(Relasi
Kekuasaan antara Dokter dan Pasien)
Ditulis oleh:
Nur Bintang*
“Dokter adalah bapak yang bijaksana dan memiliki
otoritas”
(Sigmund Schlomo
Freud; Filsuf, Psikoanalisis Yahudi-Austria)
Saya sangat senang
mengikuti alur cerita film fiksi ilmiah yang menjadi film favorit saya ketika masih duduk di bangku kuliah dulu di Kota Jogja yakni film Shutter Island
sambil saya sedikit coba melakukan dekonstruksi (membongkar) wacana dominan termasuk pengetahuan dan menangkap makna pesan apa yang terkandung di
dalam film misteri tersebut sekaligus mencoba melihat dan mencocokkan kondisi
fenomena social yang ada pada saat ini secara nyata. Semoga
tulisan saya ini dapat sedikit mencerahkan..!!! Coba kita pahami penggalan petikan
dialog dalam film thriller psychological
“Shutter Island” produksi Paramount Pictures Present tahun 2010 yang
dibintangi aktor kawakan Hollywood ‘Leonardo Dicaprio’ di bawah ini:
Rachel
Solando (dokter psikiatri): “Orang selalu mengatakan Anda gila dan protes sebaliknya. Membenarkan apa
yang mereka katakan. Setelah anda divonis “gila” oleh dokter maka apapun yang
anda lakukan disebut ‘bagian dari kegilaan’.
Anda protes wajar atau penolakan berlaku ketakutan paranoia.”
Daniels
(Marshall): “Naluri
bertahan, mekanisme pertahanan..”
Film Shutter Island |
Dialog diatas
menunjukkan hubungan relasi kekuasaan dokter terhadap pasien. Tokoh sosiologi
Post Strukturalis/Post Modern dari Perancis yaitu Michel Foucault pernah
menyatakan bahwa “kekuasaan ada
dimana-mana”. Michel Foucault sendiri menyatakan bahwa kita mempunyai
pengetahuan tentang kebenaran mutlak dan pengetahuan hanyalah apa yang
disimpulkan dan diputuskan benar oleh sekelompok orang. Pengetahuan adalah
kekuasaan! Knowledge is Power!.
Petikan dialog di atas menunjukkan kekuasaan pengetahuan yang dimiliki dokter
psikiatri dalam melakukan psikoanalisa, mengambil kesimpulan klinis, bahkan
memvonis pasien yang dianggap gila. Foucault adalah penganut filsafat
Nietzschean yang menentang adanya bentuk logosentrisme di dalam ilmu
pengetahuan dan tidak mempercayai adanya kebenaran yang absolut. Foucault
sangat benci istilah “intelektual” yang menganggap dirinya sebagai otoritas
dalam menentukan segala sesuatu hal dengan menganggap keilmiahan dianggap
obyektif dalam menilai suatu subyek padahal vonis (keputusan) dari orang yang
memiliki pengetahuan sebenarnya adalah bagian dari strategi kekuasaan.
Kita amati secara
seksama dalam hal ini adalah saat seorang sosiolog yang mengkaji fenomena
social mengenai sosiologi kedokteran/sosiologi kesehatan dengan melakukan
observasi berkunjung ke sebuah Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang ada di dekat kotanya
lalu sosiolog itu mengamati dengan seksama apa yang ada di sekeliling rumah
sakit tersebut mulai dari interaksi social diantara dokter, pasien, dan
perawat. Fokus pertama yang dilihat adalah keberadaan pasien itu sendiri di tengah
lingkungan social rumah sakit jiwa sebagai pihak yang terkena dominasi
kekuasaan dari pihak otoritas di rumah sakit jiwa. Bila kita menganggap bahwa
pasien rumah sakit jiwa semuanya gila, menderita skizofrenia, dan mengalami ‘mental disorder’ akut seperti apa yang
diwacanakan dokter psikiatri berdasarkan hasil psikoanalisa dan kesimpulan
klinis dari mereka secara tidak langsung kita sudah bersikap apriori, men-judge (menghakimi), dan bahkan melakukan dominasi secara tidak
langsung terhadap pasien yang divonis mengalami kegilaan itu. Mungkin saja kita
sendiri dianggap sebagai orang yang terlalu awam serta tidak tahu apa-apa
bahkan justru dianggap “lebih gila” oleh pasien rumah sakit jiwa tersebut
karena belum bisa memahami jalan pikiran kegilaan dari pasien yang divonis ‘gila’
tersebut dari dokter psikiatri.
Kegilaan sebagai wujud
dari abnormalitas menurut Foucault adalah bentuk konkret penolakan terhadap rasionalitas
atau kekuasaan ilmu pengetahuan atau menurut dalam pandangan saya bahwa
kegilaan sebenarnya adalah bentuk rasionalitas alami yang muncul ketika melakukan
perlawanan dominasi rasionalitas kebenaran absolut yang diyakini secara
universal (menyeluruh) oleh kebanyakan orang (dengan mengikuti tradisi akar
filsafat dari Nietzsche). Dokter psikiatri yang memiliki kekuasaan ilmu
pengetahuan di bidang ilmu kedokteran itu lalu berusaha mendisiplinkan
pasien-pasien yang ada di rumah sakit jiwa tersebut. Bagaimanakah bentuk-bentuk disiplin yang dilakukan itu? Disiplin
sebagai bentuk bagian praktek dari kekuasaan yang dalam kasus (case) ini berada di rumah sakit jiwa dengan
melakukan pengawasan kontrol terhadap pasien dan mengeluarkan aturan, sanksi,
semua kebijakan di rumah sakit. Kedokteran klasik yang dulu mengkaji anatomi
tubuh secara ilmiah kini bertahap merubah wujud menjadi kedokteran social
melalui bentuk pengawasan di rumah sakit. Pengawasan dapat dilakukan dari uniform (pakaian seragam). Adanya
perbedaan pakaian seragam yang dikenakan dokter, perawat, dan pasien telah
menunjukkan bentuk distribusi kekuasaan di dalam rumah sakit. Keberadaan pasien
sebagai obyek dari pemegang kebijakan otoritas di rumah sakit perlu didisiplinkan
dengan memberinya pakaian seragam khusus untuk mempermudah pengawasan (control social). Pasien di dalam rumah
sakit jiwa yang dianggap melanggar aturan kebijakan dari rumah sakit dengan
melakukan perlawanan biasanya akan menerima hukuman dengan ditempatkan pada
ruangan khusus, terpisah dari bangsal-bangsal rumah sakit dari keberadaan banyak
pasien lain karena dianggap ‘membahayakan’. Namun tidak selamanya kekuasaan
akan berjalan langgeng selamanya. Foucault berpendapat bahwa di dalam setiap kekuasaan pasti akan lahir pemberontakan/pembebasan untuk melawan lingkaran kekuasaan itu sendiri dan segala praktik-praktik
yang menciptakan norma kemudian direproduksi dan dilegitimasi oleh dokter
(sebagai bagian dari bentuk profesi yang paham dan mendalami kajian bidang ilmu
psikiatri dan biomedis pada bidang kedokteran). Kekuasaan berubah menjadi
pengetahuan tetapi malah kemudian pengetahuan tersebut pada akhirnya melahirkan
kekuasaan atau mungkin juga seragam ‘jas putih’ yang digunakan para dokter
selama ini telah melenceng kegunaannya dan berubah sebagai alat perlindungan
ego? Saya berharap semoga hal ini tidak terjadi karena masyarakat social saat
ini masih percaya bahwa profesi dokter adalah sebuah profesi yang sangat mulia
dan terhormat. Apakah anda yakin? Ilmu-ilmu kedokteran dianggap sebagai bidang
kajian ilmu yang sangat sukar untuk dipelajari dan dipahami. Benarkah demikian?
Pendapat Ivan Illich dalam bukunya “Medical
Nemesis” dengan tidak terlepas dari pemahaman relasi kekuasaan antara
dokter dan pasien dari Michel Foucault mungkin dapat menjadi sebuah bahan
renungan bersama, kritik sosial, atau mungkin jawaban yang isinya mengajak
orang-orang awam untuk berani merebut hak sehatnya dari kungkungan kaum dokter.
Orang-orang awam yang dianggap tidak memiliki pengetahuan kesehatan seperti
dokter telah kehilangan hak atas kesehatannya. Orang dinyatakan ‘sehat’ atau
‘sakit’ harus berdasarkan kesimpulan klinis dari dokter dan akhirnya terjadi
hegemoni kekuasaan tentang makna sehat dari dokter. Kekuasaan dari para
dokterlah yang dapat menentukan orang itu ‘sehat’ atau ‘sakit’; “waras” atau
“tidak waras”. Namun rasanya terdengar sangat utopis (tidak realistis) jika
orang-orang awam tersebut mampu merebut hak sehat itu sendiri tanpa mau belajar
dan memahami pengetahuan kesehatan.
Fenomena social di
dalam masyarakat seiring berjalannya waktu akhirnya terjawabkan dengan maraknya
kehadiran tabib, shingshe, teraphist, dukun tiban yang dianggap memiliki mitos kesaktian atau daya linuwih/supranatural tinggi di dalam
mengobati orang sakit. Kehadiran mereka di tengah-tengah masyarakat dianggap
memiliki pengetahuan akan kesehatan secara alternative
dan non-formal walaupun terkadang sulit untuk diterima secara logika dan
sangat berbeda dari lulusan mahasiswa kedokteran dari sebuah universitas yang
memiliki ijazah profesi dokter. Bagi masyarakat awam selama ini secara tidak
langsung kini mulai menyadari bahwa kesimpulan klinis yang harus dipercaya tidak
selalu berasal dari hasil klinis analisa dokter saja melainkan orang-orang yang
memiliki daya pengetahuan akan kesehatan walaupun sosok orang tersebut bukanlah
seorang dokter. Kiranya benar pendapat Foucault bahwa kekuasaan itu tersebar
dan ada dimana-mana dan wujud kekuasaan adalah berasal dari ilmu pengetahuan
itu sendiri. Kondisi budaya lingkungan social masyarakat baik yang berasal dari
lingkungan masyarakat modern ataupun lingkungan masyarakat tradisional barang
tentu akan sangat berpengaruh terhadap nalar/pola pikirnya. Sekarang tinggal
anda pilih yang mana? melawan rasionalitas absolut dominasi kekuasaan dokter
psikiatri dengan menjadi orang gila? melawan hegemoni kekuasaan dokter mengenai
hak sehat kita dengan berkunjung kepada pengobatan alternative? atau malah tetap setia bertahan menjadi pasien dari bagian
praktik dokter? Pilihan dijawab hanya cukup di dalam hati anda.. Anda sendiri
yang berhak menentukan pilihan rasionalnya… []
*Nur
Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sumber
Referensi:
-Andre Syahreza. (2006).
“The Innocent Rebel: Sisi Aneh Orang Jakarta”. Jakarta. Penerbit: Gagas
Media.
-Lydia Alix Fillingham.
(2001). “Foucault untuk Pemula”.
Terjemahan dari: A. Widyamartaya. Yogyakarta. Penerbit: Kanisius.
-Edisi Foucault: Konfrontasi Foucault
dan Marx. Basis edisi No.01-02, Tahun
ke 51, Januari-Februari 2002.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus