Ditulis oleh: Nur Bintang*
“Darkness cannot drive out darkness. Only light can do that."
(Martin Luther King Jr.)
Slogan ‘American Dream’ merupakan semboyan mimpi bagi kebanyakan masyarakat di Amerika sendiri ataupun warga imigran yang hijrah ke Amerika hanya untuk merubah nasib, mencari pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Kemajuan ekonomi di Amerika dengan paham kapitalismenya yang mendunia bagaikan intan permata yang banyak menarik pesona para imigran untuk hijrah ke Amerika Serikat. Saya teringat pada salah satu film Hollywood tahun 1983 yang berjudul ‘Scarface’ yang dimana tokoh utamanya diperankan oleh aktor kawakan Al Pacino. Film ini bercerita mengenai bos mafia Amerika yang bernama Tony Montana, seorang warga imigran asal Kuba yang melarikan diri dan mencari suaka ke Amerika Serikat akibat tekanan dari kebijakan politik dari pemerintah Kuba di bawah kepemimpinan Fidel Castro. Kegigihan perjuangan Antonio Montana dari seorang imigran pengangguran miskin di Amerika yang kemudian berusaha merubah nasib dari seorang pekerja serabutan yang menjadi pelayan di sebuah rumah makan hamburger, pengedar narkoba, hingga akhirnya sukses menjadi jutawan sekaligus bos mafia nomor satu di Amerika yang menguasai bisnis ritel narkoba di beberapa negara bagian di Amerika hingga sampai ke mancanegara. Ini hanya sekelumit film yang menceritakan tentang keinginan dan kegigihan seorang imigran yang ingin merubah nasib melalui usaha kerja keras di Amerika namun sayangnya dalam bentuk konotasi yang masih negatif.
Kisah nyata mengenai gambaran ‘American Dream’ ada juga yang dalam
bentuk konotasi positif seperti film Hollywood tahun 2006 yang berjudul ‘The Pursuit of Happyness’. Film ini menceritakan mengenai kisah nyata perjuangan
hidup seorang pria di Amerika Serikat bernama Chris Gardner (diperankan aktor Will Smith) yang bekerja sebagai sales alat-alat
kesehatan yang kemudian jatuh bangkrut dan hidup miskin bahkan ditinggal pergi begitu
saja oleh isterinya. Walaupun dia seorang tunawisma bahkan pernah tidur dan
bertahan hidup sambil merawat anaknya yang masih kecil di sebuah WC umum untuk sekedar
dapat beristirahat karena tidak memiliki cukup uang untuk menyewa sebuah
apartemen atau losmen. Semangat hidupnya dalam merubah nasib yang lebih baik
melalui usaha kerja kerasnya tidak sia-sia karena kemudian dia melamar
pekerjaan dan berhasil diterima bekerja sebagai seorang pialang saham pada salah
satu perusahaan swasta besar di Amerika hingga sukses berkarier dan memiliki
posisi penting di perusahaan. Prestasi kerjanya yang dianggap bagus oleh
perusahaan tempat dia bekerja memberikannya bonus berupa penghasilan yang
mencapai jutaan dollar untuk setiap transaksi bisnisnya. Kesuksesan dan perjuangan
kisah hidupnya dari orang miskin menjadi jutawan menjadi cermin gambaran nilai-nilai
‘American Dream’ yang masih melekat bagi
kebanyakan masyarakat di Amerika Serikat.
Film 'The Butler' yang menyentuh dan humanis |
Adapun contoh ‘American Dream’ dari perjuangan para imigran di Amerika Serikat yang sangat menyentuh hati menurut pandangan saya dapat dilihat dari gambaran film Hollywood yang dibuat pada tahun 2013. Film yang diangkat dari sebuah kisah nyata ini berjudul ‘The Butler’. Film ini pada dasarnya menceritakan mengenai nilai-nilai perjuangan seorang kulit hitam yang hidup dalam tekanan diskriminasi superioritas bangsa kulit putih Eropa di Amerika Serikat pada masa lalu terhadap bangsa imigran kulit hitam Afrika di Amerika sebelum zaman pergerakan demonstrasi mahasiswa Amerika melalui gerakan hippie, flower generation, dan black liberation yang menentang kebijakan Perang Vietnam dan diskriminasi rasial terhadap warga imigran kulit hitam di Amerika pada dekade tahun 1960-an. Seorang pria kulit hitam yang bernama Cecil Gaines (diperankan oleh aktor Forest Whitaker) mempunyai mimpi untuk merubah nasib yang lebih baik. Kisah perjuangan hidupnya diawali dengan bekerja sebagai seorang pelayan rumah tangga biasa dan kemudian dapat beranjak menjadi pelayan pada salah satu hotel berbintang di Washington D.C. yaitu Hotel Exelsior hingga akhirnya, ia berhasil mendapat rekomendasi untuk bekerja menjadi pelayan di Gedung Putih, Washington D.C. dan semua hasil jerih payah kerja kerasnya selama ini berhasil mencukupi semua kebutuhan ekonomi keluarganya. Pekerjaannya selama bertahun-tahun sebagai pelayan di Gedung Putih saat itu lebih banyak hanya untuk melayani semua kebutuhan presiden-presiden Amerika Serikat yang mayoritas merupakan bangsa kulit putih hingga pada suatu saat, peristiwa yang mengharukan terjadi dimana Cecil Gaines, seorang kakek yang dahulu merupakan seorang pelayan kulit hitam yang sudah lama pensiun bekerja di Gedung Putih hampir selama 30 tahun lebih dan pernah merasakan praktek diskriminasi rasial kebijakan di negaranya di masa lalu mendapatkan sebuah kehormatan besar yaitu berupa undangan resmi atas nama Presiden Amerika Serikat untuk dapat bertemu langsung secara pribadi dengan presiden kulit hitam pertama dari Amerika Serikat yaitu Presiden Barack Obama.
American Dream diwujudkan melalui usaha kerja keras dan prestasi |
American Dream bagi kebanyakan masyarakat di Amerika Serikat termasuk para imigran di
sana ialah mengejar kesuksesan melalui usaha kerja keras dan prestasi. Tidak heran akibat semangat American Dream ini mengubah mindset kebanyakan warga di Amerika
untuk lebih banyak berkiprah di sektor swasta sebagai buruh/karyawan atau berwirausaha
di berbagai sektor lapangan pekerjaan dan berusaha memenangkan setiap kompetisi
dan persaingan yang ada. Masih tidak terlalu banyak bagi warga masyarakat biasa
di Amerika yang ingin berkiprah dan berkarier dalam instansi kantor-kantor
pemerintahan dengan status pegawai negeri atau sebagai politikus agar bisa
duduk di kursi parlemen (para politisi di Amerika Serikat kebanyakan masih
didominasi oleh para aktivis, para akademisi, veteran atau pengusaha mapan yang
sudah dikader lama oleh partai). Hal ini dapat dilihat dari perkembangan sektor
perniagaan dari perusahaan-perusahaan swasta di Amerika yang sangat berkembang
dan memberi banyak pemasukan pajak bagi negaranya walaupun sempat mengalami
krisis ekonomi beberapa waktu lalu. Kota New York saat ini dianggap sebagai ikon
kota yang paling maju dalam hal bisnis perniagaan dalam sektor swasta di
Amerika bahkan secara tidak langsung telah menjadi lambang supremasi kapitalisme
bagi kemajuan ekonomi di Amerika itu sendiri bahkan di dunia.
Bagaimana dengan ‘Indonesian Dream’ di
Indonesia saat ini? Saya sebagai orang Indonesia memiliki sudut pandang dan
pendapat sendiri jika melihat mimpi kebanyakan orang Indonesia pada saat ini ialah
menjadi caleg (calon legislatif) dengan
duduk di kursi parlemen atau menjadi seorang abdi negara di berbagai instansi pemerintahan dengan status Pegawai
Negeri Sipil. Mimpinya orang Indonesia ini adalah hak masing-masing warga
negara Indonesia yang harus tetap kita hormati bersama. Fenomena perkembangan ‘Indonesia Dream’ ini terlihat sangat
menarik untuk dikaji karena dahulu pada zaman Orde Lama di bawah pemerintahan Presiden Ir. Soekarno, kebanyakan
mimpinya orang Indonesia pada saat itu belum mengarah pada persoalan spesifik sosial
ekonomi tetapi lebih mengarah kepada aspek sosial kebangsaan dengan mengangkat
harkat dan martabatnya sebagai bangsa berdikari dan merdeka yang lepas dari
belenggu penjajahan asing dan setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia (character
building).
Mimpi orang Indonesia ini kemudian
bergeser ketika era Orde Baru berkuasa di bawah pemerintahan Presiden Soeharto dimana kebijakannya
lebih mengarah kepada pembangunan ekonomi (economy building). Pada zaman inilah
kebanyakan masyarakat di Indonesia memiliki mimpi yang hampir sama dengan
mimpinya orang Amerika (American Dream)
pada saat ini yakni bekerja pada sektor swasta, wirausaha, dan perniagaan. Pada
zaman pemerintahan Presiden Soeharto tidak begitu banyak masyarakat Indonesia
terutama yang berada di perkotaan yang tertarik untuk menjadi abdi negara
(kecuali di daerah pedesaan dimana status menjadi abdi negara pada saat itu
masih melekat tinggi) karena kecenderungan masyarakat Indonesia saat itu lebih
tertarik berkiprah di sektor swasta terutama industri dengan banyaknya
investasi dari pihak luar yang masuk ke Indonesia dan dianggap lebih menguntungkan.
ilustrasi: Pegawai Negeri Sipil di Indonesia |
Mimpi orang Indonesia (Indonesian Dream) kini berubah mindset setelah zaman reformasi bergulir dengan turunnya Presiden Soeharto dari
tahta presiden akibat praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Saat ini,
kebanyakan mimpinya orang Indonesia jika saya perhatikan ialah menjadi caleg atau menjadi abdi negara akibat kelesuan yang dialami di sektor swasta setelah hantaman
badai krisis ekonomi tahun 1997 di Asia termasuk Indonesia dan krisis ekonomi dunia
pada akhir-akhir ini. Saya bisa menyebut pemerintah di Indonesia saat ini yang menurut
istilah pandangan saya lebih mengarah kepada safety building. Mengapa
saya sebut safety building? Karena
pemerintah di Indonesia saat ini lebih condong mengamankan, memperhatikan dan meningkatkan
kesejahteraan abdi negaranya terutama terkait tunjangan dan jaminan hari tua
setelah sekian lama di masa lalu kurang mendapatkan perhatian. Pemerintahan dahulu
dianggap lebih banyak memperhatikan pada sektor swasta terutama industri dalam
usaha menggenjot laju pembangunan ekonomi. Hal inilah yang mendorong motif
kebanyakan masyarakat biasa di Indonesia (tidak semuanya) berubah dengan alasan
keamanan dan kenyamanan mencari jaminan tunjangan hari tua dengan bekerja menjadi
abdi negara. Namun baik sektor negeri
dan sektor swasta saat ini semuanya saling bergantung sama lain jika dilihat dari
fungsinya secara ekonomi karena para pengusaha yang membayar pajak ke negara
dan negara memberikan kemudahan izin usaha bagi pengusaha. Negara mengolah hasil
uang pajak tersebut untuk melakukan pengembangan sarana dan prasarana bagi
aktivitas warga selain untuk menggaji para pegawai negerinya. Dalam kajian
postingan saya kali ini lebih khusus melihat dari aspek perkembangan kondisi sosial masyarakatnya.
ilustrasi: Sosialisasi iklan calon legislatif |
Mimpi orang Indonesia (Indonesian Dream) yang lain selain
menjadi abdi negara adalah menjadi calon
legislatif di parlemen. Ini fenomena sosial yang cukup menarik dan unik
bagi saya setelah era zaman reformasi bergulir. Hal ini berkaitan perbedaan
kualitas politisi di Indonesia dengan politisi di Amerika. Kualitas politisi di
Amerika dilihat dan dipilih berdasarkan prestasi track record, kaderisasi partai yang jelas serta dianggap ahli menurut
kemampuan bidangnya yang kebanyakan diambil dari kalangan aktivis, akademisi,
veteran maupun pengusaha mapan namun hal ini jauh berbeda dengan kondisi
kebanyakan politisi di Indonesia yang lebih bersifat spontan, sedikit
kaderisasi, tidak melihat latar belakang
keahlian karena yang lebih diutamakan adalah populer untuk dapat meraup suara terbanyak dan terpilih menjadi
anggota legislatif. Akibatnya ialah beban biaya politik menjadi lebih besar hanya
untuk dapat melakukan proses sosialisasi kepada masyarakat. Mimpinya orang
Indonesia untuk menjadi caleg lebih banyak didominasi para elite sosial yang
sudah memiliki status seperti artis, bintang film, ataupun pengusaha mapan
namun tidak sedikit ada juga yang berasal dari kalangan akademisi, militer
maupun rakyat biasa. Namun masih menjadi harapan
bagi rakyat Indonesia untuk mendambakan caleg yang amanah dan idealis yang berjuang tidak atas nama partai
saja tetapi juga berjuang atas nama
rakyat.
Motif untuk menjadi caleg antara
orang Amerika dan orang Indonesia nampak jelas berbeda. Jika orang Amerika
menjadi caleg karena sudah dianggap mampu dan menguasai keahlian bidangnya
serta mempunyai motif rasa nasionalisme untuk memajukan bangsa dan negaranya
yang dipilih berdasarkan prestasi track
record-nya namun jika kebanyakan orang Indonesia menjadi caleg (tidak semuanya) nampaknya saat ini lebih
banyak menjurus kepada popularitas selain motif ekonomi sebagai tempat mencari
nafkah agar dapat mengganti biaya kampanye yang sudah dikeluarkan di masa lalu ketimbang
rasa idealisme. Akibatnya, jabatan publik dapat berbahaya jika diisi oleh
orang-orang yang kompetensinya masih diragukan karena kebanyakan modal paling
utama untuk menjadi caleg di Indonesia masih didominasi bentuk ‘modal populer’ agar
dapat meraup suara terbanyak ketimbang ‘modal keahlian.’ Harapan saya, semoga
caleg yang ada di Indonesia pada masa yang akan datang lebih banyak dilihat
pada aspek ‘modal keahlian.’ Tulisan ini hanya sekedar analisa saya mengenai
pemetaan dalam membandingkan perbedaan mimpinya orang Amerika (American Dream) dengan mimpinya orang
Indonesia atau (Indonesian Dream)
yang dilihat dari perkembangan kondisi sosial masyarakat pada saat ini. Pada intinya, semua pilihan entah itu di sektor negeri atau di sektor swasta sama baiknya selama digunakan untuk membangun dan memajukan bangsa.[]
*Nur Bintang adalah pengamat sosial dan budaya.
ooo
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapusAssalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus