Oleh:
Nur Bintang*
“Di museum sejarah kembali hidup!”
Suasana
weekend di Jakarta pasti biasa saya
isi dengan kegiatan liburan mengunjungi beberapa tempat eksotis di Jakarta
sesuai dengan semboyan pariwisata Jakarta saat ini yakni “Enjoy Jakarta!”. Terus terang kalau saya tidak begitu suka
mengunjungi pusat perbelanjaan mall-mall di Jakarta hanya untuk sekedar
memuaskan dahaga hasrat konsumtif yang konon jumlah mall-mall di Jakarta jauh melebihi
jumlah mall-mall yang ada di negara Singapura. Saya lebih suka mengunjungi
tempat-tempat wisata edukasi yang banyak memiliki nilai historis sejarah.
Tempat wisata yang menjadi daya taris destinasi untuk dikunjungi salah satunya
adalah Kota tua “Batavia” yang terletak di pelabuhan Sunda Kelapa (sekarang
pelabuhan Tanjung Priok). Kunjungan saya ke Kota tua “Batavia” diawali dengan
keberangkatan saya menggunakan sarana transportasi busway dekat dari rumah, dimulai halte Pinang Ranti (Jakarta
Timur)- transit halte Cawang UKI- transit terakhir halte pelabuhan Tanjung
Priok (Jakarta Utara). Setelah turun di tempat halte terakhir di pelabuhan Tanjung
Priok maka saya melanjutkan menggunakan mikrolet M-15 jurusan Tanjung
Priok-Kota. Keberadaan sarana transportasi busway
sangat vital bagi warga di Jakarta seiring kemacetan parah yang sering
melanda Kota Jakarta dan hanya berbekal uang ticket busway sebesar Rp 3.500,- saja maka saya bisa menjelajahi ibu kota
Jakarta dimanapun saya berada. Tidak sia-sia jika percontohan proyek busway yang mengadopsi sistem
transportasi umum dari Kota Bogota (Kolumbia) di Amerika Selatan ini telah
banyak membantu warga di ibukota Jakarta.
Batavia
dahulu adalah sebuah kota tua pusat penjajahan imperialisme bangsa eropa
Belanda di nusantara yang kemudian lambat laun berubah menjadi pusat peradaban
cikal bakal Kota Jakarta. Dahulu kota ini bernama “Jayakarta” yang lambat laun
berhasil dikuasai oleh perusahaan monopoli perdagangan asal Belanda yakni VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Saya
sangat sangat salut dengan arsitektur bangunan buatan bangsa eropa terutama
Belanda yang terlihat sangat kokoh walaupun sudah lama dimakan usia dengan atap
kuat pondasi kayu-kayu jati yang sudah berumur ratusan tahun. Bangunan kuno Belanda
terlihat masih mengadopsi arsitektur gaya Yunani dengan ciri khas pilar-pilar doria yang besar dan kokoh menancap ke
perut bumi. Kunjungan awal saya ketika sampai di Batavia adalah mengunjungi
gedung tua ”museum oud batavia” kini
”museum wayang” yang letaknya bersebelahan dengan museum Fatahilah. Kunjungan
saya ke ”museum wayang” adalah melihat koleksi wayang-wayang nusantara seluruh
Indonesia yang dikumpulkan di museum ini hanya dengan membayar ticket masuk
sebesar Rp 5.000,- Yang membuat saya takjub dari wayang-wayang yang dikumpulkan
di museum ini adalah tergolong wayang kuno yang usianya tergolong sangat tua
dari zaman abad 16 hingga abad millenium saat ini. Saya tertarik juga dari
keberadaan sejarah gedung ini yang konon terdapat makam pendiri sekaligus
pembangun Kota Batavia yakni Gubernur jenderal van India ’Jan
Pieters Zoon Coen’. Kematian ’Jan Pieters Zoon Coen’ sampai saat ini juga masih simpang siur
ada yang mengatakan bila ’Jan Pieters
Zoon Coen’ meninggal karena wabah penyakit kolera bahkan ada
juga yang mengatakan jika ’Jan Pieters
Zoon Coen’ meninggal akibat serangan bala tentara kerajaan Mataram
(kerajaan Islam penguasa tanah Jawa pada abad ke-16) yang menyerbu dua kali ke Batavia pada masa kepemimpinan Sultan Agung (Kaisar Jawa) yang sangat membenci kekuasaan imperialisme
penjajahan bangsa asing eropa di tanah Jawa. Setelah saya selesai melihat
berbagai macam koleksi wayang-wayang kuno di meseum wayang maka saya beralih
mengunjungi museum fatahilah yang letaknya bersebelahan dengan harga ticket
masuk yang sama sebesar Rp 5.000,-.
Gambar
foto saya (Mas Bintang) di dalam museum wayang:
Museum Fatahilah
terletak di bekas kantor bertingkat gubernur Hindia-Belanda (Gouverneurs Kantoor) yang menjadi landmark kota tua Batavia ini yang
dibangun pada abad ke 17 dengan perpaduan ornamen eropa dan tiongkok dan sempat
menjadi kantor logistik pada masa penjajahan tentara Dai Nippon Jepang pada tahun 1942-1945. Di depan museum pengunjung
akan disuguhi pemandangan koleksi beberapa meriam milik VOC Belanda serta
beberapa pedagang cenderamata dan beberapa komunitas sepeda onthel antik zaman Belanda yang
menyewakan sepedanya kepada para pengunjung. Museum Sejarah Jakarta memang
sangat luas kompleksnya. Saya saja sampai harus berjalan kaki dari satu gedung
tua ke gedung tua lainnya. Di dalam museum Fatahilah, saya disuguhi koleksi
beberapa prasasti kuno kerajaan-kerajaan nusantara di Indonesia, patung-patung
hindu-budha kerajaan-kerajaan kuno nusantara, beberapa alat zaman pra-sejarah
seperti kapak lonjong dan kapak perimbas zaman manusia purba di Indonesia,
beberapa perabot tua dari lemari, kursi, tempat tidur buatan eropa pada abad 17
hingga abad 18, alat-alat percetakan kuno belanda, pakaian perang tentara VOC
Belanda, pedang berbentuk salib tentara VOC Belanda dari pedang yang terbuat
dari besi hingga sampai pedang yang terbuat dari kayu serta perkakas lainnya
yang dibuat pada abad ke 17 bahkan terdapat sebuah lukisan besar kuno gubernur
jenderal Hindia-Belanda di ruang tengah. Suasana agak sedikit menakutkan adalah
ruang bawah tanah penjara di gedung tua ini yang sangat gelap dan pengap serta
dihiasi bola-bola besi tahanan yang cukup berat walaupun di depan ruang penjara
ini terlihat mengasyikkan dengan adanya patung dewa Hermes dalam mitologi dewa
bangsa Yunani kuno yang dipindahkan dari sebuah jembatan di salah satu sudut
kota Batavia. Penataan tempat dan sudut-sudut di gedung tua ini sangat artistik
dilengkapi dengan LCD proyektor yang menjelaskan sejarah awal kedatangan
pedagang bangsa eropa Belanda ke pelabuhan Sunda Kelapa yang dahulu dikuasai
oleh Kerajaan Banten yang kemudian karena ketamakan Belanda akan keuntungan
hasil bumi terutama rempah-rempah akhirnya membuat bangsa Belanda meminta izin
untuk bermukim serta mendirikan benteng dengan alasan keamanan namun tanpa
disadari kemudian Belanda menyusun kekuatan dengan peralatan persenjataan
modern pada zaman itu secara perlahan-lahan mulai merebut pelabuhan Sunda
Kelapa dan menjadikannya sebagai Kota Batavia (pusat monopoli perdagangan
rempah-rempah terbesar di dunia zaman itu) di bawah kendali kekuasaan
perusahaan VOC Belanda. Penjelasan LCD proyektor ini makin memudahkan pemahaman
tentang sejarah Kota Batavia kepada para pengunjung di museum. Sangat
mengasyikkan memang menjelajahi kota tua di Batavia ini! Setelah berkunjung di
museum Fatahilah maka saya mengunjungi museum sebelah yakni museum seni rupa
dan keramik dengan harga ticket masuk Rp 5.000,-.
Gambar
salah satu-sudut Museum Fatahilah Jakarta:
Museum seni rupa
dan keramik di seberang museum Fatahilah ini menempati sebuah gedung kuno yang
dibangun pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1881 di masa era gubernur
jenderal Picter Mijer sebagai gedung
“Rad van Yustitie” sebagai hegemoni
kekuasaan penjajah Belanda terhadap negeri jajahannya di tanah Jawa. Bagunannya
sangat kokoh dan besar masih mengadopsi bangunan gaya kuil-kuil pemujaan
dewa-dewi di zaman Yunani kuno. Kunjungan saya di museum ini lebih banyak
melihat lukisan-lukisan karya maestro lukis di Indonesia dan keramik-keramik
kuno abad 11, abad 13, abad 14, abad 17 dan abad 18 dari berbagai negara
seperti Jepang, China, Thailand, Kamboja, Indonesia. Bagi saya yang cukup
menarik adalah keramik-keramik tanah liat dan gerabah yang diukir halus dan
lembut pada era zaman Kerajaan Hindu-Majapahit. Kebetulan kunjungan saya ke
museum seni rupa dan keramik bertepatan dengan pameran seni lukis dari sepuluh
pelukis perempuan Jakarta yang menyuguhkan karya-karya artistik (Hal ini jadi mengingatkan saya tentang
pameran lukisan mancanegara yang sering diadakan Bentara Budaya Yogyakarta ketika
zaman kuliah saya dulu di Jogja). Selesai berkunjung ke museum seni rupa
dan keramik maka saya kemudian berkunjung ke museum Bank Mandiri yang letaknya
tidak berjauhan dengan gedung museum Bank Indonesia. Gedung museum Bank Mandiri dahulu adalah gedung sebuah bank
yang dikelola oleh pemerintah kolonial Belanda. Untuk masuk ke museum ini bisa
gratis dengan hanya menunjukkan kartu ATM Bank Mandiri atau menunjukkan kartu
status pelajar/mahasiswa. Gedung museum Bank Mandiri sangatlah besar dan luas
serta bertingkat. Ketika saya masuk ke gedung ini disuguhi pemandangan berbagai
peralatan perbankan zaman Belanda hingga modern sekarang ini. Sistem
penyimpanan uang nasabah zaman dahulu hingga pencatatan buku tabungan dan saldo
dengan cara yang masih tergolong sangat manual dengan buku-buku tebal akuntansi
pencatatan. Vacantie zaterdag! (bahasa belanda: Liburan hari sabtu!) adalah masa petualangan
saya mencari tempat-tempat wisata eksotis di Jakarta. Semoga saya bisa
menemukan tujuan destinasi favorit di sudut-sudut Kota Jakarta.[]
*Nur
Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus