Artikel

Sabtu, 24 November 2012

“JOGJA I’M IN LOVE”




Oleh: Nur Bintang*

Selama saya berada di Ibukota Jakarta saat ini maka ada hal yang selalu saya rindukan setiap malamnya yakni kota kelahiran saya yaitu Kota Purwokerto (kangen dengan ayah-ibu) dan kota sewaktu saya kuliah dulu yaitu Kota Yogyakarta (kangen dengan sodara dan sahabat-sahabat akrab saya selama menjadi bagian dari almameter UGM). Dalam diri ini saya selalu bersyukur kepada Allah SWT karena telah memberi kelimpahan rezeki terutama kepada orang tua saya yang selalu menjadi sumber inspirasi hidup saya dan juga kakak saya yang selalu memberi nasehat motivasi kepada diri saya untuk selalu bangkit dan terus maju. Saya salut dengan kedua orang tua saya yang selalu mengajarkan kepada anak-anaknya pentingnya akan pendidikan sekolah. Ayah dan ibu saya boleh sedikit berbangga karena semua anak-anaknya (saya dan kakak saya) berhasil menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana tepat pada waktunya mulai dari jenjang S1  hingga S2 yang masuk dalam daftar perguruan tinggi negeri bergengsi di Indonesia yang dimana untuk diterima sebagai mahasiswa di universitas tersebut calon mahasiswa harus berjuang melalui proses ujian seleksi ketat dengan bersaing menyisihkan ratusan kandidat pelamar calon mahasiswa lain. Perjuangan yang tidak mudah memang terutama buat kedua orang tua saya yang bekerja sebagai PNS biasa untuk berusaha tetap menyekolahkan anak-anaknya. Ibu saya yang dengan selalu sabar dan senantiasa berdo’a setiap malam buat semua jejak langkah kesuksesan saya dan juga ayah saya sebagai ‘orang minang’ yang selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk ‘merantau’ dengan menuntut ilmu yang bermanfaat untuk melatih mentalitas kemandirian, membuka mata cakrawala budaya dan dunia sosial sesungguhnya di daerah perantauan, serta membuat jaringan sosial teman persahabatan di daerah perantauan.

Kota Yogyakarta atau terkenal dengan sebutan “Jogja”. Tidak pernah terbesit dalam pikiran saya jika saya dulu sekitar tahun 2009 hingga tahun 2011 dapat mengenyam pendidikan di ‘kota pelajar’ ini. Dapat mengenyam bangku kuliah di Yogyakarta menurut saya dulu mempunyai kebanggaan tersendiri jika dibandingkan kuliah di kota-kota lain yang bisa dibilang termasuk dalam daftar barometer kota pendidikan di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Malang, Surabaya, dan Makasar namun bagiku Kota Yogyakarta punya kesan kenangan tersendiri yang tidak pernah akan saya lupakan. Yogyakarta adalah kota yang penuh dengan kenangan manis. Perjuangan hidup dalam meraih harapan dan cita-cita untuk maju dan sukses. Herannya, setiap saya mendengar lagu ciptaan penyanyi Katon Bagaskara (front man kelompok musik “Kla Project” yang berjudul ‘Yogyakarta’ makin menambah kerinduan diri saya terhadap kota tercinta ini). Bisa dibilang saya jatuh cinta dengan Kota Yogyakarta, cinta akan warung angkringan dengan khas minuman kopi joss-nya dan makanan khas gudeg-nya, cinta akan kebudayaan masyarakatnya, cinta akan suasana intelektualitas para mahasiswanya yang berasal dari lokal hingga mancanegara, cinta akan semuanya akan Kota Yogyakarta termasuk jalan Malioboro dan Sarkem-nya… hehehe… 

Foto saat pertama kali menginjakkan kaki di UGM tahun 2009

Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta sebagai universitas tertua di Indonesia yang berdiri pada tahun 1949. Menurut saya merupakan salah satu kampus prestisius di Indonesia bahkan pada tahun 2010 masuk dalam jajaran 500 universitas terbaik dunia dengan berada pada peringkat top ranking ke-250 dunia dari jumlah total 20.000 universitas di seluruh dunia yang berhasil disurvei oleh lembaga Times Higher Education yang berpusat di London (British), Pada awal tahun 2012, UGM kembali masuk dalam jajaran 100 perguruan tinggi terbaik di Asia dengan peringkat ranking ke-30 Asia oleh lembaga Webomatrics, Spanyol, dan pada tahun 2007 yang lalu berdasarkan hasil survei lembaga Times Higher Education, jurusan rumpun ilmu-ilmu sosial di UGM pernah berhasil masuk dalam jajaran Top 100 Social Science in The World dengan berada pada peringkat ranking 47 dunia dari 12.000 universitas yang berhasil disurvei, peringkat ranking UGM pada tahun itu berhasil mengalahkan beberapa universitas top dunia seperti University of Wisconsin (Amerika Serikat), Georgetown University (Amerika Serikat), Boston University (Amerika Serikat), Pennsylvania State University (Amerika Serikat), University of Illinois (Amerika Serikat), Johns Hopkins University (Amerika Serikat), Paris I-Phanteon Sorbonne (Perancis), Oslo University (Norwegia), Seoul National University (Korea Selatan), Bologna University (Italia), Sussex University (Inggris), Heidelberg University (Jerman), Keio University (Jepang), Kobe University (Jepang), Leiden Universiteit (Belanda), Universiti Malaya (Malaysia), Nanyang Technological University (Singapura), Tel Aviv University (Israel), University of Western Australia (Australia) dll. (Saya sebagai 'orang kecil' patut bersyukur bisa mendapatkan pendidikan di dalam negeri namun kualitasnya tidak kalah bersaing dengan universitas-universitas di luar negeri).

        Saya mungkin bisa dibilang sebagai 'orang kampung’ karena latar belakang saya hanya sebagai 'orang biasa’ saja yang datang dari sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Saya sangat senang ketika dulu bisa kuliah dan menginjakkan kaki pertama kali di kampus bergengsi ini. Di UGM saya mendapat kualitas pengajaran yang terbaik dari kualitas dosen-dosennya yang banyak bergelar doktor hingga professor lulusan dalam dan luar negeri (Pengalaman paling unik adalah ketika saya bertemu seorang mahasiswi S2 asal Korea Selatan jurusan "sosiologi pembangunan" kelas sebelah di FISIPOL UGM yang ternyata dia cukup kaget melihat budaya jam karet yang ada di Indonesia terutama jam masuk kuliah yang selalu mundur dari jadwal semula.. hehehe... selain itu  pengalaman paling menantang adalah ketika saya berjuang untuk dapat lulus ujian wajib PAPs dan ujian wajib TOEFL sebagai syarat ujian sidang dan syarat wisuda, soalnya kalo gak lulus ujian wajib ini maka mahasiswa harus mengulang ikut ujian lagi sampai 'lulus' kalo 'belum lulus' maka tidak diperbolehkan mengikuti ujian sidang thesis dan tidak boleh ikut wisuda alias belum memperoleh ijazah resmi. Hal itu sangat terasa ketika banyaknya para calon wisudawan baik dari jenjang S2, maupun S3 yang belum bisa diwisuda apalagi mendapat ijazah kelulusan dari kampus kerena belum bisa lulus ujian TPA ataupun ujian TOEFL. Namun diluar semua itu, memang sieh sepadan dengan fasilitas dan kualitas yang diperoleh selama kuliah di UGM...). 

         Selama kuliah dulu kelas jurusan saya beberapa kali mendapat kunjungan dosen tamu dari luar negeri seperti kunjungan dosen sosiologi dari National University of Singapore  (NUS) yang ternyata adalah seorang warga negara Indonesia yang berkarier sebagai dosen di Singapore dan perkuliahan yang diadakan dosen Eropa dari Jerman yang juga mengajar di salah satu universitas di negara Jerman walau saat pertemuan kuliahnya menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantarnya yang justru menurut hemat saya makin membuat transfer ilmu pengetahuan para mahasiswa semakin bertambah luas, hampir setiap hari di UGM banyak seminar bertema nasional dan internasional yang diadakan di tiap-tiap fakultas juga sempat membuat saya tertarik untuk mengikutinya dan yang berkesan buat saya adalah ketika mendapatkan kesempatan langsung menghadiri kuliah umum dari mantan Presiden Republik Indonesia ke-3 yakni Bapak Prof. BJ. Habibie ketika berkunjung ke kampus UGM, dan kelengkapan jurnal ilmiah dan buku-buku di perpustakaan UGM yang kerap menjadi tempat referensi/rujukan bagi mahasiswa-mahasiswa universitas tempat lain di seluruh Indonesia bahkan peneliti dan mahasiswa asing dari luar negeri. Saya ketika menjadi mahasiswa di UGM dulu juga berkawan baik dengan teman-teman mahasiswa seluruh Indonesia dari Sabang hingga Merauke semuanya ada di UGM seolah-olah telah membuat UGM bagaikan ‘Taman Mini Indonesia di Kampus’

         Saya juga baru tahu ketika makan di kantin Fisipol UGM atau mampir maen ke fakultas ilmu budaya UGM di depan Fisipol UGM melihat ternyata begitu banyaknya mahasiswa-mahasiswa asing baik dari Malaysia, Thailand, Singapore, Timor Leste, India, Jepang, China, Korea, Afrika, Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Belanda, dan Australia yang melanjutkan studi di UGM dari yang berstatus sebagai mahasiswa UGM sampai yang menjadi mahasiswa kelas program kebudayaan pertukaran pelajar. UGM bisa dibilang menjadi salah satu barometer universitas berkelas dunia yang ada di Indonesia. Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan saya selama menjadi mahasiswa di UGM dulu untuk bersosialisasi dan bergaul menambah network internasional dengan rekan mahasiswa-mahasiswa asing terutama mahasiswi asal Jepang. Saya bahkan sempat berkenalan dan berteman baik hingga bertukar cenderamata dengan salah seorang mahasiswi Jepang dari University of Tokyo yang sedang mendalami jurusan sastra Indonesia di fakultas ilmu budaya UGM.


Hujan abu letusan Gunung Merapi di kampus UGM, Yogyakarta tahun 2010
Bundaran UGM diselimuti pasir abu letusan Gunung Merapi tahun 2010

        Keunikan ketika saya berada di Kota Yogyakarta dulu adalah ketahanan budaya tradisional Yogyakarta yang masih sangat kental walaupun digempur arus budaya import dari luar. Eksistensi masyarakat Yogyakarta dalam mempertahankan kebudayaannya memang patut untuk diacungi jempol. Pengalaman saya yang membekas akan Kota Yogyakarta adalah ketika Yogyakarta terkena dampak bencana alam letusan dasyat Gunung Merapi pada bulan November tahun 2010 bahkan saya sempat membatalkan semua kegiatan penelitian saya dalam menyusun thesis ketika itu. Ketika itu suasana Kota Yogyakarta benar-benar dibuat kalang-kabut karena hujan abu vulkanik yang turun merata di seluruh kota Yogyakarta. Saya masih ingat ketika dulu saya terbangun dari tidur pada tengah malam karena kaget bukan kepalang melihat hujan abu debu pasir vulkanik disertai batu kerikil kecil yang turun diringi suara gemuruh letusan Gunung Merapi yang terdengar sampai daerah Sleman padahal jarak Gunung Merapi berada sekitar 20 km dari tempat saya kost menginap di rumah famili. Saya juga tidak melupakan moment tersebut dan mencatat penanggalannya yaitu tanggal 5 November 2010 untuk mengingat letusan paling dasyat Gunung Merapi dari sejarah erupsi Merapi selama ini menurut para ahli vulkanologi. 

         Letusan Gunung Merapi merupakan tragedi yang sangat memilukan bagi warga Yogyakarta karena telah meninggalkan banyak korban jiwa termasuk bintang iklan juru kunci Gunung Merapi yakni Mbah Maridjan yang ikut menjadi korban letusan Gunung Merapi hingga kerugian materi dan beban psikis yang cukup banyak dialami korban bencana alam letusan Gunung Merapi ketika itu. Akibat erupsi Gunung Merapi dulu maka beberapa fakultas di UGM sempat menjadi tempat penampungan pengungsi bencana alam dan banyak mahasiswa-mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Kota Yogyakarta dan seluruh Indonesia yang kemudian turun ke daerah bencana alam sebagai sukarelawan untuk membantu korban bencana alam letusan Gunung Merapi. Kota Yogyakarta saat itu benar-benar menjadi headline berita liputan berbagai media massa baik dari media lokal maupun media luar negeri yang selalu melaporkan berita pemantauan perkembangan terkini aktivitas vulkanik Gunung Merapi secara langsung dari Kota Yogyakarta. Semoga hal ini tidak terulang kembali untuk warga Kota Yogyakarta namun tragedi akan letusan Gunung Merapi di Yogyakarta dulu selalu membekas dalam ingatan saya.

Festival musik klasik dari musisi Belanda di kampus UGM

Ketika dulu saya masih menyandang status mahasiswa UGM ada hal yang selalu menarik untuk saya adalah pertunjukan musik orksestra klasik yang sering diadakan oleh lembaga kursus bahasa belanda yaitu 'Karta Pustaka' di Yogyakarta yang biasanya sering diadakan pada moment-moment tertentu menjelang malam akhir minggu bertempat di auditorium fakultas kedokteran UGM. Saya masih ingat untuk membeli karcis menonton orkestra klasik dulu sangat pas untuk ukuran kantong mahasiswa hanya Rp 5.000,- saja (pernah beberapa konser bertema jazz dan seni pertunjukan panggung theatre yang juga mendatangkan seniman-seniman dari Belanda malah diadakan gratis karena berada dalam lingkup misi kerjasama pendidikan dan kebudayaan). Pemain-pemain orkestra klasik biasanya adalah seniman langsung yang diterbangkan dari negeri Belanda. Pertama kali saya menonton orkestra klasik yang dimainkan langsung oleh seniman-seniman Belanda, saya sempat merasakan adanya lingkup atmosfer nuansa kebudayaan Eropa yang hidup selaras dengan seni budaya tradisional yang ada di Yogyakarta. It’s so amazing for me about culture in Yogyakarta!

Foto di depan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat

Petualangan saya di Yogyakarta tidak berhenti disitu, kebetulan saya mempunyai sahabat dekat bernama Halim, teman satu angkatan mahasiswa pascasarjana sosiologi UGM dulu dan saya biasa memanggil beliau dengan sebutan ‘Bung Halim’. Bung Halim adalah seorang dosen sejarah di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta yang tahu banyak mengenai studi tentang kebudayaan Tiong Hoa di Yogyakarta. Berkat Bung Halim, saya yang hanya mahasiswa perantauan di Yogyakarta menjadi tahu dan hafal betul jalan-jalan di Yogyakarta karena sering diajak jalan-jalan berkeliling Yogyakarta berburu santapan kuliner khas Yogyakarta bersama Bung Halim. Bung Halim yang sudah lama di Yogyakarta juga banyak membantu saya ketika saya sedang melakukan survey lokasi penelitian untuk membuat thesis. Bersama kawan-kawan di UGM dulu saya biasanya mencari tempat tongkrongan favorit buat berumpul-kumpul selepas kepenatan aktivitas kuliah terutama pada malam hari berburu nasi kucing ke alun-alun kidul area komplek keraton kesultanan. Sebuah kenangan yang tidak mungkin terlupakan buat saya. 

Saya saat berjuang menyelesaikan tesis riset evaluasi

Penelitian thesis untuk meraih gelar master saya lakukan di daerah Sosrowijayan, Pasar Kembang (Sarkem) yang masih berada dalam wilayah Kota Yogyakarta. Alasan saya mengambil penelitian di tempat tersebut selain dekat sehingga saya bisa menghemat ongkos biaya penelitian, juga yang lebih penting adalah membunuh rasa penasaran saya untuk bisa melakukan penelitian thesis di daerah lokalisasi terbesar di Yogyakarta tersebut. Saya melakukan penelitian dengan menggunakan metode ethnografi sebagai pengumpulan datanya maka membuat saya terpaksa harus menyewa sebuah kamar kost yang letaknya bersebelahan dengan lokalisasi Sarkem yakni di International Village alias kampung turis untuk melakukan studi evaluasi, pengamatan, dan wawancara hingga sampai batas akhir penelitian thesis saya dapat selesai. 

         Selama saya di kampung turis, saya biasa makan nasi kucing di dalam komplek area kampung turis yang ternyata banyak juga turis-turis bule yang doyan makan nasi kucing. Fenomena yang bisa dibilang cukup aneh adalah banyaknya cinta lokasi antara pemandu wisata dari kampung turis dengan turis-turis bule disana bahkan banyak yang berakhir bahagia pada gerbang pintu pernikahan. Seorang pemandu wisata di sana pernah bercerita kepada saya jika ingin dapat pacar cewek bule yang utama adalah niat keberanian serta kemampuan bahasa inggris yang baik. Bisa dibilang turis-turis bule yang menginap di losmen penginapan kampung turis kebanyakan adalah para turis backpacker lain halnya dengan turis-turis bule gedongan yang lebih banyak menginap di hotel-hotel berbintang sepanjang jalan Malioboro. Aktivitas saya selama penelitian itu hanya bolak-balik dari kampung turis ke lokalisasi Sarkem. Saya melakukan pendekatan social dengan para tokoh di lokalisasi Sarkem dalam menyelesaikan penelitian. Cukup agak susah pada awalnya mereka untuk dapat menerima saya sebagai peneliti independen terutama terkait izin dari pihak keamanan lokal setempat namun seiring berjalannya waktu pada akhirnya saya dapat diterima baik oleh mereka terutama oleh para perempuan pekerja seks di sana dan saya juga melakukan kerjasama penjangkauan kesehatan dengan LSM yang aktif melakukan penjangkauan ke lokalisasi Sarkem dengan identitas saya sebagai mahasiswa UGM yang sedang menyusun tugas akhir membuat laporan penelitian.


Graduation
Penelitian di lokalisasi Sarkem, Yogyakarta yang sudah lama berdiri sejak zaman penjajahan kolonial Belanda ini makin membuka cakrawala saya perihal permasalahan kehidupan para perempuan pekerja seks di lokalisasi Sarkem, Yogyakarta. Penelitian saya mengangkat topik kesehatan mengenai evaluasi program penanggulangan HIV/AIDS yang dilakukan kelompok Bunga Seroja di Pasar Kembang. Saya berteman baik dengan para perempuan pekerja seks disana karena merekalah yang banyak membantu saya memberikan informasi dan data ketika saya sedang berjuang menyusun laporan penelitian thesis saya. Dosen pembimbing thesis saya yaitu Pak Prapto juga sangat banyak membantu saya selama dalam proses penyusunan laporan penelitian thesis dengan memberi saran dan masukan yang bersifat membangun. Alhamdulilah, puji syukur saya kepada Allah SWT pada akhirnya saya bisa menyelesaikan studi S2 saya kurang dari 2 tahun tepatnya yakni 1 tahun 11 bulan dengan nilai IPK di atas tiga disertai lampiran kewajiban syarat kelulusan ujian PAPs ( Tes Potensi Akademik Pascasarjana) min. score 500 dan syarat kelulusan ujian tes TOEFL min. score 450, yang berhasil saya selesaikan dengan baik, tepat pada waktunya hingga pada akhirnya pada hari bersejarah yaitu tanggal 26 Oktober 2011 maka saya resmi diwisuda sebagai alumnus UGM dan resmi berhak menggondol gelar S2 berlabel internasional yakni Master of Arts (M.A.). 

         Memang untuk lulus kuliah di UGM tidaklah mudah, saya merasakan hal itu melalui perjuangan berdarah-darah getirnya harus lulus ujian PAPs dan ujian TOEFL yang menurut saya tidak mudah, begitu juga dalam penyusunan thesis ada banyak cobaan dan rintangan ketika terjun ke lapangan (lokasi penelitian) terkait dengan interaksi sosial dengan informan/responden, serta permasalahan intensitas pertemuan konsultasi mahasiswa dengan dosen pembimbing serta dosen penguji yang terkadang juga menemui kendala teknis di lapangan bahkan ada beberapa mahasiswa yang merasa kesulitan karena terkait aktivitas penelitian, akhirnya memutuskan putus di tengah jalan atau menghilang kabar beritanya dari aktivitas kegiatan kampus entah mereka mengundurkan diri atau tidak sanggup menyelesaikan penelitiannya karena menemui kendala yang sangat berat di lokasi penelitian. Demikianlah lingkup pengalaman saya selama belajar di Kota Yogyakarta, semoga ilmu dan pengetahuan yang saya pelajari dapat menjadi berkah untuk bisa saya terapkan aplikasinya kepada masyarakat. Intinya, adalah semangat untuk tetap terus belajar karena hidup sebagai bagian dari proses pembelajaran dan selalu tetap rendah hati dan tidak sombong terhadap sesama. Dengan bekal ilmu yang saya dapatkan semoga akan semakin menunjang karier pekerjaan saya sekarang ini di masa depan. Amin. JOGJA NEVER ENDING ![] 

ANALYSIS JOB FOR SOCIOLOGY GRADUATED: Sosiologi adalah ilmu murni (pure science) seperti halnya ilmu filsafat yang belum menjadi ilmu terapan/profesi seperti halnya ilmu kedokteran, ilmu keperawatan, farmasi, ilmu hukum, dan ilmu psikologi. Mengambil jurusan sosiologi sebenarnya adalah minat dan kecintaan karena kebanyakan lulusan sosiologi bekerja mengabdi menjadi guru di sekolah atau dosen pengajar di universitas, lulusan sosiologi juga dibutuhkan di beberapa instansi birokrasi pemerintah (PNS) yang berkaitan dengan hubungan masyarakat (humas), penyuluh masyarakat pada lembaga instansi pemerintah seperti contoh: penyuluh KB di BKKBN, perumus program penanggulangan penyakit masyarakat di Dinas Sosial, dan perumus kebijakan sosial di Departemen Dalam Negeri. Kiprah lulusan sosiologi untuk bekerja di sektor swasta bisa di LSM dan NGo, wartawan media massa, peneliti statistik sosial atau peneliti etnomarket kualitatif pada perusahaan-perusahaan besar swasta atau di bank-bank pemerintah dan bank-bank swasta yang membutuhkan analis 'Market Research' pada divisi pemasaran, lulusan sosiologi juga sangat berperan dalam perumusan kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility) pada perusahaan-perusahaan besar swasta, lulusan sosiologi juga dapat berkiprah sebagai editor penerbitan buku-buku sekolah untuk mata pelajaran sosiologi atau editor penerbitan buku-buku yang berkaitan dengan filsafat dan sosial-budaya atau bahkan menjadi penulis buku. Itu adalah beberapa kualifikasi lapangan kerja untuk lulusan sosiologi yang ingin mengaplikasikan ilmu sosiologi di pekerjaannya. Saya hanya bilang bahwa orang-orang yang mengambil jurusan sosiologi kebanyakan adalah orang-orang unik yang berlatar belakang memiliki idealisme kuat karena mencintai jurusan yang ditekuninya. Namun itu semua adalah usaha masing-masing dalam perjuangan meraih pekerjaan yang diimpikan selebihnya adalah kehendak tangan Tuhan yang menentukan dalam membagikan urusan rezeki kepada semua makhuk ciptaan-Nya. Sehebat apapun lulusan sarjana dari universitas ternama bila dia malas mau belajar dan mengembangkan dirinya maka dia akan kalah dalam kompetisi persaingan dunia kerja karena selebihnya semua kembali kepada diri masing-masing serta nasib keberuntungan. Semua orang berhak untuk maju meraih sukses tanpa ada diskriminasi latar belakang apapun. Jadi kalau dia memang berkompeten, Why not? Intinya, tetaplah berusaha dan senantiasa berdo'a kepada Tuhan karena hidup itu adalah perjuangan..!!!  

*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang kini merintis karier sebagai editor buku pada salah satu perusahaan penerbitan buku nasional di Jakarta.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus