Kata
Pengantar: Nur Bintang*
Hari ini adalah tulisan postingan
pertama saya di bulan suci Ramadhan di tahun 2013. Karena masih berkaitan
dengan suasana ibadah puasa di bulan suci Ramadhan maka pada edisi posting saya kali ini akan membahas
tentang sosok tokoh penting dunia pesantren dari Jawa Timur yaitu Alm. KH. Abdurrahman Wahid (1940-2009) atau yang
biasa dikenal dengan panggilan Gus Dur.
Menurut kacamata saya, negara Indonesia hingga sampai detik ini hanya pernah
dipimpin oleh tiga presiden yang memiliki latar belakang akademisi dengan
pengaruh tradisi intelektual yang begitu kuat, yakni Ir. Soekarno, Prof. BJ.
Habibie, dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Saya selaku karyawan yang bekerja
sebagai seorang editor buku terus terang mengakui jika saya juga ikut belajar dan
menimba ilmu dari pemikiran Gus Dur, terutama yang berkaitan mengenai aspek filsafat,
sosiologi agama, pluralitas, demokrasi, dan rasa toleransi kerukunan antarumat beragama.
Awal karier pekerjaan Gus Dur pada
tahun 1970-an, sebelum beliau diangkat menjadi seorang guru di madrasah dan
seorang dosen pengajar di universitas ialah melakukan segala bentuk aktivitas
intelektualitas yang tidak pernah terlepas dari dunia tulis-menulis. Pengalaman
Gus Dur terlebih dahulu yaitu pernah bekerja sebagai seorang jurnalis dan kontributor pada majalah “Prisma” yang didirikan oleh LP3ES
(Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan, Ekonomi dan Sosial). Saya sendiri
pernah membaca beberapa buku yang dimana Gus Dur ikut berperan sebagai seorang editor dari beberapa buku yang diterbitkan
dan saya akui jika hasil editing naskah dari penulis yang dilakukan oleh Gus
Dur di dalam buku tersebut sangat
menarik, enak dibaca, dan mudah untuk dipahami oleh pembaca karena menggunakan
bahasa yang sederhana namun tetap berbobot. Gus Dur menurut sepengetahuan saya juga
sempat memberikan tulisan pada kata sambutan di dalam sebuah buku pengantar mengenai
pemikiran tokoh sosiologi pendidikan kritis Amerika Latin asal Brasil yakni Paulo Freire dan beberapa buku yang
bernafaskan Islam. Latar belakang keilmuan akademis Gus Dur memang tidak
diragukan lagi karena pengalaman beliau yang dulu sempat menuntut ilmu di
beberapa negara di Timur-Tengah seperti di Universitas Al-Azhar, Kairo di Mesir
dan Universitas Baghdad di Irak bahkan Gus Dur juga sempat singgah mencari ilmu
ke beberapa negara maju di benua Eropa seperti Belanda, Jerman, dan Perancis.
Menurut hemat saya, pemikiran Gus Dur dianggap
cukup berhasil memberikan nafas dan perspektif baru dalam kajian agama Islam
terutama yang berkaitan dengan aspek filsafat agama dan aspek sosiologi agama
yang dimana dalam kedua bidang tersebut nampak kedalaman pemahaman keilmuan Gus
Dur. Saya hanya bisa mengatakan jika Gus Dur sebagai “Guru Bangsa” layak untuk
menjadi salah satu tokoh sosiologi
modern dari Indonesia. Gus Dur bisa memahami dan mendalami kajian permasalahan
sosiologis secara original khas dari
sudut pandang budaya Indonesia dan bukan dari sudut pandang budaya Eropa yang
selama ini selalu menjadi kiblat alat pisau analisa bagi kebanyakan para
akademisi dan ilmuwan sosiolog di Indonesia. Gus Dur juga dianggap cukup berhasil
mempraktekkan beberapa kebijakan sosiologisnya secara nyata dengan penuh semangat solidaritas
sosial dan penuh rasa toleransi selama dahulu beliau duduk menjabat sebagai Presiden
Republik Indonesia yang ke-4 yang dimana salah satu diantara kebijakannya yang sangat populer
ketika itu ialah menghidupkan kembali unsur-unsur pelaksanaan maupun perayaan
kebudayaan Tiongkok di Indonesia yang dahulu sempat vacuum dan dilarang keras selama 32 tahun ketika rezim Orde Baru
berkuasa di bawah pemerintahan otoriter Jenderal Soeharto.
Di bawah ini adalah petikan dialog Gus
Dur bersama santrinya dahulu yang saya ambil dari fans page “Kongkow Bareng Gus Dur” pada media
sosial facebook. Saya rasa petikan
dialog Gus Dur dengan santrinya ini sangat berbobot dan penuh pemahaman dan
penghayatan filosofi keagamaan yang cukup mendalam untuk dihayati sehingga dapat
memberikan pelajaran berharga dalam sudut pandangan yang lebih baru ketika
mempelajari filsafat agama dan sosiologi agama. Petikan dialog Gus Dur bersama
santrinya yang sangat haus mencari pencerahan ilmu dapat kita simak di bawah
ini sebagai berikut.
Santri
:
"Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!"
Gus
Dur : "Loh,
kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam,
kenapa Kang?"
Santri :
"Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu
makan buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak
tergoda Iblis maka kita sebagai anak cucunya ini tetap tinggal di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal di
bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara
terkorup, sudah begitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah
itu, Gus?"
Gus Dur :
"Ya tidak tahulah, saya khan juga
belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya."
Santri :
"Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai tergoda?"
Gus Dur :
"Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi."
Santri
:
"Anti-aging begitu, Gus?"
Gus
Dur : "Iya. Pokoknya kekal."
Santri
:
"Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya."
Gus
Dur
: "Lho, Iblis itu khan seniornya
Nabi Adam."
Santri
: "Maksudnya
senior apa itu, Gus?"
Gusdur
:
"Iblis khan lebih dulu tinggal di surga daripada Nabi Adam
dan Siti Hawa."
Santri
:
"Iblis tinggal di surga? Masak sih,
Gus?"
Gus Dur : "Iblis itu dulunya juga penghuni
surga, terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke
surga lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis lalu bisa membisik dan menggoda Nabi Adam."
Santri : "Oh iya, ya.
Tapi, walaupun Iblis yang bisikin,
tetap saja Nabi Adam yang salah. Akibatnya, aku jadi miskin kayak gini."
Gus Dur :
"Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk
surga. Baca surat Al-Baqarah : 30.
Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh,
sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah berfirman kepada para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang
menjadi khalifah (wakil Tuhan) di
bumi."
Santri
:
"Lah, tapi khan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?"
Gus Dur
: "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak,
cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan
tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan,
penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam ilmu bahasa, kasih tahu semua
nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).
Santri
: "Jadi di surga
itu cuma sekolah gitu, Gus?"
Gus Dur :
"Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau diturunkan ke bumi."
Santri
: "Aneh."
Gus
Dur : "Kok
aneh? Apanya yang aneh?"
Santri :
"Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok
setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis?
Pendosa kok jadi wakil Tuhan."
Gus Dur :
"Lho, justru itu intinya.
Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak.
Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tetapi bagaimana
bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan
salah, Tuhan tahu itu. Namun meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam,
bukan malaikat."
Santri
:
"Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?"
Gus Dur :
"Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa meminta orang untuk tidak melakukan
kesalahan. Kita hanya bisa meminta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan.
Namanya usaha, kadang berhasil, kadang tidak."
Santri
:
"Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?"
Gus
Dur : "Dua-duanya."
Santri
:
"Kok dua-duanya?"
Gus Dur :
"Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua
kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta
menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan."
Santri
:
"Ya kalo cuma begitu semua orang
bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus."
Gus Dur :
"Siapa bilang? Tentu saja berguna dong.
Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan
khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari
surga, tapi karena tidak bertobat, akhirnya dia terkutuk sampai hari kiamat."
Santri
:
"Ooh..."
Gus Dur :
"Jadi intinya begitulah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi,
ya seperti iblis itu yang sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru
malah merasa paling benar sendiri, sehingga menjadi sombong."
Santri
:
"Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?"
Gus
Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis.
Percaya Tuhan yang satu."
Santri
: "Masa
sih, Gus?"
Gus
Dur : "Lho,
khan dia pernah bertemu dengan Tuhan,
pernah dialog segala kok."
Santri
:
"Terus, kesalahan terbesar dia apa?"
Gus
Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli
kebenaran."
Santri
: "Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh."
Gus
Dur : "Siapa? Ente?
Santri :
"Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga.
Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir,
ahli bid'ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain
menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah
nih, Gus. Orang-orang ditonjokin, barang-barang
orang lain dirusak. Setelah itu, mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan
ada yang sampe ngebom segala loh."
Gus
Dur : "Wah, persis Iblis tuh."
Santri
: "Tapi
mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka
mati nanti masuk surga katanya."
Gus
Dur : "Siap mati, tapi tidak siap hidup."
Santri
:
"Bedanya apa, Gus?"
Gus
Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak
siap menjalankan agama."
Santri
:
"Lho, kok begitu?"
Gus Dur :
"Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan
khan waktu beliau diturunkan ke bumi
(lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu
di surga."
Santri
:
"Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?"
Gus
Dur : "Pinter
kamu, Kang!"
Santri
:
"Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur."
Silahkan tafsirkan sendiri dialog antara Gus Dur dengan santri di atas dan renungkan makna filosofis yang terkandung dalam dialog tersebut. Penafsiran saya terhadap dialog di atas sangat menyentuh hati saya karena memang pada dasarnya semua agama diciptakan oleh Tuhan sebagai pedoman hidup manusia di dunia dengan tujuan untuk melakukan kebaikan terhadap sesama. Hikmah yang saya dapat dari dialog di atas mengajarkan bahwa pada dasarnya manusia adalah tempatnya lupa dan salah namun sebaik-baik manusia adalah manusia yang mau sadar dan merubah dirinya secara lebih baik dengan selalu berbuat kebaikan serta memberi manfaat kepada sesama manusia.
*Nur
Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus