Artikel

Rabu, 17 Juli 2013

"DIALOGUE WITH GUS DUR: HUMANISM RELIGION"





Kata Pengantar: Nur Bintang*

Hari ini adalah tulisan postingan pertama saya di bulan suci Ramadhan di tahun 2013. Karena masih berkaitan dengan suasana ibadah puasa di bulan suci Ramadhan maka pada edisi posting saya kali ini akan membahas tentang sosok tokoh penting dunia pesantren dari Jawa Timur yaitu Alm. KH. Abdurrahman Wahid (1940-2009) atau yang biasa dikenal dengan panggilan Gus Dur. Menurut kacamata saya, negara Indonesia hingga sampai detik ini hanya pernah dipimpin oleh tiga presiden yang memiliki latar belakang akademisi dengan pengaruh tradisi intelektual yang begitu kuat, yakni Ir. Soekarno, Prof. BJ. Habibie, dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saya selaku karyawan yang bekerja sebagai seorang editor buku terus terang mengakui jika saya juga ikut belajar dan menimba ilmu dari pemikiran Gus Dur, terutama yang berkaitan mengenai aspek filsafat, sosiologi agama, pluralitas, demokrasi, dan rasa toleransi kerukunan antarumat beragama.

Awal karier pekerjaan Gus Dur pada tahun 1970-an, sebelum beliau diangkat menjadi seorang guru di madrasah dan seorang dosen pengajar di universitas ialah melakukan segala bentuk aktivitas intelektualitas yang tidak pernah terlepas dari dunia tulis-menulis. Pengalaman Gus Dur terlebih dahulu yaitu pernah bekerja sebagai seorang jurnalis dan kontributor pada majalah “Prisma” yang didirikan oleh LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan, Ekonomi dan Sosial). Saya sendiri pernah membaca beberapa buku yang dimana Gus Dur ikut berperan sebagai seorang editor dari beberapa buku yang diterbitkan dan saya akui jika hasil editing naskah dari penulis yang dilakukan oleh Gus Dur  di dalam buku tersebut sangat menarik, enak dibaca, dan mudah untuk dipahami oleh pembaca karena menggunakan bahasa yang sederhana namun tetap berbobot. Gus Dur menurut sepengetahuan saya juga sempat memberikan tulisan pada kata sambutan di dalam sebuah buku pengantar mengenai pemikiran tokoh sosiologi pendidikan kritis Amerika Latin asal Brasil yakni Paulo Freire dan beberapa buku yang bernafaskan Islam. Latar belakang keilmuan akademis Gus Dur memang tidak diragukan lagi karena pengalaman beliau yang dulu sempat menuntut ilmu di beberapa negara di Timur-Tengah seperti di Universitas Al-Azhar, Kairo di Mesir dan Universitas Baghdad di Irak bahkan Gus Dur juga sempat singgah mencari ilmu ke beberapa negara maju di benua Eropa seperti Belanda, Jerman, dan Perancis.

Menurut hemat saya, pemikiran Gus Dur dianggap cukup berhasil memberikan nafas dan perspektif baru dalam kajian agama Islam terutama yang berkaitan dengan aspek filsafat agama dan aspek sosiologi agama yang dimana dalam kedua bidang tersebut nampak kedalaman pemahaman keilmuan Gus Dur. Saya hanya bisa mengatakan jika Gus Dur sebagai “Guru Bangsa” layak untuk menjadi salah satu tokoh sosiologi modern dari Indonesia. Gus Dur bisa memahami dan mendalami kajian permasalahan sosiologis secara original khas dari sudut pandang budaya Indonesia dan bukan dari sudut pandang budaya Eropa yang selama ini selalu menjadi kiblat alat pisau analisa bagi kebanyakan para akademisi dan ilmuwan sosiolog di Indonesia. Gus Dur juga dianggap cukup berhasil mempraktekkan beberapa kebijakan sosiologisnya secara nyata dengan penuh semangat solidaritas sosial dan penuh rasa toleransi selama dahulu beliau duduk menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-4 yang dimana salah satu diantara kebijakannya yang sangat populer ketika itu ialah menghidupkan kembali unsur-unsur pelaksanaan maupun perayaan kebudayaan Tiongkok di Indonesia yang dahulu sempat vacuum dan dilarang keras selama 32 tahun ketika rezim Orde Baru berkuasa di bawah pemerintahan otoriter Jenderal Soeharto.

Di bawah ini adalah petikan dialog Gus Dur bersama santrinya dahulu yang saya ambil dari fans page Kongkow Bareng Gus Dur pada media sosial facebook. Saya rasa petikan dialog Gus Dur dengan santrinya ini sangat berbobot dan penuh pemahaman dan penghayatan filosofi keagamaan yang cukup mendalam untuk dihayati sehingga dapat memberikan pelajaran berharga dalam sudut pandangan yang lebih baru ketika mempelajari filsafat agama dan sosiologi agama. Petikan dialog Gus Dur bersama santrinya yang sangat haus mencari pencerahan ilmu dapat kita simak di bawah ini sebagai berikut.

Santri : "Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!"

Gus Dur : "Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam, kenapa Kang?"

Santri : "Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu makan buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak tergoda Iblis maka kita sebagai anak cucunya ini tetap tinggal di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal di bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara terkorup, sudah begitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu, Gus?"

Gus Dur : "Ya tidak tahulah, saya khan juga belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya."

Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai tergoda?"

Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi." 

Santri : "Anti-aging begitu, Gus?"

Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal."

Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya."

Gus Dur : "Lho, Iblis itu khan seniornya Nabi Adam."

Santri : "Maksudnya senior apa itu, Gus?"

Gusdur : "Iblis khan lebih dulu tinggal di surga daripada Nabi Adam dan Siti Hawa."

Santri : "Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?"

Gus Dur :  "Iblis itu dulunya juga penghuni surga, terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis lalu bisa membisik dan menggoda Nabi Adam."

Santri :  "Oh iya, ya. Tapi, walaupun Iblis yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Akibatnya, aku jadi miskin kayak gini."

Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah berfirman kepada para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi."

Santri : "Lah, tapi khan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?"

Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam ilmu bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).

Santri :  "Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?"

Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau diturunkan ke bumi."

Santri :  "Aneh."

Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?"

Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan."

Gus Dur : "Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tetapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Namun meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat."

Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?"

Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa meminta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita hanya bisa meminta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang tidak."

Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?"

Gus Dur : "Dua-duanya."

Santri : "Kok dua-duanya?"

Gus Dur : "Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan."

Santri : "Ya kalo cuma begitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus."

Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak bertobat, akhirnya dia terkutuk sampai  hari kiamat."

Santri : "Ooh..."

Gus Dur : "Jadi intinya begitulah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya seperti iblis itu yang sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa paling benar sendiri, sehingga menjadi sombong."

Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?"

Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu."

Santri :  "Masa sih, Gus?"

Gus Dur : "Lho, khan dia pernah bertemu dengan Tuhan, pernah dialog segala kok."

Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia apa?"

Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran."

Santri : "Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh."

Gus Dur : "Siapa? Ente?

Santri : "Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid'ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah nih, Gus. Orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak. Setelah itu, mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh."

Gus Dur : "Wah, persis Iblis tuh."

Santri : "Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka mati nanti masuk surga katanya."

Gus Dur : "Siap mati, tapi tidak siap hidup."

Santri : "Bedanya apa, Gus?"

Gus Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak siap menjalankan agama."

Santri : "Lho, kok begitu?"

Gus Dur :  "Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan khan waktu beliau diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga."

Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?"

Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!"

Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur."

Silahkan tafsirkan sendiri dialog antara Gus Dur dengan santri di atas dan renungkan makna filosofis yang terkandung dalam dialog tersebut. Penafsiran saya terhadap dialog di atas sangat menyentuh hati saya karena memang pada dasarnya semua agama diciptakan oleh Tuhan sebagai pedoman hidup manusia di dunia dengan tujuan untuk melakukan kebaikan terhadap sesama. Hikmah yang saya dapat dari dialog di atas mengajarkan bahwa pada dasarnya manusia adalah tempatnya lupa dan salah namun sebaik-baik manusia adalah manusia yang mau sadar dan merubah dirinya secara lebih baik dengan selalu berbuat kebaikan serta memberi manfaat kepada sesama manusia. 


*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus