Artikel

Jumat, 15 Februari 2013

“QUALITATIVE RESEARCH: DESCRIPTIVE AND ANALYTICAL”




Ditulis Oleh: Nur Bintang*


This posting tell about social research in qualitative tradition. Sebagai seorang pembelajar dan masih terus untuk belajar maka dalam postingan kali ini saya akan membahas mengenai tradisi penelitian dalam metodologi kualitatif  yang dalam kajian keilmuan sosiologi sebenarnya metode penelitian ini masih tergolong baru setelah selama beberapa dekade yang lampau terkungkung dalam tradisi positivisme penelitian kuantitatif  yang kaku dan hanya selalu mengandalkan perhitungan angka statistik di dalam penjelasan fenomena social. Pada masa lalu penelitian sosiologi selalu berkiblat pada perhitungan angka statistik (kuantitatif) berbeda dengan penelitian antropologi yang selalu berkiblat pada penelitian kualitatif deskriptif melalui pendekatan etnografi berdasarkan observasi langsung hasil data wawancara kepada informan. Namun saat ini, penelitian kualitatif sudah masuk ke dalam ranah kajian ilmu sosiologi seiring perkembangan ilmu sosiologi yang kini juga membahas permasalahan kebudayaan (cultural studies). 

Jadi bisa dibilang kajian sosiologi dan antropologi kini hanya berbeda seperti benang tipis saja seiring majunya ilmu pengetahuan sosial. Adapun perbedaan yang sangat menyolok di dalam kajian penelitian kualitatif ini karena perhitungan data angka statistik deskriptif  bisa diikutsertakan sekedar untuk melengkapi data pokok wawancara yang menjadi ciri khas dari penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang paling fleksibel (bebas) menurut hemat saya bahkan sewaktu mengikuti workshop metodologi penelitian dulu dosen saya pernah berkata, ”Penelitian kualitatif yang baik adalah penelitian yang ketika kita membaca penelitian itu serasa seperti membaca sebuah novel”. Ya.. sangat unik dan menarik. Jadi siapkah anda membuat novel ilmiah ini..?? tapi bukan sembarang tulisan novel karena di dalam metodologi kualitatif tidak hanya sekedar menulis dan bercerita secara deskriptif tetapi juga harus menganalisa mengapa fenomena social itu dapat terjadi. Penjelasan fenomena social itu harus bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya oleh sang peneliti itu sendiri. Berikut adalah tulisan lama saya yang saya rangkum dari banyak buku mengenai penelitian kualitatif karena posisi saya masih di Jakarta sedangkan buku-buku saya banyak yang tertinggal di kampung maka saya belum sempat mencantumkan referensi bukunya tapi hal tersebut tidak mengurangi keinginan saya untuk terus berbagi ilmu kepada pembaca sekalian. Semoga bermanfaat!

- Qualitative Mapping/Pemetaan alur penelitian kualitatif
Saya akan mengambil contoh judul penelitian kualitatif di bawah ini:

Demam K-Pop Remaja Sekolahan (Studi kasus tentang Persepsi dan Sikap Siswa Sekolah "A" terhadap Kebudayaan Pop Korea di Indonesia)

-Latar belakang masalah yang menjelaskan mengapa fenomena social tersebut menarik dan perlu untuk diteliti serta hal apakah yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang sudah lebih dulu ada.

-Perumusan masalah eksplanatoris yang mengandung paling sedikit dua variabel yaitu variabel X dan variabel Y. Masing-masing variabel yakni 'persepsi' dan 'sikap' perlu dibuat tabel indikator secara lebih spesifik.
Cth:  -Bagaimanakah persepsi siswa sekolah "A" terhadap kehadiran budaya K-Pop di Indonesia?
        -Bagaimanakah sikap siswa sekolah "A" terhadap kehadiran budaya K-Pop di Indonesia?

-Contoh teori yang bisa digunakan sebagai pisau analisa masalah:
Teori fenomenologi dari Alred Schultz dengan cara memahami kesadaran hidup orang lain atau Teori interaksionisme simbolik dari G.H. Mead dengan melihat pada konteks behaviorisme psikologi social dengan memusatkan pada aktor dan perilakunya dalam lingkungan sosialnya (interaksi individu dengan kelompoknya).

-Penelitian yang cocok membahas penelitian di atas:
Studi kasus: Mengeksplorasi masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari bisa berupa jalannya kegiatan program, peristiwa, aktivitas, atau individu.

-Saya akan memberi contoh beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dalam disiplin ilmu sosiologi beserta rumusan masalahnya untuk memberi gambaran lebih jelas mengenai penelitian kualitatif sebagai berikut:

Studi Kasus
Judul penelitian:
Model Partisipasif  Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus di Desa “A”, Kecamatan “B”, Kabupaten “C”).
Rumusan Masalah:
Bagaimanakah model partisipasif program pemberdayaan masyarakat di Desa "A" diselenggarakan?

Etnometodologi:
Judul penelitian:
Dilarang Menikah! (Kajian Etnometodologi Tentang Larangan Adat Menikah Lintas Desa antara Desa “A” dan Desa “B”).
Rumusan Masalah:
Bagaimanakah masyarakat desa memandang dan menjelaskan aturan adat larangan menikah lintas desa diantara kedua desa tersebut?

Fenomenologi
Judul Penelitian:
Pemahaman Perempuan Pekerja Seks Tentang Kesehatan Reproduksi (Kajian Fenomenologi Perempuan Pekerja Seks di Lokalisasi “A”).
Rumusan Masalah:
Bagaimanakah para perempuan pekerja seks memahami makna dari kesehatan reproduksi?

-Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif :
Etnometodologi: Metode penelitian yang dilaksanakan dengan mengamati perilaku indvidu atau masyarakat dalam mengambil tindakan yang disadarinya dan cara mengambil tindakannya.
Fenomenologi: Metode penelitian yang dilakukan menggambarkan arti dari sebuah pengalaman hidup dari beberapa orang tentang sebuah konsep atau fenomena.
Studi Kasus: Metode penelitian yang dilaksanakan dengan mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, pengambilan data yang mendalam. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu.
Etnografi: Metode penelitian dengan cara mendeskripsikan kehidupan budaya sehari-hari masyarakat atau suku-suku di pedalaman dengan cara partisipatif yang mengharuskan peneliti untuk tinggal bersama dengan mereka selama jeda beberapa waktu tertentu (biasanya para antropolog  membutuhkan waktu paling sedikit minimal satu tahun untuk memilih penelitian jenis ini hingga waktu yang tidak terbatas sesuai dengan kebutuhan peneliti sendiri ketika dalam proses mengumpulkan data). Penelitian etnografi sekarang juga sudah mulai diadopsi sosiologi dari kajian ilmu antropologi.
Interaksionisme Simbolik: Metode penelitian yang berusaha menafsirkan dan menjelaskan tindakan individu dalam kaitan hubungan interaksi individu sebagai aktor dengan lingkungan sosialnya. Kajian ini biasa digunakan dalam tema-tema psikologi social.
Grounded Research: Penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan teori terkait dengan hubungan interaksi di dalam fenomena sosial yang bergerak secara empirik hingga ke teoritik. Penelitian ini biasanya dilakukan peneliti tanpa ada praduga teori ketika berada di lokasi penelitian. Analisa teori mengikuti temuan perkembangan fenomena sosial di lokasi penelitian agar menghasilkan penemuan teori yang tepat.

CULTURAL STUDIES (Kajian Ilmu Budaya):

Apa itu CDA?
Discourse berhubungan dengan POWER atau KEKUASAAN dari idiologi, gender, kelas social, etnisitas, golongan usia dll.  Bila merujuk pada pemikiran Post-Strukturalis dari Perancis yakni Michel Foucault bahwa kekuasaan itu tersebar dimana-mana. Relasi kekuasaan dapat dilihat dari “dominasi” dan “hegemoni” dari sebuah teks tulisan (maksud tulisan), gambar (maksud gambar), atau film (arah sorot kamera) terhadap objek sesuatu. Kajian Cultural Studies menggunakan pendekatan interdisipliner (berbagai disiplin ilmu) seperti sosiologi, sastra, sejarah, sosiolinguistik, komunikasi, analisis media, antropologi, kajian multikultural dll. Lazimnya penelitian ini menggunakan metode Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) yang biasa disingkat dengan CDA dalam bentuk analisis teks maupun analisis gambar/film seperti halnya dalam penelitian semiotika dan hermeunetika.

CDA (Critical Discourse Analysis) adalah suatu perspektif yang masuk ke dalam ranah studi “Postmodern” dan bermahzab konstruksionis dalam kaitan bentuk kajian yang bertemakan Post-Strukturalis dan Post-Kolonial dalam menafsirkan hubungan relasi kekuasaan yang terdapat di dalam simbol atau bahasa. Konsep pemikiran CDA berakar dari pengaruh tradisi Marxian (Mahzab Frankfurt) yang melihat segala suatu fenomena social secara kritis dan penuh kecurigaan maka CDA tidak menyibukkan diri untuk mencari kebenaran dari suatu fakta dan realita yang terjadi. CDA lebih memandang fakta  (berbentuk gambar, tulisan, graffiti, maupun percakapan) sebagai suatu teks yang terkonstruksi berdasarkan kompleksitas konteks dan kepentingan yang melatar belakanginya. Teks memiliki mekanismenya sendiri ketika diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan dengan maksud kepentingan tujuan tertentu. Dalam hal ini teks merupakan sesuatu yang selalu dipengaruhi dan juga mempengaruhi teks yang lain meskipun secara metodologi CDA belum terstandardisasi dengan baik lain halnya seperti positivisme (statistik social) ataupun fenomenologi yang sudah kokoh standardisasi metodologinya namun penggunaan CDA saat ini di ranah kajian ilmu-ilmu social sudah semakin dianggap penting keberadaannya seiring kemajuan teknologi media massa yang semakin berkembang.

Karakter dan Metode CDA:
-Wacana selalu muncul dalam hubungan kekuasaan yang perinsip dasarnya adalah: tindakan, konteks, historis, kekuasaan, dan idiologi.
-Bahasa adalah manifestasi dari konteks (lisan atau tulis), situasi diluar konteks yang mempengaruhi pemakaian bahasa dan wacana (keseluruhan antara teks dan konteks yang saling menyatu).

Contoh CDA:
Penayangan iklan sabun di televisi yang selalu memakai model wanita cantik berkulit  putih alami. Analisis wacana kritisnya bahwa wanita cantik tidak selalu identik dengan berkulit putih, akibat kapitalisasi produk kecantikan lewat media massa di televisi. Warna kulit hitam juga bisa dikatakan cantik apabila mempunyai karakter  inner beauty” yang kuat karena memiliki intelegensi kepintaran, sopan-santun, dan anggun. Jadi konstruksi media yang selalu mewacanakan wanita cantik itu harus berkulit putih bisa dibantah/dipatahkan kebenarannya.

Level Mikro dan Level Makro dalam penelitian CDA:
-Level Mikro CDA: Penggunaan bahasa, wacana, interaksi verbal, dan komunikasi.
-Level Makro CDA: Relasi kekuasaan (power), dominasi/hegemoni, ketidakadilan kelompok social (kaum marginal), idiologi simbol, identitas budaya atau identitas sosial.

---------------------------
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

1 komentar:

  1. Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..

    BalasHapus