Oleh: Nur
Bintang*
"Sanjungan buku bagus hanya diberikan kepada penulis namun kritik terhadap buku yang kurang menarik hanya ditujukan kepada editor "
"Sanjungan buku bagus hanya diberikan kepada penulis namun kritik terhadap buku yang kurang menarik hanya ditujukan kepada editor "
Membandingkan belajar antara dalam dunia
kampus sebagai mahasiswa yang lebih banyak belajar menggunakan teori
dan dunia kerja yang lebih banyak melakukan aksi sangatlah jauh berbeda.
Ternyata dalam dunia kerja sesungguhnya, terkadang apa yang kita pelajari di
bangku kuliah tidak ada hubungannya sama sekali dengan dunia pekerjaan kita
besok. Saya merasakan hal tersebut sebagai seorang editor buku yang bisa
dikatakan masih baru pada tahap proses belajar. Untuk menjadi seorang editor
buku yang berpengalaman membutuhkan proses yang cukup lama minimal memiliki
masa kerja sekitar 1 tahun atau 2 tahun bahkan lebih dari itu. Latar belakang
saya memang lebih banyak berkutat pada dunia akademis seperti filsafat sosial,
sosiologi, sejarah, dan antropologi yang hanya membantu dalam kajian isi materi
secara keilmuan namun dalam hal pekerjaan secara teknis di lapangan untuk
menjadi seorang editor buku bagi saya pribadi yang tidak memiliki dasar latar
belakang pendidikan editing bisa dibilang tidaklah mudah. Terus terang, saya
masih lebih banyak belajar melalui kegiatan praktek editing langsung ketimbang memahami
banyak teori editing. Di samping itu, saya juga banyak belajar membaca buku
tentang editing atau bertanya langsung kepada rekan-rekan kerja saya yang bisa
dibilang sebagai editor senior untuk belajar mengetahui struktur ‘anatomi
buku’.
Editor Robert Silvers in the Review offices, early 1980s. Photograph by Dominique Nobokov
Seorang editor buku profesional dituntut harus
mempunyai kesabaran, ketelitian, ketekunan dan kecurigaan tingkat tinggi
terhadap naskah yang diterimanya dari penulis apapun latar belakang keilmuan
dan pekerjaannya dengan mengorek kembali semua data, isi materi naskah dengan
membandingkannya dengan buku-buku lain yang sudah terbit atau membandingkannya dengan beragam literatur di
internet untuk dicari kebenaran informasi isi materi naskah tersebut yang
ditulis sendiri oleh sang penulis, editor juga melakukan sensor terhadap
kata-kata sensitif/tidak sopan atau materi yang dianggap sensitif/tidak sopan
jika hal tersebut ditemukan di dalam naskah, memperbaharui kata-kata di dalam
naskah sesuai standar Kamus Besar Bahasa
Indonesia (selain penggunaan tekstual buku KBBI, saya juga melengkapinya dengan penggunaaan website KBBI on line yang dikelola oleh Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia (UI) sebagai referensi pada link on bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi, website Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional pada link on bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, dan website Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online link on kbbi.web.id.
Selain dari segi teknis penggunaan bahasa maka tugas pekerjaan seorang editor antara lain ialah harus mengecek kelengkapan nomor halaman, nomor gambar, gambar, tabel, materi bab, sub bab, catatan kaki, indeks, daftar isi dan daftar pustaka, melakukan penulisan ulang materi jika isi materi naskah dari penulis dianggap banyak keluar jalur dari gaya selingkung penerbit, mengecek kembali penggunaan kata-kata asing terutama dalam bahasa Inggris dengan menggunakan kamus bahasa asing agar dipastikan kebenaran tulisan maksud dari sang penulis dan mengurus hak cipta. Untuk melakukan editing terhadap naskah buku hingga menjadi sebuah buku yang layak terbit maka biasanya diperlukan waktu sekitar 6 bulan, 8 bulan, atau bahkan 1 tahun lamanya. Pekerjaan editor di luar kantor (lapangan) juga dituntut untuk dapat mencari naskah dari para penulis berbakat untuk diterbitkan menjadi buku dengan membidik peluang pasar pembaca yang ada. Selain itu, seorang editor buku juga harus siap mewakili perusahaan penerbitan dalam ajang pameran buku, baik yang diadakan di dalam negeri maupun di luar negeri terkait promosi penjualan buku bersama tim marketing perusahaan yang bersangkutan.
Selain dari segi teknis penggunaan bahasa maka tugas pekerjaan seorang editor antara lain ialah harus mengecek kelengkapan nomor halaman, nomor gambar, gambar, tabel, materi bab, sub bab, catatan kaki, indeks, daftar isi dan daftar pustaka, melakukan penulisan ulang materi jika isi materi naskah dari penulis dianggap banyak keluar jalur dari gaya selingkung penerbit, mengecek kembali penggunaan kata-kata asing terutama dalam bahasa Inggris dengan menggunakan kamus bahasa asing agar dipastikan kebenaran tulisan maksud dari sang penulis dan mengurus hak cipta. Untuk melakukan editing terhadap naskah buku hingga menjadi sebuah buku yang layak terbit maka biasanya diperlukan waktu sekitar 6 bulan, 8 bulan, atau bahkan 1 tahun lamanya. Pekerjaan editor di luar kantor (lapangan) juga dituntut untuk dapat mencari naskah dari para penulis berbakat untuk diterbitkan menjadi buku dengan membidik peluang pasar pembaca yang ada. Selain itu, seorang editor buku juga harus siap mewakili perusahaan penerbitan dalam ajang pameran buku, baik yang diadakan di dalam negeri maupun di luar negeri terkait promosi penjualan buku bersama tim marketing perusahaan yang bersangkutan.
Saya menekuni dunia profesi editor lebih
banyak belajar secara autodidak bahkan saya sendiri secara pribadi tidak pernah duduk
mengenyam bangku kuliah di jurusan bahasa Indonesia, jurusan komunikasi,
jurusan penerbitan, atau bahkan jurusan editing tetapi saya tetap belajar
dengan banyak membaca dan memahami dari bacaan buku-buku mengenai panduan editing
profesional sebagai seorang editor. Setahu saya, jurusan untuk menjadi editor di
Indonesia bisa dibilang sangatlah jarang salah satu yang saya ketahui adalah D3
jurusan editing di Universitas Padjajaran (UNPAD) di Bandung yang sangat
tersohor. Bisa dikatakan jurusan editing di Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara Malaysia yang beberapa universiti di sana sudah memiliki jurusan editing dari jenjang S1, S2, dan S3 yang sangat berperan dalam perkembangan kemajuan literasi di negara Malaysia. Profesi sebagai editor buku bisa dibilang adalah pekerjaan seni karena
editor profesional dituntut memiliki taste
(cita rasa) untuk bisa menata tulisan naskah penulis agar enak dibaca serta
mudah dipahami oleh pembaca secara baik dan benar.
Profesi editor yang bekerja pada penerbitan
buku, majalah atau koran nasional di beberapa negara industri maju seperti di
Eropa Barat, Jepang dan Amerika Serikat masih dianggap sebagai pekerjaan yang cukup populer serta menjanjikan bahkan dikatakan setara dengan profesi dokter, dosen, jurnalis, ekonom, ataupun
pengacara karena lebih banyak mengedepankan sisi intelektualitas dari
pekerjaannya terutama berkaitan dengan buku-buku sastra semacam novel atau buku-buku
filsafat yang diharapkan dapat menjadi buku bacaan best seller. Profesi untuk menjadi editor di Indonesia sendiri
terutama yang bekerja pada penerbitan buku, majalah atau koran nasional bisa
dibilang masih kurang populer jika dibandingkan dengan beragam jenis profesi
yang lainnya namun setelah saya pahami secara mendalam ternyata untuk menjadi
seorang editor terkadang memberikan berkah tersendiri buat saya pribadi
diantaranya karena saya dapat bertemu dan berkenalan dengan penulis-penulis hebat
serta banyak menggali ilmu dari naskah yang saya edit. Menjadi editor lebih
banyak bekerja dengan menggunakan otak dan pikiran sehingga bisa dibilang profesi editor buku adalah profesi
intelektual selain profesi guru atau bahkan dosen. Keberadaan editor dalam
sebuah perusahaan penerbitan termasuk vital karena para editor nanti yang
bertanggung jawab terhadap kualitas mutu dari isi sebuah buku yang ditulis oleh
sang penulis. Semakin laris penjualan buku berarti kinerja editor dalam menata isi materi naskah dari suatu buku bisa dibilang cukup
bagus. Penulis buku sendiri sangat membutuhkan pemikiran dari editor atas
masukan, kritik, dan sarannya. Bisa dibilang editor adalah sahabat intelektual
dari penulis bahkan menjadi penulis bayangan dari penulis buku asli yang
sebenarnya.
Banyak akademisi seperti guru/dosen, motivator dan sastrawan yang hendak menerbitkan buku dengan mengirimkan naskahnya ke penerbit sudah dipastikan bahwa naskahnya nanti akan ditangani oleh seorang editor yang disesuaikan
dengan kajian bidang disiplin keilmuannya. Editor dianggap cukup paham mewakili
penerbit untuk melihat peluang pasar dari materi isi naskah tersebut jika nantinya
benar-benar bisa diterbitkan menjadi sebuah buku bermutu yang dijual ke pasar. Bagi saya pribadi sebelum menjadi seorang
penulis alangkah lebih baiknya memiliki pengalaman untuk menjadi editor
terlebih dahulu. Editor bisa
dibilang sebagai pintu gerbang untuk menjadi seorang penulis buku profesional.
Seorang penulis belum tentu bisa menjadi editor tetapi seorang editor pasti
bisa menjadi penulis. Syarat utama untuk menjadi seorang editor adalah memiliki
sikap kritis, menguasai data dan fakta, teliti, berwawasan luas, suka menulis,
suka membaca buku, dan bisa berbahasa asing minimal bahasa Inggris baik aktif
maupun pasif.
Menjadi editor juga memiliki kode etik
profesi tersendiri. Berikut adalah kode
etik editor yang saya petik dari buku yang berjudul "Tak Ada Naskah yang tak Retak" karya Bambang Trim yang diantaranya adalah menghormati hak cipta dari penulis, dilarang melakukan
penjiplakan atas ide dan materi dari naskah penulis, merahasiakan naskah editannya
dari pihak-pihak yang tidak ada kaitannya dengan pengeditan naskah, tidak boleh
merusak atau menghilangkan bagian naskah dari penulis, dilarang mengubah isi
naskah termasuk mengubah makna kata tanpa izin persetujuan dari penulis sesuai dengan perjanjian yang sudah
disepakati, pengeditan harus diselesaikan sesuai dengan deadline yang sudah ditetapkan.
Dengan segala kerendahan hati, karena saya
juga masih dalam proses belajar untuk menjadi editor maka saya akan memberikan
beberapa referensi buku mengenai panduan editing profesional yang mungkin dapat
membantu anda yang tertarik untuk menjadi editor. Beberapa buku ini yang saya
punya karena saya rasa wajib untuk dimiliki, dibaca, dan segera dipraktekkan
bagi yang bergelut dalam dunia editing buku diantaranya sebagai berikut.
-Buku Pintar Penerbitan Buku, karya Tim
Grasindo, 2007, Penerbit Grasindo.
-Petunjuk bagi Pengarang Penyunting dan
Korektor, karya Adjat Sakri, 1984, Penerbit ITB Bandung.
-Pedoman Umum Pembentukan Istilah, 2004, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
-Pedoman Umum Pembentukan Istilah, 2004, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
-Tak Ada Naskah yang tak ‘Retak’: Panduan
Profesional Editing Naskah. karya Bambang Trim, 2012, Penerbit Trim
Komunikata.
Menjadi editor terkadang tidak hanya
soal bakat dan minat tetapi juga kerena faktor jodoh dan rezeki. Mengenai standar gaji dari seorang editor bisa dikatakan semua tergantung dari kebijakan perusahaan penerbitan masing-masing tapi biasanya sebuah perusahaan penerbitan yang sudah lama eksis dan memiliki reputasi nasional kebanyakan memberi standar gaji yang cukup menarik untuk seorang editor. Pada awalnya,
saya bercita-cita ingin menjadi seorang dosen pengajar di universitas yang saya
anggap sebagai pekerjaan intelektual ternyata setelah beberapa waktu lamanya merasakan
belajar dan bekerja menjadi seorang editor kemudian saya kembali merenung jika ternyata profesi
editor merupakan bagian dari wujud pekerjaan intelektual. Editor
juga berperan membantu ide, kritik, saran bagi para penulis demi kesempurnaan
buku yang nanti akan diterbitkan terutama yang berkaitan dengan gaya penulisan
baku sesuai standar Kamus Besar Bahasa
Indonesia.
Kesimpulannya, bekerja di bidang penerbitan, saya anggap sebagai bentuk proses media belajar menggali ilmu dalam bentuk pengalaman langsung di dunia industri melalui kegiatan aksi (praktek) di lapangan karena seorang ilmuwan harus dituntut untuk bisa menulis. Pintu gerbang untuk menjadi seorang penulis profesional alangkah lebih baik jika diawali karier menjadi seorang editor buku terlebih dahulu. Semoga bermanfaat![]
Kesimpulannya, bekerja di bidang penerbitan, saya anggap sebagai bentuk proses media belajar menggali ilmu dalam bentuk pengalaman langsung di dunia industri melalui kegiatan aksi (praktek) di lapangan karena seorang ilmuwan harus dituntut untuk bisa menulis. Pintu gerbang untuk menjadi seorang penulis profesional alangkah lebih baik jika diawali karier menjadi seorang editor buku terlebih dahulu. Semoga bermanfaat![]
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang
kini sedang mencoba belajar dan bekerja menjadi editor buku-buku ilmu sosial di salah satu penerbitan
nasional di Jakarta.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus