Ditulis
oleh: Nur Bintang*
Bias
Kejahatan Klasik
S
|
aya selama ini berusaha
mengamati dan memahami perihal dunia kejahatan di sekitar lingkungan social
sekitar. Hal ini saya sadari sebab selama saya studi dulu pembahasan mengenai
mata kuliah “sosiologi perilaku menyimpang” dinilai
masih kurang untuk saya dapatkan walaupun dulu sempat mengambil mata kuliah
tersebut. Saya kemudian berangsur-angsur tertarik untuk memahami kajian
disiplin ilmu kriminologi yang teori-teori
kajian mereka banyak meminjam dari pemikiran para tokoh sosiologi yang concern terhadap studi sosiologi
perilaku menyimpang. Pada awalnya saya hanya menyukai konsep “abnormalitas”
yang dikemukakan oleh sosiolog Perancis yakni Michel Foucault yang membahas
mengenai studi kegilaan atau masyarakat yang berbeda dengan yang lain termasuk
kaitannya dalam hal ini adalah mengenai hukuman perilaku kejahatan dan biopower di dalam rumah sakit dan penjara.
Pada awal masa era Victorian di daratan Eropa (abad 16 - abad 17) dulu yang
masih dikenal sebagai masa transisi dari “zaman kegelapan” menuju “zaman pencerahan” (renaissance) ketika para ahli hukum di
Eropa saat itu masih mengalami kebingungan dalam memutuskan konteks yang jelas
mengenai arti “kejahatan” itu sebagai “pathologi
social”. Pada masa zaman kegelapan saat itu, warga Eropa yang dianggap
tidak produktif (jobless: pengangguran)
ditangkap beramai-ramai oleh pihak keamanan dan dimasukkan ke dalam penjara
karena menganggap bahwa para pengangguran adalah kelompok orang-orang yang
rentan melakukan aksi kejahatan karena matinya fungsi peran social mereka dalam
menjalankan kehidupan social bermasyarakat dan bernegara, tidak hanya
pengangguran akan tetapi para orang yang mengalami kondisi gangguan jiwa
(kegilaan), cacat mental (keterbelakangan), para lawan politik raja yang
dianggap membelot, para gelandangan (homeless),
para orang yang menderita penyakit menular yang belum ditemukan obatnya pada saat
itu juga dinyatakan bersalah oleh pihak kerajaan dan wajib untuk dikarantina
dan ditertibkan dengan menjebloskan mereka semua masuk ke dalam penjara, dan
para warga yang dianggap melanggar dogma agama (bid’ah) saat itu juga
dimasukkan ke dalam penjara oleh pihak pemerintah kerajaan berkuasa di Eropa
kala itu yang berkongsi dengan pihak otoritas gereja. Kejahatan pada zaman itu
terlihat sangat bias dan tidak jelas batasan social kejahatan
yang sesuai dengan ketentuan aturan hukum yang disepakati bersama oleh
masyarakat di daratan Eropa pada zaman itu. Sosiolog Michel Foucault kemudian menganggap
bahwa kekuasaan ilmu pengetahuan telah membentuk batasan sosial yaitu cara psikiatri mendefinisikan penyakit
jiwa membuat pemisahan antara orang gila dengan orang normal, para dokter yang
mendefinisikan tentang penyakit saat itu juga telah membuat pemisahan antara
orang yang sehat dengan orang yang sakit, berkembangnya ilmu kriminologi juga telah
membuat batas pemisahan antara orang yang berkelakuan baik dengan orang yang
berkelakuan menyimpang yang disebut “penjahat/kriminil”. Gagasan diciptakan
penjara semakin membuat kekuasaan polisi bertambah semakin besar (powerfull). Perkembangan pemahaman studi
terhadap kejahatan kemudian berkembang modern pada arah kemajuan yang dimana
kini batasan konsep mengenai kejahatan individu sudah tertulis jelas (tidak
bias) ke dalam bentuk undang-undang yang telah disepakati bersama oleh warga masyarakat dengan pemerintah yang berkuasa pada saat ini namun kejahatan mengenai kelompok/korporasi/penyalahgunaan kekuasaan dengan maksud kejahatan (abuse power) nampaknya masih mengalami bias dalam proses hukum pidana.
Bias
Kejahatan Modern
K
|
etertarikan saya
mengenai perihal “abnormalitas” maka semakin membuat saya tertarik memahami
interaksi social masyarakat pada dunia hitam. Selama saya melakukan karya tulis
ilmiah dari skripsi hingga thesis sangat concern
dan peduli perihal perkembangan dunia prostitusi yang bagi kebanyakan orang
termasuk menjadi bagian dari “abnormalitas” itu sendiri karena mereka
menjalankan kehidupan yang sangat different
(berbeda) bagi orang “normal” kebanyakan. Pemahaman dunia kriminalitas tidak
terbatas pada dunia prostitusi saja melainkan dunia organisasi kejahatan (mafia/triad/gangster) secara keseluruhan
karena merekalah yang saat ini mengendalikan dunia kriminalitas secara cantik di
beberapa belahan dunia (sebenarnya masih ada konsep kajian mengenai anatomi
dalam biology criminal/kedokteran
forensik dan psikologi criminal yang didasarkan ciri-ciri fisik khas individu sebagai
pelaku kejahatan serta motif tindakan perilaku kejahatan tersebut dalam konteks
kondisi kejiwaan pelakunya tetapi dalam pembahasan kali ini saya lebih
berorientasi kepada factor sosiologis secara kelompok di dalam organisatoris
yang memiliki kedok perusahaan dan lobi-lobi mereka terhadap pihak-pihak oknum
yang seharusnya memiliki otoritas/kekuasaan dalam melakukan pendisiplinan hukum).
Untuk mencari gambaran tentang perihal dunia kriminalitas tersebut maka saya
tak segan-segan untuk rajin menonton tayangan TV kabel di rumah yang mengupas
investigasi dunia kriminalitas seperti beberapa channel stasiun TV Amerika Serikat yang menayangkan serial film TV
“Law
and Order”, “CSI: Criminal Scene Investigation”, dan “Criminal Mind” walaupun kisah mereka
fiktif tetapi sangat menjelaskan mengenai pergulatan dunia kriminalitas yang
berhubungan dengan artis, orang terkenal, pengusaha, atau politisi yang
sesungguhnya karena kisah kriminalitas tersebut juga terinspirasi dari beberapa
kasus yang terjadi di New York City, Amerika Serikat yang menjadi tempat
setting dalam cerita film tersebut. Pembahasan mengenai organisasi criminal sampai
saat ini, dinilai masih sedikit karena besarnya resiko nyawa yang harus
ditanggung seorang ilmuwan untuk mengupas mekanisme kerja dalam organisasi
criminal tersebut namun saya membaca dari sebuah buku berbahasa Inggris
terbitan tahun 2007 yang berjudul “The Organized Crime Community: Essays in Honor of Alan Block”
yang editornya adalah guru besar ilmu kriminologi dari Universitas Utrecht, Belanda
yaitu Prof. Frank Bovenkerk dan guru besar ilmu kriminologi dari Universitas
Cardiff, Inggris yaitu Prof. Michael Levi yang di dalam pengantarnya mereka
berpendapat bahwa terdapat aliansi diantara pasar ekonomi, kejahatan politik, dan
pengawasan terhadap kejahatan. Selain itu organisasi dalam kejahatan juga ikut
membentuk streotipikal dari etnis tertentu juga terkadang mendapat image sebagai bagian dari organisasi
criminal seperti Jews American, Italian American dan
Irish American. Terlepas dari pemahaman buku yang saya sebutkan di
atas maka saya juga memiliki asumsi sendiri dari berbagai literature bacaan koran,
majalah, dan internet jika organisasi criminal kebanyakan saat ini dikendalikan
para kelompok mafia yang biasanya sering
melakukan modus penyamaran dengan berkedok sebagai “pengusaha” yang memiliki
banyak perusahaan fiktif sehingga memang sangat sulit untuk tersentuh oleh
tangan hukum. Kelompok mafia ini
bermain sangat cantik dan elegan dengan kecenderungan sangat menipu yang
terkadang juga memakai kedok membentuk yayasan sosial dari perusahaannya untuk selalu
mendistribusikan bantuan kemanusiaan, memberi bantuan dana penelitian kepada
ilmuwan dalam rangka membentuk citra positif dihadapan public masyarakat.
Kelompok mafia ini juga memiliki
profesi pekerjaan tertentu serta terhormat dan memiliki izin perusahaan secara
resmi kepada negara dan terkadang perusahaan mereka juga memberi pemasukan pajak
terhadap kas negara. Kejahatan individual biasanya sangat mudah dideteksi oleh
pihak kepolisian karena tidak melibatkan banyak orang namun jika kejahatan
korporasi sangat susah untuk dideteksi karena pemilik perusahaan biasanya
berasal dari kalangan orang-orang terhormat dan terkenal, memiliki power (kekuasaan) yang cukup
berpengaruh, dan memiliki hubungan relasi yang sangat baik dari para politikus,
petinggi, dan pejabat yang memiliki kekuasaan di suatu negara tertentu yang
menjadi ladang investasi bisnisnya. Fenomena kejahatan ini kemudian
dikategorikan oleh sosiolog criminal
kenamaan yakni E. Sutherland dengan istilah “white-collar crime”. Melalui analisis
studinya pada tahun 1939, Sutherland menganggap jika hukum dalam melakukan
mekanisme kerjanya bersifat “tebang-pilih” dan sangat sulit menyeret mereka ke
dalam pengadilan pidana karena ‘penjahat kerah putih’ mempunyai pengaruh kekuasaan yang kuat (powerfull). Hal ini menurut saya bisa dipahami karena 'penjahat kerah putih' mempunyai link koneksi dengan
penguasa setempat serta memiliki lawyer (pengacara)
handal dan mahal yang selalu siap melakukan lobi-lobi ke pengadilan dengan tebusan uang
jaminan sebagai syarat pembebasan klien-nya apabila mengalami permasalahan hukum.
Seorang tokoh sosiolog criminal Edward Ross juga menyebut
istilah “white-collar crime” ini
dengan sebutan “criminaloid” yang
artinya kebal hukum. Dampak kejahatan korporasi criminal ini sangat besar
pengaruhnya terhadap masyarakat luas seperti contoh kasus: Terjadi pada
negara-negara Amerika Latin seperti Mafia Kolombia dan Mafia Meksiko yang melakukan kegiatan “Black
Industry” yaitu industry-illegal seperti heroin, opium maupun jenis narkotika dan
obat-obatan terlarang lainnya yang pendistribusiannya terkadang dimasukkan ke
dalam produk kemasan makanan untuk menghindari pemantauan dan pemeriksaan dari
pihak kepolisian negara setempat yang dibantu FBI Amerika Serikat yang hal ini marak terjadi di negara-negara kawasan tersebut
bahkan sering ditemukan bangkai kapal selam di kawasan hutan Amazon dekat negara Brasil yang biasa
digunakan para kelompok mafia ini untuk
menyelundupkan narkotika melalui jalur bawah laut; monopoli industry pornografi yang dilakukan
kelompok mafia Yakuza di Jepang yang hampir
menguasai seluruh asset-aset industri pembuatan film porno Japan Adult Video dan bisnis pemerasan di negeri Sakura; Adanya beberapa perusahaan
internasional yang melakukan kejahatan lingkungan dengan membuang limbah secara
sembarangan ke lingkungan perairan negara tertentu dan pihak manajemen
perusahaan menolak memberi kompensasi ganti rugi untuk menyelamatkan keuangan perusahaan
dari kerugian yang lebih besar; Perusahaan yang melakukan kegagalan produk baik
otomotif, kosmetika, obat-obatan, dan makanan yang ternyata sangat merugikan
para konsumen yang hal ini langsung ditutup-tutupi oleh pihak manajemen
perusahaan untuk mengamankan aset-aset perusahaan dari segala tuntutan hukum;
dan kejahatan perbankan yang dulu pernah marak di Indonesia yaitu bankir-bankir
nakal yang memiliki bank-bank swasta dan kemudian buron melarikan uang
nasabahnya ke luar negeri setelah menerima bantuan BLBI ketika terjadi krisis
moneter Asia tahun 1998. Tidak hanya pengusaha nakal saja tetapi para oknum birokrat pemerintah bisa terlibat dalam hal ini karena menerima suap dari para pengusaha
yang ingin melicinkan urusan masalah bisnisnya. Kejahatan korporasi sangat
merugikan rakyat karena membuat rakyat menjadi miskin dan kecenderungan
terhadap bentuk-bentuk pemerintahan yang korup.
Akhir
dari Korporasi Kejahatan?
K
|
ejahatan organisasi
melalui bentuk kejahatan korporasi nampaknya masih sangat sulit diberantas di
belahan bumi manapun walaupun tanpa perlu bersikap skeptis terhadap perubahan
yang ada. Pengaruh dalam organisasi kejahatan sangat kompleks dan besar karena
melibatkan system hukum dan ekonomi yang bekerja pada saat ini dari para
pekerja, manajer, pengusaha, direksi, pemilik saham, pihak keamanan, pengacara,
dan pemerintah apalagi situasi ini akan sulit jika harus menghadapi pada suatu
rezim pemerintahan yang korup di suatu negara. Kelicinan organisasi kejahatan ini
biasanya melakukan “cuci tangan” dengan mengorbankan beberapa anggotanya untuk
menyelamatkan organisasi secara keseluruhan dan korbannya biasanya adalah
anggota organisasi atau karyawan dari sebuah perusahaan korporasi kejahatan yang
tidak memiliki kekuasaan (powerless)
serta dituduh lalai dan merugikan orang banyak dan merusak citra nama baik perusahaan sehingga layak
menerima tuntutan hukum dari masyarakat atau pemerintah. Kejahatan korporasi
sulit untuk ditindak karena keberadaan perusahaan korporasi masih dianggap sendi
nafas ekonomi dalam memperoleh pekerjaan dan menghidupi keluarga di masyarakat (bagi
orang-orang yang berpikir realistis terkadang tidak mempedulikan hal ini karena
tanggungan kebutuhan ekonomi yang sangat mendesak untuk kebutuhan keluarga jauh
lebih penting!). Di luar negeri biasanya tindakan hukum terhadap perusahaan
korporasi yang dianggap melanggar hukum biasanya dikenai tindakan tuntutan
terhadap perusahaan korporasinya, korporasi bersama dengan pegawainya, atau
pegawainya saja melalui konsep pengesahan (ratifikasi) dan pembiaran
(tolerasi). Tampaknya pendapat dari ahli sosiologi hukum pidana (Chambliss dan Seidman) perlu menjadi
renungan bahwa kejahatan bukan permasalahan amoralitas melainkan masalah yang
bersifat politik, karena pembentukan undang-undang sering menjadi bagian dari
kepentingan tangan panjang, lobi-lobi pendekatan dari kebutuhan social kelompok
tertentu yang memiliki kekuasaan (di Amerika Serikat terkenal dengan istilah “Lobi Yahudi”). Hal ini yang saya lihat dari organisasi
kejahatan yang memiliki korporasi yang sulit untuk tersentuh hukum karena
lobi-lobi cerdas pengusaha korporasi tersebut kepada oknum agen pemerintah yang
korup karena merasa memiliki kepentingan hukum atas perundang-undangan yang
dibentuk oleh pemerintah untuk melanggengkan keuntungan perusahaannya.
Nampaknya saya harus semakin rajin untuk menonton serial TV: “Law and Order”, “CSI: Criminal Scene Investigation”, dan “Criminal Mind”
selama dalam proses memahami fenomena social ‘Anomalie’ dalam dunia kriminalitas terutama kejahatan korporasi ini nampaknya yang mulai berpola lintas negara dalam pengaruh arus globalisasi dan model capital flight. Godaan sumbangan kekayaan dari korporasi kejahatan lintas negara
tersebut mungkin saja bisa menggoyahkan keimanan para oknum agen pemerintah
yang selama ini mengalami kondisi kesulitan ekonomi karena faktor kecilnya gaji yang diperoleh tiap bulan dan mungkin saja bisa berbalik justru meningkatkan
prinsip keyakinan suci dari para agen pemerintah yang masih bersikap terhormat
dan bertanggung jawab terhadap kewibawaan negara untuk melawan dan tidak tergoda iming-iming penawaran dari sumbangan kekayaan dari pihak korporasi kejahatan
sehingga praktek suap, kolusi, dan korupsi dapat diberantas. Semoga…
*Nur
Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sumber
Referensi:
-Prof. Dr. I. S.
Susanto., S.H. (tanpa tahun). “Diktat
Kriminologi”. Purwokerto. Penerbit: Universitas Wijayakusuma.
-Prof. Frank Bovenkerk
dan Prof. Michael Levi. et.al.
(2007). “The Organized Crime Community:
Essays in Honor of Alan A. Block”.
New York. Springer
Science + Business Media Publisher.
-Haryatmoko. “Kekuasaan Melahirkan Anti Kekuasaan”. Basis edisi nomor 01-02, Tahun ke 51,
Januari-Februari 2002.
Assalamu Alaikum wr-wb, perkenalkan nama saya ibu Rosnida zainab asal Kalimantan Timur, saya ingin mempublikasikan KISAH KESUKSESAN saya menjadi seorang PNS. saya ingin berbagi kesuksesan keseluruh pegawai honorer di instansi pemerintahan manapun, saya mengabdikan diri sebagai guru disebuah desa terpencil, dan disini daerah tempat saya mengajar hanya dialiri listrik tenaga surya, saya melakukan ini demi kepentingan anak murid saya yang ingin menggapai cita-cita, Sudah 9 tahun saya jadi tenaga honor belum diangkat jadi PNS Bahkan saya sudah 4 kali mengikuti ujian, dan membayar 70 jt namun hailnya nol uang pun tidak kembali, bahkan saya sempat putus asah, pada suatu hari sekolah tempat saya mengajar mendapat tamu istimewa dari salah seorang pejabat tinggi dari kantor BKN pusat karena saya sendiri mendapat penghargaan pengawai honorer teladan, disinilah awal perkenalan saya dengan beliau, dan secara kebetulan beliau menitipkan nomor hp pribadinya dan 3 bln kemudian saya pun coba menghubungi beliau dan beliau menyuruh saya mengirim berkas saya melalui email, Satu minggu kemudian saya sudah ada panggilan ke jakarta untuk ujian, alhamdulillah berkat bantuan beliau saya pun bisa lulus dan SK saya akhirnya bisa keluar,dan saya sangat berterimah kasih ke pada beliau dan sudah mau membantu saya, itu adalah kisah nyata dari saya, jika anda ingin seperti saya, anda bisa Hubungi Bpk Drs Tauhid SH Msi No Hp 0853-1144-2258. siapa tau beliau masih bisa membantu anda, Wassalamu Alaikum Wr Wr ..
BalasHapus