Artikel

Jumat, 29 Juni 2012

“POSTMODERN THINKERS”


Peletak Pemikiran Postmodern "Friedrich Nietzsche"


Ditulis oleh: Nur Bintang*


"Saya akan menjelaskan pemahaman mengenai "Postmodern" secara ringkas. Diharapkan agar mudah untuk dimengerti oleh para pembaca sekalian sebagai sesama orang yang masih terus untuk belajar bersama-sama. Pernah suatu saat saya memposting tulisan yang cukup berat, padat, dan penuh bahasa istilah-istilah filsafat malah akhirnya justru membingungkan para pembaca. Pengalaman tersebut memberi pelajaran kepada saya untuk bisa menyederhanakan tulisan agar mudah dipahami serta ditulis dengan gaya bahasa yang sederhana. Intinya, tulisan saya bisa dimengerti oleh pembaca yang awam sekalipun. Semoga..."

Arti Postmodern: Postmodernisme lahir di tengah kondisi era modernisasi sekarang yang tidak menentu. Segala hal yang berbau modern pasti disangkut pautkan dengan “rasionalitas”, “teknosentris”, dan “positivistik” yang diharapkan dapat memberikan tatanan perubahan social yang membangun peradaban demi mencapai kesejahteraan manusia. Namun seiring perkembangan zaman peradaban manusia ternyata “rasionalitas” dan "teknologi" yang selalu dianggap kiblat oleh kaum modernisme itu ternyata tidak memberikan kontribusi dalam menyejahterakan masyarakat justru perkembangan modernisme era sekarang dianggap telah banyak memakan korban sosial karena telah menurunkan harkat dan diri manusia selayaknya. Keangkuhan modernisme yang berbau “rasionalitas” dan "teknologi" ini digugat oleh postmodernisme. Bisa dianggap kehadiran postmodernis berperan aktif untuk mengkritik habis-habisan modernisme yang selama ini dianggap angkuh karena telah menciptakan kesenjangan ekonomi dan kemiskinan, rasisme, pengangguran, kesenjangan sosial, ancaman perang teknologi yaitu senjata nuklir dan senjata biologis, dehumanisasi akibat pengaruh gaya hidup modern seperti hedonisme dan konsumerisme, peran sosial manusia yang tergerus dan tergantikan oleh keberadaan cyborg (robot buatan). Modernisme dianggap oleh para filsuf postmodernis hanya berpihak kepada pemegang kepentingan elite kekuasaan, dan cenderung tidak mempedulikan sisi spiritual mistik dan metafisik serta hanya berfokus pada atribut fisik manusia semata. Post modernisme hadir untuk menolak penyeragaman yang dilakukan oleh modernisme (anti-sentralistik). Keberagaman adalah hal unik oleh sebab itu postmodernisme menentang adanya kebenaran absolut tunggal. Sebutan bagi masyarakat postmodern menurut tokoh filsuf postmodern asal Perancis yakni Jean Baudrillard adalah masyarakat yang mulai berubah dari pemanfaatan konsumsi asas manfaat nilai produksi dari segi faktor ekonomi menjadi asas pemanfaatan konsumsi “symbol” atau “tanda”. Penulis akan memberikan contoh soal pemakaian produk tas yang bermerk “GUCCI” atau jam tangan yang bermerk “ROLEX” di masyarakat bisa dianggap mempunyai simbol kelas elite sosial (kelas atas) tertentu karena penggunaan terhadap produk tersebut akan menaikan citra status sosial dari pemakainya. Nilai asas manfaat dari suatu barang telah hilang dan bergeser menjadi cita rasa gengsi sosial dari pemakainya. 

NIHILISME sebagai landasan pemikiran sosiologi Postmodernisme: "Nihilisme" mempunyai arti kata nihil, nol, atau tidak ada kebenaran mutlak. Doktrin filsafat sosial ini berasal dari Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900) seorang filsuf Jerman yang karya-karyanya sangat dikagumi oleh pemimpin fasisme Nazi Jerman kala itu yakni Adolf Hitler. "Nihilisme"  merupakan filsafat yang menolak satu atau lebih makna aspek kehidupan bahwa hidup adalah tanpa makna obyektif atau nilai intrinsik. Nilai moral adalah sesuatu yang abstrak jadi semuanya bernilai "nol". Friedrich Nietzsche  melakukan dekonstruksi (pembongkaran) terhadap alkitab (yang dimana dekonstruksi yang dilakukan Nietzsche ini dimetodologikan oleh Derrida, seorang tokoh Postmodern dari Perancis). Nietzsche mencetuskan istilah "Runtuhnya Peradaban Barat" dan menganggap keimanan agama dalam 'science' (logosentrisme) menghasilkan kebenaran absolut yang hanya menghasilkan "intelektual mental budak". Nietzsche mengumandangkan tesis "Tuhan sudah mati" (God is dead) dan tesis "Manusia Super" (Superman) yang mengguncang Eropa waktu itu. Nietzsche percaya terhadap spirit pemikiran masa depan (hidup 100 tahun) maksudnya pemikiran Nietzsche yang kontroversial dan dihujat kaum agamawan di Eropa pada suatu saat akan terbukti kebenarannya selama 100 tahun ke depan. Inti pemikiran dari tesis "Manusia Super" yang dicetuskan Nietzsche adalah "jangan takut pada pengetahuan, mitos, ajaran keagamaan yang belum diketahui kebenarannya". Jangan mempunyai jiwa spirit "mentalitas budak" atau "skaleven mentalitat" tetapi lawanlah logosentrisme ilmu pengetahuan dengan mengubah diri sendiri menjadi "mentalitas tuan" atau "heren mentalitat". Karya pemikiran Nietzsche yang fenomenal adalah "The Spoke of Zarathustra" atau "Sabda Zarathustra" yang inti pemikirannya adalah "jangan percaya pada kata agama, kata nabi, tetapilah percayalah apa kata saya". Nietzsche menganggap bahwa makna kata "TUHAN" tidak dapat didefinisikan oleh kata-kata karena konsep kata mengenai "Tuhan" justru akan mengkerdilkan makna besar dari arti nama "Tuhan" itu sendiri. Friedrich Nietzsche selama sisa hidupnya lebih banyak mengembara singgah ke beberapa tempat untuk berpikir ide dan menulis. Gaji pensiunan sebagai seorang pengajar tidaklah cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya sehari-hari. Nietzche sendiri meninggal dalam kondisi mengenaskan karena mengalami kegilaan (gangguan sakit jiwa) dan menderita penyakit syphilis. Pemikiran Nietzche sampai saat ini sangat dihormati di negeri asalnya, Jerman bahkan hingga sekarangpun masih dikenang oleh banyak akademisi sebagai landasan filsafat yang penuh kontroversial dan mampu mengguncang dunia filsafat hingga sampai saat ini.












FOUNDING FATHER (tokoh Post-Modernisme, Post-Strukturalisme dan Post-Kolonial): Postmodernisme, Post strukturalisme, dan Post-kolonialisme (Kritis, skeptis, dan dekonstruktif) umumnya cenderung kepada teori linguistik dari "Strukturalisme" yang dibangun Ferdinand Saussure yang memahami struktur dan sistem bahasa bersifat stabil dan tertutup, C. Levi-Strauss ingin meminggirkan manusia sebagai subjek, dan mencari penyebab struktural di balik subjek itu, yang kemudian berkembang kepada "Post-Strukturalis" pada "teori wacana" yang diusung oleh Michel Foucault yang menganggap rangkaian kata dalam teks dapat memproduksi sesuatu yang lain. Perluasan dimensi makna kata akan mempengaruhi sistem sosial budaya manusia hingga sampai berpengaruh kepada pikiran manusia ex: kata label "pintar" yang ditujukan pada seseorang akan mempengaruhi orang tersebut untuk berperilaku dan berpikir seperti seorang intelektual yang dianggap pintar serta menunjukkan kekuasaan ilmu pengetahuannya sebagai orang pintar ketika berinteraksi dengan orang-orang yang dianggap bodoh sedangkan kata label "bodoh" yang ditujukan kepada seseorang akan mempengaruhi orang tersebut untuk berperilaku dan berpikir seperti orang yang dianggap bodoh sehingga cenderung bersikap inferior/ merasa tidak memiliki kekuasaan ilmu pengetahuan bila berinteraksi dengan orang-orang yang dianggap pintar. Lazimnya teori Strukturalis dan teori Poststrukturalis dilakukan melalui analisis wacana (discourse analysis): hermeunetika (menafsirkan teks secara kritis) dan semiotika (sistem tanda komunikasi). "Postmodern" juga melakukan pendekatan yang serupa melalui analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) yakni membongkar wacana dominan (dekonstruksi) dari Derrida dengan menganggap bahwa makna itu bersifat "tidak stabil" dalam tafsir sejarah dan didekonstruksikan oleh pihak yang berkuasa saat itu ex: Si Pitung adalah pemberontak dalam sejarah penjajahan kolonial Hindia-Belanda tetapi Si Pitung dianggap sebagai sosok pahlawan (Robin Hood) bagi sejarah rakyat di Indonesia; Bahasa berbicara mengenai kekuasaan ex: adanya tahapan bahasa bertingkat dalam bahasa Jawa dan bahasa Jawa "krama inggil" dianggap sebagai "bahasa Jawa baik dan sopan" oleh Penguasa Keraton eks kerajaan Mataram di Pulau Jawa. Postmo=> Narasi Kecil, Tokoh Pemikir Sosiologi Post-Modern: Nietzsche: Runtuhnya Peradaban Barat; Michel Foucault: Relasi Kekuasaan (kegilaan, panopticon, klinik, sejarah seksualitas); Baudrillard: Consumer Society (Simulacrum); Derrida: Dekonstruksi (Madonna Connection); Lyotard: The Death of Grand Naration; Virillio: Dromology; Pierre Bourdieu: Habitus. 


Tokoh besar pemikir Post-Kolonial: Edward Said


Post-Kolonialisme berasal dari kajian lingkungan sastra di Inggris yang mempunyai spesialisasi mengkaji karya penulis dari negara-negara jajahan. Edward Said, seorang tokoh intelektual berdarah Palestina yang bermukim di Amerika Serikat dan berhasil menjadi guru besar kajian sastra di Columbia University, Amerika Serikat. Karya  Edward Said yang sangat mempengaruhi tradisi kajian pemikiran Post-Kolonial adalah melalui bukunya yang berjudul "Orientalism" dengan melihat serta memperhatikan penjajahan gaya baru melalui "sign/tanda" dari Barat (Amerika dan Eropa) ke seluruh dunia. Pendekatan yang dilakukan oleh Post-Kolonial juga menggunakan pendekatan yang dilakukan oleh Post Strukturalis dengan melakukan dekonstruksi (pembongkaran) dengan menelanjangi idiologi yang terselubung dibalik wacana dominan ex: "Timur" mewakili makna "bangsa Asia" dianggap memiliki warisan budaya primitif yang penuh mistik dan takhayul dengan maksud tujuan untuk membesarkan citra "Barat" yakni "bangsa Amerika dan Eropa" sebagai simbol pelopor kemajuan peradaban dunia yang mewartakan dan menyebarkan ilmu pengetahuan logika dan filsafat pencerahan ke seluruh dunia dengan tujuan untuk mewacanakan kepada dunia perihal kemajuan superioritas Barat. Jejak Post Kolonialisme dapat dilacak dengan mencari "identitas" dari masyarakat Barat penjajah (Eropa) dengan masyarakat pribumi (Inlander). Pembenaran penjajahan dilakukan "Barat" atau Eropa karena menganggap sebagai bangsa maju dan beradab dengan memperadabkan orang pribumi di negara-negara jajahan namun kenyataannya tidak demikian karena kedatangan bangsa Barat (Eropa) hanyalah untuk merampok harta dan hasil bumi dari orang-orang pribumi. Cerita sejarah tentang kejayaan Barat (Eropa) dalam menaklukan negeri-negeri jajahan yang dianggap tidak beradab dan primitif ini kemudian disusun oleh para penulis Barat ke dalam bentuk tulisan teks cerita sastra dan terkadang cerita film yang isinya mempropogandakan superioritas kemajuan "Barat" kepada dunia. Penulis-penulis pribumi dari negeri jajahan melawan "representasi kolonial" dengan membuat karya sastra untuk melawan wacana kolonial Barat terhadap masyarakat pribumi. Para penulis sastra dari negeri jajahan berusaha membentuk makna "identitas" sesungguhnya tentang masyarakat pribumi di negeri jajahan. Lazimnya penelitian ini pada bidang kesusastraan melalui analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) menafsirkan kritis dari karya-karya sastra dengan melihat subordinasi dari pola identitas relasi kekuasaan yang saling tarik-menarik dari penjajahan Barat (Eropa) terhadap masyarakat pribumi di dalam teks cerita sastra tersebut. Post kolonial mengandung tiga substansi pokok yaitu: Knowledge (inferioritas masyarakat bekas koloni jajahan), Actor (elit-elit lokal berperilaku dan berpikir seperti para kolonialis dalam interaksinya dengan masyarakat bekas jajahan), Identity (Pencitraan diri masyarakat bekas koloni jajahan sebagai masyarakat yang sedang berkembang yang masih tertinggal dari  kemajuan peradaban masyarakat dari negara-negara penjajah). Ide Post-kolonial mengenal istilah black face dan white face maksudnya orang terjajah meniru perangai orang penjajah dengan begitu maka black face dan white face adalah penjajah itu sendiri. Post kolonial terlahir sebagai kritik metodologi yang tidak menawarkan pemecahan masalah namun hanya mengkritik dan membongkar (dekonstruksi) wacana-wacana dominan termasuk pengetahuan dalam kaitannya hierarkhi kekuasaan.


Tokoh wanita pemikir Post Kolonial dari India : Gayatri Spivak



Tokoh pemikir Post-Kolonial dari India: Homi K. Bhabha


Tokoh Pemikir Post Kolonialisme: Gayatri Spivak dari India mencetuskan Subaltern Theory yaitu perkembangan konsep Gramschi mengenai pola relasi kekuasaan antara kaum yang mendominasi dan kaum yang didominasi. Kelas subaltern sebagai subyek yang mengalami tekanan, terpinggirkan/marginal, dan cenderung bersikap 'inferior'. Kaum subaltern mengalami kesulitan untuk menyampaikan aspirasinya sehingga dibutuhkan peran intelektual untuk mewakili perjuangan kaum subaltern,  Strategic Essentialsm. Spivak saat ini masih mengajar sebagai guru besar di Columbia University, Amerika Serikat; Homi. K. Bhaba, doktor kajian sastra dari India yang merupakan lulusan dari sebuah universitas terkemuka di Inggris berhasil mencetuskan Liminalitas Theory yaitu menjembatani antara ruang teori dan praktek kolonisasi (ruang antara) tempat terjadinya perubahan budaya berlangsung, pertukaran antar status, strategi kedirian personal dan komunal dapat berkembang menuju pencarian identitas tanpa akhir yang akan terus mengalami perubahan untuk menghindari posisi biner. Bhabha dikenal sebagai ilmuwan sosial, editor buku dan jurnal ilmiah, sekaligus seorang penulis spesialis tema-tema kolonial, post-kolonial, perubahan budaya dan kekuasaan, serta kosmopolitanisme. Buku karya Bhabha yang sangat fenomenal dan terkenal dalam kajian post kolonial adalah yang berjudul "Nation and Narration" dan "The Location of Culture" yang menjelaskan ruang antara budaya yang dapat berperan sebagai ruang interaksi simbolik. Bhabha saat ini aktif mengajar sebagai guru besar di Harvard University, Amerika Serikat. (Berkaitan dengan pemikiran tokoh-tokoh sosiolog dari Postmodern yang lain nanti akan penulis jelaskan satu-persatu di lain kesempatan. Posting kali ini adalah dasar postmodernisme yang penulis jelaskan dengan menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin agar langsung bisa dicerna dan dipahami oleh pembaca dan orang awam sekaligus). 


Tokoh besar pemikir Post-Modern: Jean Baudrillard



Tokoh besar pemikir Post-Strukturalisme: Michel Foucault



Tokoh besar pemikir Post-Strukturalisme: Jacques Derrida


*Kehidupan Postmodern: Kelangsungan hidup kapitalisme melalui produksi dan reproduksi makna; Komoditi: Simulakrum, simulasi, obsolesense (daur hidup komoditas diperpendek); realitas semu memunculkan “ketidaksadaran massal”; Desa global (Mc Luhan) ada dalam layar kaca (media massa televisi); Idiologi masyarakat konsumen adalah diferensiasi produk, gaya hidup, kecepatan serba instant; Industri hiburan memegang peran penting dalam produksi dan reproduksi makna; Miniaturisasi kehidupan dalam layar kaca tempat (Mc Donald, KFC, Mall, Disneyland etc.). *Kekuasaan dalam Postmodernisme: Kekuasaan terhadap bahasa: Derrida; Kekuasaan terhadap ilmu pengetahuan: Foucault; Kekuasaan terhadap objek logosentrisme ilmu pengetahuan: NietzscheKekuasaan identitas sosial konsumsi (consumer society): Baudrillard.[] 

 *Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 



Sumber Referensi:  

-George Ritzer. (2009). “Teori Sosial Postmodern”. Terjemahan: Muhammad Taufik. Yogyakarta. Penerbit: Kreasi Wacana.

-I. Praptomo Baryadi. (2012). "Bahasa, Kekuasaan, dan Kekerasan". Yogyakarta. Penerbit: Universitas Sanata Dharma.

-A. Sumarwan, "Menguak Potensi Pembebasan: Pendekatan Post Kolonial Atas Sastra Indonesia". Basis. Edisi nomor 03-04, Tahun ke 53, Maret-April 2004.

-http://www.biography.com

-http://www.interseksi.org/publications/essays/articles/postcolonial.html.

-http://ihe.britishcouncil.org














Tidak ada komentar:

Posting Komentar