Artikel

Sabtu, 11 Agustus 2012

“SOCIOLOGY OF CRIME: CORPORATE CRIME”



Ditulis oleh: Nur Bintang*



Bias Kejahatan Klasik
S
aya selama ini berusaha mengamati dan memahami perihal dunia kejahatan di sekitar lingkungan social sekitar. Hal ini saya sadari sebab selama saya studi dulu pembahasan mengenai mata kuliah “sosiologi perilaku menyimpang” dinilai masih kurang untuk saya dapatkan walaupun dulu sempat mengambil mata kuliah tersebut. Saya kemudian berangsur-angsur tertarik untuk memahami kajian disiplin ilmu kriminologi yang teori-teori kajian mereka banyak meminjam dari pemikiran para tokoh sosiologi yang concern terhadap studi sosiologi perilaku menyimpang. Pada awalnya saya hanya menyukai konsep “abnormalitas” yang dikemukakan oleh sosiolog Perancis yakni Michel Foucault yang membahas mengenai studi kegilaan atau masyarakat yang berbeda dengan yang lain termasuk kaitannya dalam hal ini adalah mengenai hukuman perilaku kejahatan dan biopower di dalam rumah sakit dan penjara. Pada awal masa era Victorian di daratan Eropa (abad 16 - abad 17) dulu yang masih dikenal sebagai masa transisi dari “zaman kegelapan” menuju “zaman pencerahan” (renaissance) ketika para ahli hukum di Eropa saat itu masih mengalami kebingungan dalam memutuskan konteks yang jelas mengenai arti “kejahatan” itu sebagai “pathologi social”. Pada masa zaman kegelapan saat itu, warga Eropa yang dianggap tidak produktif (jobless: pengangguran) ditangkap beramai-ramai oleh pihak keamanan dan dimasukkan ke dalam penjara karena menganggap bahwa para pengangguran adalah kelompok orang-orang yang rentan melakukan aksi kejahatan karena matinya fungsi peran social mereka dalam menjalankan kehidupan social bermasyarakat dan bernegara, tidak hanya pengangguran akan tetapi para orang yang mengalami kondisi gangguan jiwa (kegilaan), cacat mental (keterbelakangan), para lawan politik raja yang dianggap membelot, para gelandangan (homeless), para orang yang menderita penyakit menular yang belum ditemukan obatnya pada saat itu juga dinyatakan bersalah oleh pihak kerajaan dan wajib untuk dikarantina dan ditertibkan dengan menjebloskan mereka semua masuk ke dalam penjara, dan para warga yang dianggap melanggar dogma agama (bid’ah) saat itu juga dimasukkan ke dalam penjara oleh pihak pemerintah kerajaan berkuasa di Eropa kala itu yang berkongsi dengan pihak otoritas gereja. Kejahatan pada zaman itu terlihat sangat bias dan tidak jelas batasan social kejahatan yang sesuai dengan ketentuan aturan hukum yang disepakati bersama oleh masyarakat di daratan Eropa pada zaman itu. Sosiolog Michel Foucault kemudian menganggap bahwa kekuasaan ilmu pengetahuan telah membentuk batasan sosial yaitu cara psikiatri mendefinisikan penyakit jiwa membuat pemisahan antara orang gila dengan orang normal, para dokter yang mendefinisikan tentang penyakit saat itu juga telah membuat pemisahan antara orang yang sehat dengan orang yang sakit, berkembangnya ilmu kriminologi juga telah membuat batas pemisahan antara orang yang berkelakuan baik dengan orang yang berkelakuan menyimpang yang disebut “penjahat/kriminil”. Gagasan diciptakan penjara semakin membuat kekuasaan polisi bertambah semakin besar (powerfull). Perkembangan pemahaman studi terhadap kejahatan kemudian berkembang modern pada arah kemajuan yang dimana kini batasan konsep mengenai kejahatan individu sudah tertulis jelas (tidak bias) ke dalam bentuk undang-undang yang telah disepakati bersama oleh warga masyarakat dengan pemerintah yang berkuasa pada saat ini namun kejahatan mengenai kelompok/korporasi/penyalahgunaan kekuasaan dengan maksud kejahatan (abuse power) nampaknya masih mengalami bias dalam proses hukum pidana.



Bias Kejahatan Modern
K
etertarikan saya mengenai perihal “abnormalitas” maka semakin membuat saya tertarik memahami interaksi social masyarakat pada dunia hitam. Selama saya melakukan karya tulis ilmiah dari skripsi hingga thesis sangat concern dan peduli perihal perkembangan dunia prostitusi yang bagi kebanyakan orang termasuk menjadi bagian dari “abnormalitas” itu sendiri karena mereka menjalankan kehidupan yang sangat different (berbeda) bagi orang “normal” kebanyakan. Pemahaman dunia kriminalitas tidak terbatas pada dunia prostitusi saja melainkan dunia organisasi kejahatan (mafia/triad/gangster) secara keseluruhan karena merekalah yang saat ini mengendalikan dunia kriminalitas secara cantik di beberapa belahan dunia (sebenarnya masih ada konsep kajian mengenai anatomi dalam biology criminal/kedokteran forensik dan psikologi criminal yang didasarkan ciri-ciri fisik khas individu sebagai pelaku kejahatan serta motif tindakan perilaku kejahatan tersebut dalam konteks kondisi kejiwaan pelakunya tetapi dalam pembahasan kali ini saya lebih berorientasi kepada factor sosiologis secara kelompok di dalam organisatoris yang memiliki kedok perusahaan dan lobi-lobi mereka terhadap pihak-pihak oknum yang seharusnya memiliki otoritas/kekuasaan dalam melakukan pendisiplinan hukum). Untuk mencari gambaran tentang perihal dunia kriminalitas tersebut maka saya tak segan-segan untuk rajin menonton tayangan TV kabel di rumah yang mengupas investigasi dunia kriminalitas seperti beberapa channel stasiun TV Amerika Serikat yang menayangkan serial film TV “Law and Order”, “CSI: Criminal Scene Investigation”, dan “Criminal Mind” walaupun kisah mereka fiktif tetapi sangat menjelaskan mengenai pergulatan dunia kriminalitas yang berhubungan dengan artis, orang terkenal, pengusaha, atau politisi yang sesungguhnya karena kisah kriminalitas tersebut juga terinspirasi dari beberapa kasus yang terjadi di New York City, Amerika Serikat yang menjadi tempat setting dalam cerita film tersebut. Pembahasan mengenai organisasi criminal sampai saat ini, dinilai masih sedikit karena besarnya resiko nyawa yang harus ditanggung seorang ilmuwan untuk mengupas mekanisme kerja dalam organisasi criminal tersebut namun saya membaca dari sebuah buku berbahasa Inggris terbitan tahun 2007 yang berjudul “The Organized Crime Community: Essays in Honor of Alan Block” yang editornya adalah guru besar ilmu kriminologi dari Universitas Utrecht, Belanda yaitu Prof. Frank Bovenkerk dan guru besar ilmu kriminologi dari Universitas Cardiff, Inggris yaitu Prof. Michael Levi yang di dalam pengantarnya mereka berpendapat bahwa terdapat aliansi diantara pasar ekonomi, kejahatan politik, dan pengawasan terhadap kejahatan. Selain itu organisasi dalam kejahatan juga ikut membentuk streotipikal dari etnis tertentu juga terkadang mendapat image sebagai bagian dari organisasi criminal seperti Jews American, Italian American dan Irish American. Terlepas dari pemahaman buku yang saya sebutkan di atas maka saya juga memiliki asumsi sendiri dari berbagai literature bacaan koran, majalah, dan internet jika organisasi criminal kebanyakan saat ini dikendalikan para kelompok mafia yang biasanya sering melakukan modus penyamaran dengan berkedok sebagai “pengusaha” yang memiliki banyak perusahaan fiktif sehingga memang sangat sulit untuk tersentuh oleh tangan hukum. Kelompok mafia ini bermain sangat cantik dan elegan dengan kecenderungan sangat menipu yang terkadang juga memakai kedok membentuk yayasan sosial dari perusahaannya untuk selalu mendistribusikan bantuan kemanusiaan, memberi bantuan dana penelitian kepada ilmuwan dalam rangka membentuk citra positif dihadapan public masyarakat. Kelompok mafia ini juga memiliki profesi pekerjaan tertentu serta terhormat dan memiliki izin perusahaan secara resmi kepada negara dan terkadang perusahaan mereka juga memberi pemasukan pajak terhadap kas negara. Kejahatan individual biasanya sangat mudah dideteksi oleh pihak kepolisian karena tidak melibatkan banyak orang namun jika kejahatan korporasi sangat susah untuk dideteksi karena pemilik perusahaan biasanya berasal dari kalangan orang-orang terhormat dan terkenal, memiliki power (kekuasaan) yang cukup berpengaruh, dan memiliki hubungan relasi yang sangat baik dari para politikus, petinggi, dan pejabat yang memiliki kekuasaan di suatu negara tertentu yang menjadi ladang investasi bisnisnya. Fenomena kejahatan ini kemudian dikategorikan oleh  sosiolog criminal kenamaan yakni E. Sutherland dengan istilah “white-collar crime”. Melalui analisis studinya pada tahun 1939, Sutherland menganggap jika hukum dalam melakukan mekanisme kerjanya bersifat “tebang-pilih” dan sangat sulit menyeret mereka ke dalam pengadilan pidana karena ‘penjahat kerah putih’ mempunyai pengaruh kekuasaan yang kuat (powerfull). Hal ini menurut saya bisa dipahami karena 'penjahat kerah putih' mempunyai link koneksi dengan penguasa setempat serta memiliki lawyer (pengacara) handal dan mahal yang selalu siap melakukan lobi-lobi ke pengadilan dengan tebusan uang jaminan sebagai syarat pembebasan klien-nya apabila mengalami permasalahan hukum. Seorang tokoh sosiolog criminal Edward Ross juga menyebut istilah “white-collar crime” ini dengan sebutan “criminaloid” yang artinya kebal hukum. Dampak kejahatan korporasi criminal ini sangat besar pengaruhnya terhadap masyarakat luas seperti contoh kasus: Terjadi pada negara-negara Amerika Latin seperti Mafia Kolombia dan Mafia Meksiko yang melakukan kegiatan “Black Industry” yaitu industry-illegal seperti heroin, opium maupun jenis narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya yang pendistribusiannya terkadang dimasukkan ke dalam produk kemasan makanan untuk menghindari pemantauan dan pemeriksaan dari pihak kepolisian negara setempat yang dibantu FBI Amerika Serikat yang hal ini marak terjadi di negara-negara kawasan tersebut bahkan sering ditemukan bangkai kapal selam di kawasan hutan Amazon dekat negara Brasil yang biasa digunakan para kelompok mafia ini untuk menyelundupkan narkotika melalui jalur bawah laut; monopoli industry pornografi yang dilakukan kelompok mafia Yakuza di Jepang yang hampir menguasai seluruh asset-aset industri pembuatan film porno Japan Adult Video dan bisnis pemerasan di negeri Sakura; Adanya beberapa perusahaan internasional yang melakukan kejahatan lingkungan dengan membuang limbah secara sembarangan ke lingkungan perairan negara tertentu dan pihak manajemen perusahaan menolak memberi kompensasi ganti rugi untuk menyelamatkan keuangan perusahaan dari kerugian yang lebih besar; Perusahaan yang melakukan kegagalan produk baik otomotif, kosmetika, obat-obatan, dan makanan yang ternyata sangat merugikan para konsumen yang hal ini langsung ditutup-tutupi oleh pihak manajemen perusahaan untuk mengamankan aset-aset perusahaan dari segala tuntutan hukum; dan kejahatan perbankan yang dulu pernah marak di Indonesia yaitu bankir-bankir nakal yang memiliki bank-bank swasta dan kemudian buron melarikan uang nasabahnya ke luar negeri setelah menerima bantuan BLBI ketika terjadi krisis moneter Asia tahun 1998. Tidak hanya pengusaha nakal saja tetapi para oknum birokrat pemerintah bisa terlibat dalam hal ini karena menerima suap dari para pengusaha yang ingin melicinkan urusan masalah bisnisnya. Kejahatan korporasi sangat merugikan rakyat karena membuat rakyat menjadi miskin dan kecenderungan terhadap bentuk-bentuk pemerintahan yang korup.



Akhir dari Korporasi Kejahatan?
K
ejahatan organisasi melalui bentuk kejahatan korporasi nampaknya masih sangat sulit diberantas di belahan bumi manapun walaupun tanpa perlu bersikap skeptis terhadap perubahan yang ada. Pengaruh dalam organisasi kejahatan sangat kompleks dan besar karena melibatkan system hukum dan ekonomi yang bekerja pada saat ini dari para pekerja, manajer, pengusaha, direksi, pemilik saham, pihak keamanan, pengacara, dan pemerintah apalagi situasi ini akan sulit jika harus menghadapi pada suatu rezim pemerintahan yang korup di suatu negara. Kelicinan organisasi kejahatan ini biasanya melakukan “cuci tangan” dengan mengorbankan beberapa anggotanya untuk menyelamatkan organisasi secara keseluruhan dan korbannya biasanya adalah anggota organisasi atau karyawan dari sebuah perusahaan korporasi kejahatan yang tidak memiliki kekuasaan (powerless) serta dituduh lalai dan merugikan orang banyak dan merusak citra nama baik perusahaan sehingga layak menerima tuntutan hukum dari masyarakat atau pemerintah. Kejahatan korporasi sulit untuk ditindak karena keberadaan perusahaan korporasi masih dianggap sendi nafas ekonomi dalam memperoleh pekerjaan dan menghidupi keluarga di masyarakat (bagi orang-orang yang berpikir realistis terkadang tidak mempedulikan hal ini karena tanggungan kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak untuk kebutuhan keluarga jauh lebih penting!). Di luar negeri biasanya tindakan hukum terhadap perusahaan korporasi yang dianggap melanggar hukum biasanya dikenai tindakan tuntutan terhadap perusahaan korporasinya, korporasi bersama dengan pegawainya, atau pegawainya saja melalui konsep pengesahan (ratifikasi) dan pembiaran (tolerasi). Tampaknya pendapat dari ahli sosiologi hukum pidana (Chambliss dan Seidman) perlu menjadi renungan bahwa kejahatan bukan permasalahan amoralitas melainkan masalah yang bersifat politik, karena pembentukan undang-undang sering menjadi bagian dari kepentingan tangan panjang, lobi-lobi pendekatan dari kebutuhan social kelompok tertentu yang memiliki kekuasaan (di Amerika Serikat terkenal dengan istilah “Lobi Yahudi”). Hal ini yang saya lihat dari organisasi kejahatan yang memiliki korporasi yang sulit untuk tersentuh hukum karena lobi-lobi cerdas pengusaha korporasi tersebut kepada oknum agen pemerintah yang korup karena merasa memiliki kepentingan hukum atas perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah untuk melanggengkan keuntungan perusahaannya. Nampaknya saya harus semakin rajin untuk menonton serial TV: “Law and Order”, “CSI: Criminal Scene Investigation”, dan “Criminal Mind” selama dalam proses memahami fenomena social ‘Anomalie’ dalam dunia kriminalitas terutama kejahatan korporasi ini nampaknya yang mulai berpola lintas negara dalam pengaruh arus globalisasi dan model capital flight. Godaan sumbangan kekayaan dari korporasi kejahatan lintas negara tersebut mungkin saja bisa menggoyahkan keimanan para oknum agen pemerintah yang selama ini mengalami kondisi kesulitan ekonomi karena faktor kecilnya gaji yang diperoleh tiap bulan dan mungkin saja bisa berbalik justru meningkatkan prinsip keyakinan suci dari para agen pemerintah yang masih bersikap terhormat dan bertanggung jawab terhadap kewibawaan negara untuk melawan dan tidak tergoda iming-iming penawaran dari sumbangan kekayaan dari pihak korporasi kejahatan sehingga praktek suap, kolusi, dan korupsi dapat diberantas. Semoga…
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sumber Referensi:
-Prof. Dr. I. S. Susanto., S.H. (tanpa tahun). “Diktat Kriminologi”. Purwokerto. Penerbit: Universitas Wijayakusuma.
-Prof. Frank Bovenkerk dan Prof. Michael Levi. et.al. (2007). “The Organized Crime Community: Essays in Honor of Alan A. Block”.  New York. Springer Science + Business Media Publisher.
-Haryatmoko. “Kekuasaan Melahirkan Anti Kekuasaan”. Basis edisi nomor 01-02, Tahun ke 51, Januari-Februari 2002.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus