsuf, akademisi di luar kampus yang ahli mengenai ilmu sosiologi dan filsafat sosial serta sangat produktif di dalam penulisan buku-buku kampus di Indonesia yaitu Ignas Kleden. Dari beliau juga saya terinspirasi bahwa menjadi seorang editor buku-buku ilmu sosial merupakan profesi yang sangat mulia karena banyak membantu penulis dalam penyusunan naskah selama proses penerbitan buku-buku ilmu pengetahuan.

         Fokus utama untuk menjadi editor buku ahli adalah harus banyak membaca buku dan bisa menulis. Untuk sementara ini, saya masih bekerja menjadi editor buku yang bergenre filsafat, ilmu sosial (sosiologi dan antropologi), dan sejarah. Saya hanya tersenyum kecil jika saat menonton film Cloud Atlas yang dibintangi aktor kawakan Hollywood yakni Tom Hanks yang menceritakan alur kehidupan zaman lampau, zaman sekarang, dan zaman yang akan datang sebenarnya memiliki ruang waktu yang saling berhubungan antara satu sama lain di dalam diri masing-masing individu manusia. Sama halnya ketika diceritakan dalam bagian film tersebut yang bercerita mengenai sisi lain kehidupan seorang tokoh editor buku yang mempunyai rentetan kehidupan zona ruang waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu masa depan yang terbilang sangat rumit.

Saya hanya bisa membayangkan dari film Cloud Atlas mengenai sisi kehidupan dari seorang tokoh editor buku di bagian film tersebut mengenai masa lalu, masa sekarang, dan masa depan dengan pertanyaan kecil di dalam hati apakah waktu masa depan saya berbeda ataukah sama dengan waktu masa sekarang?  Entahlah… saya hanya menjalankan kehidupan terbaik saya dengan lebih banyak bersyukur kepada Tuhan dan tetap berusaha lebih baik semampu yang saya bisa. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Semoga..![]

*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang kini merintis karier dari bawah sebagai editor buku-buku ilmu sosial di salah satu penerbitan nasional di Jakarta.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus