Makna
Metodologi
Pendahuluan
Banyak
orang, termasuk profesional di luar ilmu pengetahuan sosial mempertanyakan:
Apakah sosiologi dan ilmu sosial yang berhubungan dengannya merupakan ilmu
pengetahuan yang sebenarnya? Mereka berpikir hanya
ilmu pengetahuan alam (seperti: fisika, kimia, dan biologi). Pada bab ini, kita
merevieuw makna ilmu pengetahuan di dalam ilmu pengetahuan sosial. Kita
membangun ide mengenai komunitas ilmiah dan jenis-jenis riset dan teori sosial
yang didiskusikan di tiga bab sebelumnya. Bab ini lebih memberi penekanan
kepada metode penyelidikan-bagaimana kita tahu-daripada teknik spesifik untuk
mengumpulkan dan mereviuw data. Ini seperti pertanyaan:
Apakah yang peneliti coba lakukan saat mereka melakukan riset?
Bagaimana
caranya melakukan riset?
Pertanyaan “Di manakah posisi ilmu
pengetahuan sosial dalam ilmu pengetahuan?” relevan untuk siapa saja yang
berharap belajar mengenai metode riset sosial, karena jawabannya ditemukan pada
metode yang digunakan oleh peneliti. Metodologi riset adalah yang membuat ilmu
sosial ilmiah. Pertanyaan ini amat penting dan memiliki sebuah perdebatan
panjang. Ini berkali-kali ditanyakan
semenjak ilmu sosial diciptakan. Ahli ilmu sosial klasik seperti Auguste Comte,
Emile Durkheim, Karl Marx, John Stuard Mill, dan Max Weber ponderedmerenungkan
pertanyaan ini. Setelah melalui diskusi dan debat sepanjang dua abad,
pertanyaan ini masih menyertai kita hingga saat ini. Sesungguhnya ini tidak
memiliki jawaban yang sederhana.
Sebuah pertanyaan yang memiliki jawaban ganda
tidak berarti jika segalanya terjadi begitu saja; ini artinya peneliti sosial
memilih dari pendekatan alternatif kepada ilmu pengetahuan. Tiap pendekatan memiliki sumsi dan prinsip sendiri dan cara bersikap untuk
melakukan riset. Pendekatan ini jarang dideklarasikan secara eksplisit di
laporan penelitian, dan banyak peneliti hanya memiliki kesadaran samar kepada
mereka. Selain itu pendekatannya memainkan sebuah peran penting dan ditemukan
sepanjang ilmu sosial dan wilayah aplikasi yang berkaitan dengannya.
Collin (1989:134) berargumen jika debat
apakah ilmu sosial merupakan ilmu pengetahuan datang dari devinisi yang
terlalalu kaku dari ilmu pengetahuan. Ia menandai, “ Filsafat modern dari ilmu
pengetahuan tidak akan menghancurkan ilmu sosiologi; ini tidak menyebutkan jika
ilmu pengetahuan itu mustahil tetapi memberikan gambaran yang lebih flexibel
kepada kita apakan ilmu pengetahuan itu.” Pendekatan di dalam bab ini membantu
meringkas isu dalam filsafat untuk mengkonkritkan teknik penelitian. Mereka
mengharamkan apa yang terdapat dalam penelitian sosial yang bagus, membenarkan
mengapa seseorang melakukan riset, menghubungkan nilai-nilai kepada riset, dan
memandu sikap rasis.Mereka adalah acuan yang luas saat peneliti melakukan
studi. Couch (1987:106) meringkas hal tersebut sebagai berikut:
Posisi ontologi dan epistemologi posisi dari riset
berikut … tradisi riset menyediakan landasan salah satu dari pertengkaranh
pahit dalam sosiologi kentemporer…. Tiap sisi mengklaim jika kerangka berpikir
yang mereka promosikan menyediakan arti untuk memperoleh pengetahuan tentang
ilmu sosial, dan tiap perhatian terhadap upaya yang lainnya merupakan kesesatan
terbaik. … Mereka berselisih mengenai fenomena apa yang harus didatangi,
bagaimana cara mendekati fenomena, dan bagaimana cara menganalisa fenomena.
Melalui akhir bab ini, anda harus memiliki
tiga jawaban untuk pertanyaan: Apa yang ilmiah dari ilmu pengetahuan sosial?
Satu jawaban akan muncul untuk masing-masing dari ketiga pendekatan untuk
didiskusikan. Anda mungkin menemukan keberagaman pendekatan-pendekatan ini membingungkan
awalnya, tetapi setelah mempelajarinya, anda akan menemukan jika aspek-aspek
lain dari penelitian dan teori menjadi lebih jelas. Teknik penelitian khusus berdasarkan
pendekatan umum yang didiskusikan dalam bab ini. Teknik (seperti pengamatan
eksperimental dan partisipatif) akan lebih masuk akal untuk anda dan anda akan
belajar lebih cepat jika waspada terhadap logika dan asumsi dimana mereka
berdasar. Selain itu, pendekatan yang disampaikan disini akan membantu anda
memahami perbedaan perspektif yang mungkin anda jumpai saat anda membaca studi
penelitian sosial. Hampir sama pentingnya, tiga pendekatan tersebut memberi
anda kesempatan untuk membuat pilihan informasi diantara berbagai jenis penelitian
yang ingin anda lakukan. Anda mungkin merasa lebih nyaman dengan sebuah
pendekatan daripada dengan yang lainnya.
TIGA PENDEKATAN
Kita perlu memulai dengan mengenali jika makna ilmu tidak tertulis di batu
atau turun temurun sebagai teks suci; ini merupakan evolusi dari kreasi
manusia. Sampai awal tahun 1800-an, hanya filsuf dan pelajar di sekolah agama
yang terikat di bangku skolah berspekulasi atau menulis mengenai tingkah laku
manusia. Teori klasik membuat sebuah kontrinbusi besar untuk peradaban modern
ketika mereka berargumentasi jika dunia sosial, dikombinasikan dengan
kehati-hatian dan berpikir logis dapat menyediakan sebuah pengetahuan yang baru
dan berguna mengenai hubungan manusia. Di kehidupan modern, ilmu diterima
sebagai cara mendapatkan pengetahuan.
Sekali ide mengenai ilmu dari dunia sosial mendapatkan penerimaan, isunya
menjadi: seperti apakah ilmu tersebut terlihat, dan bagaimana hal tersebut
dilakukan? Beberapa orang menuju ke ilmu pengetahuan alam yang sudah diterima
(seperti fisika, biologi, dan kimia) dan mengkopi metode mereka. Argumen mereka
sederhana: legitimasi dari ilmu pengetahuan alam berhenti pada metode ilmiah,
jadi ilmuwan sosial harus mengadopsi pendekatan yang sama.
Banyak peneliti menerima jawaban tersebut, tapi hal ini memiliki banyak
kesulitan. Pertama, ada sebuah debat mengenai apa arti ilmu , termasuk dalam ilmu pengetahuan alam. Metode ilmiah hanyalah
seperangkat abstrak yang longgar, prinsip kabur yang hanya menyediakan sedikit
petunjuk. Pelajar yang mengambil spesialisasi di sejarah dan filosofi ilmu
telah mengekspolari bermacam cara untuk melakukan penelitian ilmiah dan
menemukan jika ilmu menggunakan beberapa metode. Kedua, beberapa pelajar
berkata jika manusia secara kualitatif berbeda dengan objek di ilmu pengetahuan
alam (seperti bintang, batu, tanaman, dan komponen kimia). Manusia berpikir dan
belajar, memiliki sebuah kesadaran mengenai diri mereka dan masa lalunya, juga
memiliki motif dan alasan. Karakter unik manusia ini berarti ada sebuah ilmu
pengetahuan khusus yang dibutuhkan untuk mempelajari kehidupan sosial manusia.
Penelitian sosial tidak berhenti ketika para filsuf berdebat. Mempraktekan
pengembangan penelitian cara melakukan riset berdasar gagasan informal ilmu.
Haln ini dimasukkan dalam kesimpulan. Peneliti terkemuka menggunakan taknik
untuk memperkenalkan penelitian sosial yang kadang menyimpang dari model ideal
ilmu yang baik menurut filsuf.
Tiga pendekatan di bagian ini berasal dari evaluasi kembali besar dari ilu
sosial yang dimulai pada tahun 1960 (2). Ketiga alternatif dari ilmu sosial
merupakan ide dasar yang disaring dari banyak argumen spesifik. Pada
prakteknya, sedikit peneliti sosial yang setuju dengan keseluruhan bagian dari
sebuah pendekatan. Seringkali mereka memadukan elemen dari masing-masing
pendekatan. Namun, pendekatan tersebut memperlihatkan perbedaan mendasar di pandangan
dan asumsi alternatif mengenai penelitian ilmu sosial (3).
Pendekatan-pendekatan tersebut merupakan cara yang berbeda untuk melihat
dunia—cara untuk mengobservasi, mengukur, dan memahami realitas sosial. Mereka
dimulai dari posisi yang berbeda, meski semuanya berakhir dengan melihat atau
mengatakan hal yang sama.
Untuk menyederhanakan diskusi, saya menyusun asumsi dan ide dari pendekatan
menuju jawaban dalam delapan pertanyaan ini:
- Kenapa seseorang
harus melakukan penelitian ilmu sosial?
- Apa yang sifat
alamiah mendasar dari realitas sosial? (pertanyan
ontologis)
- Apa sifat
alamiah manusia?
- Apa
hubungan antara ilmu pengetahuan dan logika?
- Apa yang
menjadi sebuah penjelasan atau teori dari realitas sosial?
- Bagaimana
seseorang menentukan sebuah penjelasan itu benar atau salah?
- Bagaimana
sebuah bukti yang baik atau informasi faktual terlihat?
- Dimana nilai-nilai
sosiopolitik masuk dalam ilmu?
Tiga pendekatan tersebut adalah positivisme, ilmu pengetahuan sosial
interpretatif, dan ilmu sosial kritis. Kebanyakan penelitian sosial berdasar
pada dua yang pertama. Positivisme merupakan pendekatan yang tertua dan paling
banyak digunakan. Miller (1987:4) seorang filsuf ilmu mengamati, “Positivisme
merupakan pandangan filosofis paling umum dalam ilmu pengetahuan. Belum ada alternatif
baru yang luasnya sebanding dengan hal tersebut.” Pendekatan interpretatif
berdiri di posisi minoritas dalam debat sepanjang abad. Ilmu pengetahuan sosial
kritis kurang umum dilihat di jurnal ilmiah. Ini termasuk untuk memberi Anda
jarak penuh dari debat terhadap makna ilmu pengetahuan sosial dan karena
kritiknya terhadap pendekatan lain dan mencoba untuk bergerak dibelakangnya.
Tiap pendekatan diasosiasikan dengan tradisi yang berbeda di teori sosial
dan beragam teknik penelitian. Hubungan antara pendektan luas terhadap ilmu
pengetahuan, teori sosial, dan teknik riset tidaklah ketat. Pendekatan tersebut
mirip dengan program penelitian, tradisi penelitian dan paradigma ilmiah.
Sebuah paradigma, ide yang
diperkenalkan oleh Kuhn (1970), filsuf lain dalam ilmu pengetahuan, berarti
orientasi dasar terhadap teori dan riset. Ada banyak definisi dari paradigma. Umumnya, sebuah paradigma
ilmiah merupakan keseluruhan sistem berpikir. Hal tersebut termasuk asumsi
dasar, pertanyaan penting untuk dijawab atau teka-teki untuk diselesaikan,
teknik penelitian yang harus dipakai, dan contoh dari ilmu penelitian yang
baik. Sebagai contoh, sosiologi menyebut sebuah multiparadigma ilmiah karena
tidak ada paradigma tunggal yang berkuasa; selain, beberapa yang saling
berkompetisi. (4)
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
POSITIVISME
Ilmu pengetahuan positivisme digunakan secara luas, dan positivisme
didefinisikan secara luas menjadi pendekatan ilmu pengetahuan alam. Faktanya,
banyak orang tidak pernah mendengar pendekatan alternatif. Mereka berasumsi
jika pendekatan positivisme adalah ilmu. Ada banyak versi dari positivisme dan
hal tersebut memiliki sejarah panjang dari filosofi ilmu dan diantara para
ilmuwan. (5) sampai saat ini untuk banyak peneliti hal tersebut menjadi label
rendah untuk dihindari. Turner (1992: 1511) mengamati, “Positivisme tidak lagi
memiliki reverensi jelas, tetapi ini membuktikan jika dalam beberapa hal
menjadi positivis bukanlah hal yang baik.” Jawaban dari delapan pertanyaan
memberi Anda gambaran mengenai apa itu pendekatan positivisme berdasarkan nama
seperti empirisme logis, pandangan yang diterima atau konvensional,
postpositivisme, naturalisme, model hukum, dan behaviorisme.
Positivisme berkembang dari sekolah pada abad 19 yang dipikirkan oleh orang
Perancis yang menemukan sosiologi—Auguste Comte (1798-1857). Pekerjaan utama Comte dalam enam jilid, Course de Philosophie Positivistic (The
Course of Positive Philosophy) masih digunakan hingga kini. Filsuf Inggris
John Stuart Mill (1830-1873) mengelaborasikan dan memodifikasi sitem tersebut
dalam karyanya A Sistem of Logic (1843).
Sosiolog klasik Emile Durkheim (1858-1917) mengarisbawahi sebuah versi dari
positivisme dalam Rules of The
Sociological Metode (1895) ciptaannya yang kini menjadi teksbook kunci
untuk para peneliti sosial positivis.
Positvisme diasosiasikan dengan banyak teori sosial spesifik. Yang paling
terkenal adalah hubungan terhadap struktural-fungsional, pilihan rasional, dan
pertukaran kerangka kerja teori. Peneliti positivis memilih data kualitatif
yang tepat dan kadang menggunakan eksperimen, survey, dan statistik. Mereka
mencari penelitian yang tepat, terperinci, dan “objektif”, dan mereka mengetes
hipotesa dengan analisa yang hati-hati dari tindakan. Banyak peneliti aplikatif
(administrator, kriminolog, peneliti pasar, analis kebijakan, evaluator
program, dan perencana) merangkul positivisme. Kritikus menilai positivisme
mengurangi orang dari angka dan kepeduliannya dengan hukum abstrak atau formula
tidak relevan dengan hidup aktual manusia nyata.
Sebuah pendekatan positivisme mendominasi artikel dari jurnal sosiologi
utama di Inggris, Kanda, Scandinavia, dan di Amerika Serikat sepanjang tahun
1960 dan 1970, hal tersebut menurun tajam di jurnal Eropa tetapi pendekatan
tadi cukup dominan di jurnal-jurnal Amerika Utara (6).
Positivisme berkata jika “hanya ada satu logika ilmu, di mana banyak
aktivitas intelektual bercita-cita tinggi terhadap judul ‘ilmu pengetahuan’
harus dikonfirmasi” (Keat dan Urry, 1975:25, memberi penekanan pada keaslian).
Dengan demikian ilmu sosial dan ilmu pengetahuan alam harus menggunakan metode
yang sama. Menurut pandangan ini, perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu
pengetahuan alam tergantung pada ketidak dewasaan atau usia muda dari ilmu
sosial dan subyeknya. Meski demikian, segala ilmu, termasuk ilmu sosial, akan
mirip ilmu paling awal, fisika. Perbedaan diantara ilmu tersebut mungkin ada
pada subjek mereka (contohnya, geologi membutuhkan teknik yang berbeda dari
astrofisik atau mikrobiologi karena perbedaan objek yang dipelajari), tapi
semua ilmu pengetahuan membagikan peralatan umum dari prinsip-prinsip dan
logika.
Positivisme melihat ilmu sosial sebagai sebuah metode yang terorganisir untuk mengombinasikan logika deduktif dengan
pbservasi empiris yang teat dari kebiasaan individual dalam rangka untuk
menemukan dan mengkonfirmasi sebuah peralatan dari hukum probabilitas yang
dapat digunakan untuk memprediksi pola umum dari aktivitas manusia.
Pertanyaan:
- Mengapa seseorang harus melakukan penelitian sosial ilmiah?
Tujuan utama penelitian adalah adalah
penjelasan ilmiah—untuk menemukan dan mendokumantasikan hukum universal dari
tingkah laku manusia. Jawaban penting lainnya adalah untuk mempelajari
bagaimana dunia bekerja sehingga manusia dapat mengontrol atau memprediksikan
suatu kejadian. Ide yang ada dibelakang ini kemudian disebut sebagai sebuah orientasi instrumental. Ini adalah
sebuah ketertarikan teknis yang berasumsi pengetahuan dapat digunakan sebagai
alat atau instrumen untuk memuaskan keinginan manusia dan mengontrol lingkungan
fisik dan sosial. Sekali manusia menemukan hukum yang memerintah kehidupan
manusia, kita dapat menggunakannya untuk mengubah relasi sosial, untuk meningkatkan
bagaimana sesuatu terjadi, dan memprediksikan apa yang akan terjadi. Sebagai
contoh, seorang positifis menggunakan sebuah teori mengenai bagaimana kita
belajar mengidentifikasi faktor kunci dari sebuah sistem pendidikan (seperti
ukuran kelas, kebiasaan lembaga pelajar, pendidikan guru dan lain-lain) yang
memprediksi meningkatnya pembelajaran pelajar. Ia memperkenalkan sebuah studi
dan ketepatan untuk mengukur faktor-faktor untuk memferifikasi hukum penyebab
dalam teori. Positivis kemudian membangun pengetahuan yang digunakan untuk
sebuahpendidikan resmi untuk mengubah lingkungan sekolah dengan cara yang mampu
meningkatkan cara belajar murid. Pandangan ini dirangkum oleh Turner (1985: 39)
seorang pembela pendekatan positifisme yang menyatakan jika “dunia sosial
menerima pengembangan hukum abstrak yang dapat diuji melakui koleksi yang
berhati-hati terhadap data.” Dan peneliti tersebut perlu untuk “membangun
prinsip abstrak dan model mengenai properti konstan dan tidak lekang waktu dari
dunia sosial.”
Positivis berkata jika ilmuwan terikat di
pertanyaan tanpa henti untuk pengetahuan. Semakin banyak ia belajar,
kompleksitas baru akan ditemukan sehingga masih harus belajar lagi. Versi awal
dari postivisme menjaga jika manusia tidak akan pernah mengetahui segalanya
karena hanya Tuhan yang memiliki pengetahuan tersebut: bagaimanapun juga,
sebagai ciptaan yang ditempatkan di planet ini dengan kapasitas hebat untuk
pengetahuan, manusia memiliki kewajiban untuk menemukan sebanyak mungkin yang
ia bisa.
- Apa itu dasar alamiah dari realitas sosial?
Positivis modern memegang sebuah pandangan
penting: realitas adalah nyata: ini ada “di luar sana” dan menunggu untuk
ditemukan. Ide ini mencatat jika persepsi manusia dan intelektual mungkin
cacat, dan realitas mungkin susah untuk dicocokkan tetapi hal ini nyata.
Terlebih lagi, realitas sosial tidak acak, ini terpola dan memiliki urutan.
Tanpa asumsi ini (contoh, jika dunia kalang-kabut dan tanpa keteraturan) logika
dan prediksi adalah hal yang mustahil. Ilmu pengetahuan mengijinkan manusia
menemukan urutan dan hukum alam. “Dasar hukum observational dari ilmu
pengetahuan mempertimbangkan untuk menjadi nyata, pokok, dan pasti karena
mereka tercipta dari pabrik dunia alam. Menemukan hukum ini seperti menemukan
Amerika, dalam hal keduanya menunggu untuk terungkap” (Mulkay, 1979: 21).
Dua asumsi lain adalah jika pola dasar dari
realitas sosial adalah stabil dan pengetahuan mengenai hal tersebut merupakan
bahan tambahan. Regularitas dalam relitas sosial tidak barubah dimakan waktu,
dan hukum yang ditemukan saat ini akan menunggu di masa yang akan datang. Kita
dapat mempelajari banyak bagian dari realitas dalam satu waktu, kemudian
menambahkan potongan-potongan secara bersama-sama untuk mendapat gambaran
secara keseluruhan. Beberapa versi awal dari asumsi ini berkata jika
keteraturan di alam ini diciptakan dan sebagai bukti keberadaan tuhan ataupun
sang pencipta.
- Apakah
dasar sifat manusia?
Dalam
positivisme, manusia diasumsikan tertarik pada dirinya sendiri, pencari
kepuasan, individu yang rasional. Manusia mengoperasikan dasar dari penyebab
eksternal dengan penyebab yang sama bisa memiliki efek yang sama terhadap semua
orang. Hal ini lebih penting daripada apa yang terjadi di
realitas dalam dan subjektif. Kadangkala, hal ini
disebut sebagai model mekanis dari
manusia atau pendekatan behaviorisme. Ini berarti manusia bereaksi terhadap
kekuatan luar yang senyata kekuatan fisik terhadap sebuah objek. Durkheim
(1938: 27) menyatakan, “Realitas eksternal menyarankan jika peneliti mungkin
tidak memeriksa motivas internal yang tidak terlihat dari perilaku seseorang.
Positifis berkata pada institusi manusia tidak terjadi akibat dari apa yang
orang inginkan. Kegiatan manusia dapat diterangkan deferensi dari hukum penyebab, yang mendeskripsikan
sebab dan mereka mengidentifikasi kekuatan yang menggerakan yang sifatnya sama
seperti hukum alam di ilmu pengetahuan.
Hal ini menyarankan jika ide mengenai kehendak bebas sebagian besar
adalah fiksi dan hanya mendeskripsikan aspek dari tingkah laku manusia yang
belum terungkap oleh ilmu pengetahuan.
Sedikit positivis yang mempercayai determinasi absolut, dimana manusia
mirip seperti robot atau boneka yang harus merespon hal yang sama. Lebih
lanjut, hukum penyebab memiliki kemungkinan. Hukum membutuhkan banyak kelompok
orang atau terulang di banyak situasi. Peneliti dapat memperkirakan tingkah
laku yang terprediksi. Dengan kata lain, hukum mengijinkan kita untuk membuat
prediksi akurat mengenai seberapa sering tingkah laku sosial akan terlihat
dalam sebuah grup yang besar. Hukum penyebab
tidak dapat memprediksi tingkah laku spesifik dari orang yang spesifik
di tiap kesempatan. Bagaimanapun juga, mereka bisa berkata dalam kondisi X, Y,
dan Z, ada 95% kemungkinan jika satu-setengah orang akan terikat dengan di
sebuah tingkah laku spesifik. Sebagai contoh, peneliti tidak dapat
memprediksikan bagaimana John Smith akan memilih di pemilu mendatang. Tetapi,
setelah menganalisa berbagai fakta mengenai John Smith dan menggunakan hukum
kebiasaan politik, peneliti dapat melihat secara akurat jika ada 85%
kemungkinan jika ia (dan orang-orang seperti dirinya) akan menggunakan suaranya
untuk kandidat C. ini bukan berarti Bapak Smith tidak bisa memilih siapa yang
ia inginkan. Tetapi, tingkah laku memilihnya terpolakan dan terbentuk oleh
kekuatan di luar dirinya.
4. Apa hubungan antara ilmu
pengetahuan dan nalar?
Positivis melihat pembagian yang jelas antara ilmu pengetahuan dan yang
bukan ilmu pengetahuan. Dalam banyak cara untuk melihat kebenaran, ilmu
pengetahuan sangat khusus—jalan “terbaik”. Ilmu pengetahuan lebih baik daripada
dan akhirnya akan menggantikan cara yang lebih inferior dalam mendapatka pengetahuan
(seperti sihir, agama, astrologi, pengalaman pribadi, dan tradisi). Ilmu
pengetahuan membawa beberapa ide dari nalar, tapi ini menggantikan bagian dari
nalar yang ceroboh, secara logika tidak konsisten, tidak sistematis, dan penuh
bias. Komunitas ilmu pengetahuan—dengan norma spesial, tingkah laku ilmiah, dan
tekniknya—dapat dengan berulangkali menghasilkan “Kebenaran,” dimana nalar
tidak begitu jarang dan inkosisten.
Seorang peneliti yang bekerja di tradisi positivisme kadang menciptakan
perbendaharaan kata yang sepenuhnya baru—sebuah peralatan ide ilmiah dan
istilah terkait. Ia menginginkan untuk menggunakan ide yang lebih konsisten
secara logika dan dengan hati-hati berpikir keluar dan memperbaiki jika ide
dapat ditemukan di nalar harian. Peneliti positivis “harus memformulasikan konsep
baru di permulaan dan tidak mengandalkan gagasan diam…. Ada pilihan untuk
masing ketepatan yang dipercayai mungkin di sebuah bahasa yang berdasar pada
disiplin daripada bahsa samar dan tidak tepat dalam hidup sehari-hari”
(Blaikie, 1993: 206). Dalam Hukum
Metodologi Sosiologi karyanya, Durkheim mengingatkan peneliti untuk “secara
mantap menolak dirinya menggunakan konsep tersebut dibentuk diluar ilmu
pengetahuan” dan untuk “membebaskan dirinya dari semua pengertian keliru yang
menunggu digoyang oleh pikiran dari orang biasa” (dikutip dalam Gilbert, 1992:
4).
5. Apa yang merupakan sebuah
penjelasan atau teori dari realitas sosial?
Penjelasan ilmu pengetahuan positifis adalah nomothetic (nomos dalam
Bahasa Yunani berarti hukum); ini berdasar pada sistem sebuah hukum
keseluruhan. Ilmu pengetahuan menjelaskan kenapa kehidupan sosial adalah sebuah
jalan yang sekarang ini menemukan hukum penyebab. Penjelasan memerlukan bentuk:
Y itu disebabkan oleh X karena X dan Y merupakan jarak spesifik dari hukum
penyebab. Dengan kata lain, sebuah penjelasan positivis menyatakan keumuman
hukum penyebab yang diaplikasikan untuk atau menutupi observasi spesifik
mengenai kehidupan sosial. Hal ini mengapa positivisme diklatakan menggunakan sebuah model
hukum meliputi dari penjelasan.
Positifisme berasumsi jika hukum berlaku sesuai alasan yang logis dan
ketat. Peneliti menghubungkan hukum penyebab dan fakta spesifik yang diamati
mengenai kehidupan sosial dengan logika deduktif. Positifis percaya jika
akhirnya hukum dan teori mengenai ilmu sosial akan terlihat dalam sistem simbol
formal, dengan aksioma, akibat wajar, dalil, dan teorema-teorema. Suatu hari,
teori ilmu pengetahuan sosial akan terlihat sama dengan yang ada dalam
matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Hukum dari tingkah laku manusia seharusnya berlaku secara universal,
termasuk didalamnya di segala masa dan semua budaya. Seperti tercatat
sebelumnya, hukum tersebut tercantum dalam bentuk kemungkinan untuk keseluruhan
orang. Sebagai contoh, sebuah penjelasan positifis dari kenaikan tingkat
kejahatan di Toronto pada tahun 1990 menunjukkan faktor-faktor (seperti naiknya
angka perceraian, berkurangnya komitmen terhadap nilai moral tradisional dan
sebagainya) yang dapat ditemukan di mana saja dan kapan saja: di Buenos Aires
pada tahun 1890, di Chicago pada 1940, atau di Singapura pada 2010. Faktor-faktor
tersebut secara logika mengikuti sebuah hukum keseluruhan (seperti turunya
tradisi moral akibat meningkatnya angka tingkah laku kriminal).
Pemenang penghargaan Nobel—Steven Weinberg (2001: 50) mengekspresikan tampilan
nomotetis dalam positivisme dan bagaimana hal tersebut dihubungkan dengan
pemikiran positifis ketika ia berkata:
Kami berharap jika di
masa mendatang kita akan mendapatkan sebuah pemahaman dari semua regularitas
yang kita lihat di alam berdasarkan pada beberapa prinsip sederhana, hukum
alam, yang mana semua keteraturan bisa disimpulkan. Hukum ini akan menjelaskan
prinsip apapun… dapat disimpulkan secara langsung darinya, dan hal tersebut prinsip
menyimpulkan secara langsung tersebut dapat disimpulkan darinya, dan
seterusnya… Mungkin harapan terbesar kami untuk sebuah penjelasan akhir adalah
untuk menemukan seperangkat hukum alam terakhir dan memperlihatkan jika hal
tersebut hanyalah konsistensi logis, teori yang kaya… Ini mungkin hanya terjadi
dalam satu atau dua abad.
6. Bagaimana seseorang
menentukan kapan sebuah pernyatan itu benar atau salah?
Positivisme berkembang selama masa Pencerahan (paska—Abad Pertengahan) era
berpikir Barat (7). Ini termasuk sebuah ide Pencerahan penting: Manusia dapat
mengenali kebenaran dan membedakan hal tersebut dari kebohongan dengan
menerapkan alasan, dan dalam jangka panjang melewati abad, kondisi manusia
dapat mempertajam pemikiran mulai penggunaan alasan dan perburuan kebenaran.
Saat pengetahuan tumbuh dan ketidakpedulian menurun, kondisi akan membaik.
Optimisme ini mempercayai jika pengetahuan yang menumpuk melalui waktu
memainkan peran dalam bagaimana positivis memisahkan kebenaran dari penjelasan
salah.
Dalam positivisme, untuk diperhatikan secara serius, penjelasan harus
menemui dua kondisi: mereka harus (1) tidak memiliki kontradiksi logis dan (2)
harus konsisten dengan fakta yang diamati. Sebelumnya, ini tidak cukup. Pengulangan juga dibutuhkan (8).
Beberapa peneliti dapat mengulang atau membuat ulang hasil dari penelitian
sebelumnya. Hal ini meletakkan sebuah pemeriksaan dalam keseluruhan sistem
untuk menciptakan pengetahuan. Ini menjamin kejujuran karena ini secara
berulang diuji oleh penjelasan melalui fakta yang keras dan obyektif. Sebuah
kompetisi terbuka ada diantara penjelasan yang berlawanan, hukum pembagian
digunakan, fakta netral secara akurat diobservasi, dan logika setepatnya
diikuti. Melampaui waktu, ilmu pengetahuan ilmiah menumpuk sebagai penelitian
yang berbeda berlaku tes merdeka dari sebuah teori dan tambahan temuan. Sebagai
contoh, seorang peneliti menemukan jika kanaikan pengangguran berkaitan dengan
meningkatnya kekerasan terhadap anak di San Diego, California. Sebuah hubungan
sebab akibat diantara kekerasan anak dan pengangguran ini tidak hanya
ditunjukkan oleh sebuah studi. Mengkonfirmasi sebuah hukum penyebab tergantung
pada cara menemukan hubungan yang sama di kota lain dengan peneliti lain
menggunakan tes mandiri mengenai keterkaitan antara pengangguran dan kekerasan
terhadap anak.
7. Seperti apakah bukti yang
baik dan informasi faktual terlihat?
Positivisme adalah dualisme: ini mengasumsikan jika fakta yang dingin dan
dapat diamati secara fundamental dipisahkan dari ide, nilai, dan teori. Fakta
empiris berdiri terpisah dari ide personal atau pemikiran. Kita dapat
mengobservasi mereka menggunakan organ perasaan kita (penglihatan, bau, dan
sentuhan) atau instrumen spesial yang memperpanjang perasaan (seperti teleskop,
mikroskop, dan peralatan Geiger). Beberapa peneliti memperlihatkan ide ini
sebagai bahasa dari fakta empiris dan sebuah bahasa dari teori abstrak. Jika
manusia tidak setuju terhadap fakta, ini harus menunjuk pada kegunaan tidak
penting dari instrumen yang terkait atau untuk observasi yang ceroboh atau
tidak memadai. “Penjelasan ilmiah melibatkan akurasi dan ketepatan keterikatan
dari fenomena” (Derksen dan Gartrell, 1992: 1714). Pengetahuan dari mengamati
realitas yang ada menggunakan perasaan kita lebih superior daripada pengetahuan
lain (seperti intitusi, perasaan emosional, dll): hal ini mengijinkan kita
untuk memisahkan kebenaran dari ide keliru mengenai kehidupan sosial.
Positivis mengombinasikan ide dari status istimewa dari observasi empiris
dengan asumsi jika pemahaman subjektif dari dunia empiris dibagikan.
Pengetahuan faktual ini tidak hanya berdasar pada observasi dan alasan dari
satu orang. Ini harus bisa dikomunikasikan dan dibagikan kepada yang lain.
Manusia rasional yang secara mandiri mengamati fakta akan setuju dengannya. Hal
ini disebut intersubyektivitas, atau
pembagian pengetahuan subyektif dari fakta-fakta. Banyak positivis menerima
sebuah versi doktrin pemalsuan yang diungkap oleh filsuf Anglo-Australian Sir
Karl Popper (1902-1991) dalam The Logic
of Scientific Discovery (1934). Proper berargumen jika klaim jika ilmu
pengetahuan “tidak dapat dibuktikan dan dijustifikasi secara utuh, mereka hanya
bisa ditolak (Phillips, 1987: 3). Bukti yang bagus untuk sebuah hukum
sebab-akibat melibatkan lebih dari mengelupas fakta pendukung; ini melibatkan
pencarian bukti yang kontradiktif dengan hukum sebab-akibat. Dalam contoh
klasik, jika saya ingin mengetes klaim mengenai seluruh angsa berwarna putih
dan saya menemukan seribu angsa putih, saya tidak secara keseluruhan
mengkonfirmasi sebuah hukum sebab-akibat atau sebuah pola. Semuanya hanya perlu
menaruh sebuah angsa hitam untuk menolak klaim saya—sekeping bukti negatif. Hal
ini berarti peneliti mencari bukti yang tidak dikonfirmasi, dengan demikian hal
terbaik yang bsia mereka katakan adalah, “Sejauh ini, aku tidak mampu
menunjukkan beberapa sehingga klaimnya mungkin benar.”
- Di mana nilai
sosiopolitik memasuki ilmu pengetahuan?
Positivis berargumen untuk sebuah ilmu pengetahuan yang bebas nilai yang
objektif. Ada dua makna mengenai istilah objektif:
observernya menyetujui apa yang mereka lihat dan ilmu pengetahuan tersebut tidak berdasar pada nilai-nilai,
opini, sikap, atau kepercayaan. (9) positivis melihat ilmu pengetahuan sebagai
bagian yang sepesial dan terpisah dari masyarakat yang bebas dari nilai-nilai
personal, politik dan keagamaan. Hal ini berlaku merdeka dari kekuatan sosial
dan kultural yang mempengaruhi aktivitas lain manusia. Ini melibatkan penerapan
cara berpikir rasional yang ketat dan pengamatan sistematis dalam kebiasan yang
transcent prasangka personal, bias, dan nilai. Peneliti menerima dan
menginternalisasikan norma sebagai bagian dari keanggotaan mereka dalam
komunitas ilmiah. Komunitas ilmiah memiliki sebuah sistem elaborasi dari
pemeriksaan dan keseimbangan untuk menjaga dari bias nilai. Seorang tugas utama
peneliti menjadi sebuah “peneliti tanpa ketertarikan” (10) cara pandang
positivis terhadap nilai telah memiliki dampak besar dalam bagaimana manusia
melihat isu etnik dan pengetahuan:
Untuk tingkatan jika
sebuah teori positivisme dari sebuah pengetahuan ilmiah menjadi kriteria dari
segala pengetahuan, pemahaman moral, dan komitmen politis telah dilegitimasi
sebagai hal yang irasional dan mereduksi inclination subyektif. Prasangka
ethnical saat ini terpikir sebagai opini personal. (Brown, 1989: 37).
Rangkuman
Anda mungkin menemukan akrab dengan beberapa asumsi positivis karena
pendekatan positivis diajarkan secara luas sama seperti ilmu pengetahuan.
Sedikit orang berhati-hati dari asal asumsi positivis. Sebuah aspek keagamaan
awal berada dalam beberapa asumsi karena pelajar yang mengembangkannya di Eropa
Barat sepanjang abad 18 dan 19 memiliki pelatihan keagamaan dan hidup dalam
sebuah latar budaya historis yang berasumsi mengenai kepercayaan spesifik. Banyak asumsi dari positivis
akan muncul kembali saat Anda membaca teknik riset kualitatif dan keterkaitan
di bagian berikut. Sebuah pendekatan positivis mengimplikasikan jika seorang
peneliti memulai dengan sebuah hubungan sebab-akibat general yang ia turunkan
secara logis dari sebuah hukum sebab-akibat dari teori umum. Ia secara logis
menghubungkan ide abstrak mengenai hubungan terhadap keberkaitan yang tapat
dari dunia sosial. Peneliti mempertimbangkan netralitas dan obyektivitas
sebagaimana ia terikat dengan aspek dari kehidupan sosial, menentukan bukti dan
replikasi dari penelitian orang lain. Proses ini menggiring kepada sebuah tes
empiris dan sebagai konfirmasi dari hukum kehidupan sosial seperti
digarisbawahi dalam teori.
Kapan dan kenapa ilmu pengetahuan positivis menjadi dominan? Sejarahnya
panjang dan kompleks. Sebagian besar saat ini merupakan kemajuan yang tidak
dapat terelakkan dari ilmu pengetahuan umum. Ilmu pengetahuan positivis
berkembang pesat karena adanya perubahan di konteks sosio politis yang lebih
luas. Positivisme menghasilkan dominasi di Amerika Serikat dan menjadi model
untuk penelitian sosial di banyak negara paska Perang Dunia II, sekali Amerika
Serikat menjadi pemimpin untuk kekuatan dunia. Sebuah kepercayaa terhadap
obyektivisme—sebuah versi kuat mengenai positivisme—terbangun di sosiologi AS
selama tahun 1920. Obyektivisme tumbuh saaat peneliti bergeser dari studi
berorientasi reformasi sosial dengan lebih sedikit teknik ketepatan dan formal
menuju teknik teliti dalam sebuah model kebiasaan “bebas nilai” pada ilmu
pengetahuan alam. Mereka menciptakan keteraturan yang berhati-hati dari tingkah
laku eksternal dari individu untuk menciptakan data kualitatif yang dapat menjadi
subyek untuk analisis statistik. Obyektivisme terlantar secara lokal berdasar
studi dimana aksi berorientasi dan secara luas kualitatif. Ini tumbuh karena
kompetisi diantara para peneliti untuk gengsi dan status berkombinasi dengan
tekanan lain termasuk dana dari lambaga pribadi (seperti Ford Foundation,
Rockefeller Foundation, dll), administrator universitas yang ingin menghindari politik
tidak konvensional, sebuah keinginan oleh peneliti untuk tampilan publik dari
profesionalisme serius, dan informasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan
birokrasi pemerintah dan perusahaan. Takanan ini berkombinasi untuk
mendefinisikan ulang penelitian sosial. Dengan pengurangan teknis, studi lokal
aplikatif yang diperkenalkan oleh reformer sosial (umumnya perempuan) sering
dibayang-bayangi secara berlebihan oleh penelitian kualitatif apolitik, dan
tepat oleh seorang profesor laki-laki dari sebuah departemen di universitas
(11)
ILMU SOSIAL
INTERPRETATIF
Ilmu sosial
interpretatif bisa menitis pada sosiolog Jerman Max Weber (1864-1920) dan filsuf Jerman
Wilhem Dilthey (1833-1911). Dalam pekerjaan utamanya, Einlaitung in Die Geisteswissensshaften (Introduction to the Human
Sciences) (1883), Dilthey berargumen jika ada dua jenis ilmu pengetahuan
yang secara fundamental: Naturwisenschaft
dan larung, atau penjelasan
abstrak. Yang terakhir berakar pada sebuah pemahaman empatik, atau versehen, dari pengalaman keseharian
hidup manusia di latar sejarah spesifik. Weber berargumen jika ilmu sosial
diperlukan untuk mempelajari aksi sosial
yang bermakna, atau aksi sosial dengan tujuan. Ia memeluk Verstehen dan merasa jika kita harus
belajar mengenai alasan personal atau motif yang membentuk perasaan internal
seseorang dan mendorong pengambilan keputusan untuk melakukan sebuah aksi
dengan cara tertentu.
Kita harus mengatakan
“aksi sosial” dimana aksi manusia itu secara subyektif berhubungan dalam makna
dengan tingkah laku yang lainnya. Tabrakan yang tidak disengaja antara dua
siklus sebagai contoh, tidak harus disebut aksi sosial. Tapi kita akan mendefinisikan sebagai sebuah kemungkinan usaha sebelumnya
menjauhi satu sama lain… Aksi sosial adalah bukan satu-satunya aksi signifikan
untuk penjelasan akibat sosiologis, tapi hal ini merupakan obyek primer untuk
sebuah “sosiologi interpretatif.” (Weber, 1981: 159)
Ilmu sosial interpretatif berkaitan dengan hermeneutik, sebuah teori mengenai makna yang berasal dari abad 19.
Istilah tersebut datang dari dewa dalam mitologi Yunani, Hermes, yang memiliki
tugas mengkomunikasikan hasrat para dewa pada kefanaan. Hal ini “secara literer
bermakna membuat kesederhanaan kabur” (Blaikie, 1993: 28). Hermeneutik secara
luas ditemukan dalam kemanusiaan (filosofi, sejarah seni, studi keagamaan,
linguistik, dan kritik literer). Ini memberi penekanan pada sebuah pembacaan
detail atau pemeriksaan dari sebuah teks,
yang mana dapat menunjuk pada sebuah percakapan, kata tertulis, atau gambar.
Seorang peneliti memperkenalkan “pembacaan” untuk menemukan makna yang menempel
pada teks. Tiap pembaca membawa pengalaman subyektifnya terhadap sebuah teks.
Ketika mempelajari teks, si peneliti/ pembaca mencoba untuk menyerap atau
menyelami cara pandang yang disajikan secara keseluruhan dan kemudian
mengembangkan sebuah pemahaman dalam dari bagaimana bagian ini berhubungan
dengan keseluruhan. Dengan kata lain, makna sejati jarang sederhana dan
terlihat jelas di permukaan; seseorang bisa mendapatkannya melalui sebuah studi
detail dari teks, mengkontemplasikan banyak pesan didalamnya dan melihat
hubungan antar bagiannya.
Ada beberapa varietas dari ilmu sosial interpretatif (ISS): hermeunitik,
konstruksionisnisme, etnometodologi, kognitif, idealis, fenomenologis, subyektif,
dan sosiologi kualitatif. (12) Sebuah pendekatan interpretatif berasosiasi
dengan simbol interaksi, atau sekolah sosiologi dari tahun 1920-1930. Hal ini
kadang disebut sebagai metode penelitian kualitatif.
Peneliti interpretatif sering menggunakan observasi partisipatif dan
penelitian lapangan. Teknik-teknik ini membutuhkan peneliti menghabiskan banyak
waktu untuk melakukan kontak langsung dengan yang dipelajarinya. Peneliti lain
ISS menganalisa transkrip dari percakapan atau mempelajari rekaman video
tingkahlaku secara mendetail, mencari kemungkinan mengenai komunikasi
nonverbal, untuk mengerti detail dari interaksi dalam konteks mereka. Seorang
peneliti positivis akan mengaitkan secara tepat detail kualitatif mengenai
ribuan orang dan menggunakan statistik, sedangkan seorang peneliti
interpretatif mungkin hidup setahun bersama selusin orang untuk mengumpulkan
detail data kualitatif yang luas untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai
bagaimana mereka menciptakan makna dalam kehidupan nyata.
Berlawanan dengan orientasi instrumental positivisme, pendekatan
interpretatif mengadopsi sebuah orientasi
praktis. Hal ini berhubungan dengan bagaimana manusia biasa memanajemen
affair praktisnya dalam hidup sehari-hari, atau bagaimana mereka mendapatkan
sesuatu terjadi. Ilmu sosial interpretatif peduli dengan bagaimana orang
berinteraksi dan bergaul satu sama lain. Secara umum, pendekatan interpretatif
ini adalah analisa sistematis dari aksi
makna sosial melalui detail observasi langsung terhadap manusia dalam seting
alamiahnya dalam rangka untuk datang pada pemahaman dan interpretasi terhadap
bagaimana manusia menciptakan dan menjaga dunia sosialnya.
Pertanyaan:
- Kenapa seseorang
sebaiknya melakukan penelitian ilmiah sosial?
Untuk penelitian interpretative, tujuan penelitian sosial adalah untuk membangun
pemahaman kehidupan sosial dan menemukan bagaimana manusia membangun makna di
hidup alaminya. Seorang peneliti interpretative ingin belajar mengenai apa yang
berarti atau berkaitan dengan orang yang dipelajari, atau bagaimana seseorang
mengalami hidup sehari-harinya. Peneliti melakukan ini dengan mencari tahu
sebuah latar sosial khusus dan melihatnya dari sudut pandang orang yang berada
didalamnya. Peneliti membagikan perasaan dan interpretasi terhadap orang yang
ia pelajari dari sudut pandang objeknya. Meringkas tujuan dari 10 tahun ia
mempelajari Willie, seorang pemilik toko reparasi di daerah pedesaan,
Harper—seorang peneliti interpretative (1987: 12) berkata, “Tujuan penelitian
ini untuk berbagi perspektif Willie.”
Peneliti interpretative mempelajari makna aksi sosial, tidak hanya
pengamatan kebiasaan atau lahiriah dari masyarakat. Aksi sosial adalah aksi
terhadap orang yang terikat makna subjektif, ini adalah sebuah aktivitas yang
memiliki tujuan atau maksud. Spesies bukan manusia kurang berbudaya dan alasan
untuk merencanakan sesuatu serta tujuan untuk tingkah laku mereka; lebih
lanjut, ilmuan sosial sebaknya mempelajari keunikan tingkah laku manusia.
Sebagai contoh, sebuah reflek fisik seperti kedipan mata merupakan tingkah laku
manusia yang jarang dimasukkan sebagai aksi sosial yang disengaja (ada sebuah
alas an atau motivasi manusia dibaliknya), namun pada situasi tertentu, ini
bisa menjadi aksi sesial (seperti mengedip). Aktivitas-aktivitas dari aktor sosial
membutuhkan lebih dari sekadar tujuan sederhana, mereka harus memasyarakat dan
“untuk aksi dianggap sebagai sosial dan untuk menjadi ketertarikan ilmuwan sosial,
si actor harus mengaitkan makna subjektif kepadanya dan ini harus ditujukan
terhadap aktivitas ke kelompok lain (Blaikie, 1993: 37).
Pendekatan interpretative menandai jika aksi manusia memiliki sedikit makna
yang melekat. Ini mengakuisisi makna yang mengijinkan mereka untuk menginterpretasikan
aksi sebagai tanda sosial yang relevan atau tanda. Sebagai contoh, mengacungkan
satu jari pada sebuah situasi dengan orang lain mengekspresikan makna sosial
(contoh, sebuah petunjuk, sebuah ekspressi persahabatan, sebuah tanda vulgar)
tergantung sistem makna kultural dimana aktor sosial tersebut berbagi.
- Apa dasar sifat realitas sosial
Pendekatan interpretative melihat
kehidupan sosial manusia sebagai prestasi. Ini tercipta secara intensif keluar
dari aksi bertujuan mahluk sosial. Berlawanan dengan ide realistik (dibagikan
oleh ilmu positivisme dan ilmu sosial kritis) dimana kehidupan masyarakat
“diluar sana ”, merdeka dari kesadaran manusia, ISS berkata realitas sosial
tidak menunggu untuk ditemukan. Selain itu, dunia sosial sebagian besar
merupakan apa yang orang lihat. Kehidupan sosial ada sebagaimana manusia
mengalami dan memberinya makna. Hal tersebut cair dan rapuh. Orang
mengkonstruksikan hal tersebut melalui interaksi dengan orang lain di
perjalanan proses dari komunikasi dan negosiasi. Mereka beroperasi berdasar
asumsi-asumsi yang belum teruji dan diterima begitu saja sebagai pengetahuan
mengenai manusia dan peristiwa disekelilingnya.
Pendekatan interpretative menjaga
jika kehidupan sosial ini bergantung pada interaksi sosial dan secara sosial
dikonstruksikan oleh sistem makna. Orang memiliki sebuah perasaan terhadap
realitas pengalaman internal. Perasaan subjektif terhadap realitas ini penting
untuk memegang kehidupan sosial manusia. Di ISS, “Akses ke kehidupan lain
manusia itu memungkinkan, bagaimanapun juga hanya oleh makna tidak langsung:
apa yang kita alami awalnya adalah gerak, suara, dan aksi dan hanya pada proses
memahami apakah kita mengambil langkah dari tanda luar yang mendasari kehidupan
batin” (Bleicher, 1980:9).
Untuk peneliti interpretative, realitas sosial berdasar pada definisi
manusia terhadapnya. Definisi seseorang terhadap sebuah situasi memberi tahu ia
bagaimana cara untuk menentukan makna di kondisi yang terus-menerus berubah.
Sebagai contoh, realitas sosial saya termasuk cara bereaksi terhadap seorang
perempuan yang disebut ibu. Saya memeluknya, memberikan ia hadiah saat
ulangtahunnya, dan menceritakan isi hati kepadanya. Saya belajar melakukan hal
ini melalui harapan aturan budaya dan pengalaman bertahun-tahun dalam relasi sosial
yang dekat. Hingga kini, realitas sosial dari relasi bukanlah hal yang tetap. Definisi
mengenai sebuah situasi bisa berubah secara dramatis. Realitas sosial akan
hancur, sebagai contoh, jika perempuan yang sama menjadi hilang ingatan, tidak
mengenali saya, dan secara institusional dinyatakan gila.
Positivis berasumsi jika tiap orang berbagi sistem makna yang sama dan kita
semua mengalami dunia dengan cara yang sama. Pendekatan interpretative berkata
jika orang mungkin atau tidak mungkin mengalami realitas sosial dan fisik
dengan cara yang sama. Pertanyaan kunci untuk seorang peneliti interpretative
adalah: Bagaimana manusia mengalami dunia? Apakah mereka menciptakan dan
berbagi makna? Ilmu sosial interpretative menunjuk kepada beberapa contoh
dimana beberapa orang melihat, mendengar, bahkan menyentuk objek fisik yang
sama namun memperlihatkan perbedaan makna dan interpretasi terhadap hal
tersebut. Peneliti interpretative berargumen jika positivis menghindari
pertanyaan penting dan memaksakan satu cara untuk mengalami dunia orang lain.
Sebaliknya, ISS berasumsi jika multi interpretasi dari pengalaman atau realitas
manusia adalah mungkin. Jika dijumlah, pendekatan ISS yang mengkonstruksi makna
dan menciptakan realita melalui interaksi dalam kehidupan sosial harian mereka.
- Apakah dasar dari sifat alami manusia?
Manusia biasa terlibat dalam proses
menciptakan sistem yang fleksibel dari makna melalui interaksi sosial. Mereka
kemudian menggunakan makna tersebut untuk menginterpretasikan kehidupan sosial
mereka dan membuat rasa dari kehidupan mereka. Tingkah laku manusia mungkin
memiliki pola dan teratur, tapi ini tidak tergantung pada hukum yang sudah ada
menunggu untuk ditemukan. Pola tercipta diluar dari sistem makna yang
berkembang atau konvensi sosial yang digeneralisir manusia sebagai interaksi
sosialnya. Pertanyaan penting untuk peneliti interpretative adalah: apa yang
orang percaya benar? Apakah yang mereka pegang relevan? Bagaimana mereka mendefinisikan yang
mereka lakukan?
Peneliti interpretative ingin menemukan aksi apa yang berarti untuk orang yang
terlibat dengannya. Ini membuat sedikit rasa untuk mencoba menyimpulkan
kehidupan sosial dari , teori logis yang mungkin tidak berkaitan terhadap
perasaan dan pengalaman dari manusia biasa. Manusia memiliki alasan tersendiri
untuk aksi mereka, dan peneliti butuh mempelajari alasan yang digunakan
manusia. Motif pribadi penting untuk diperhatikan meski kadang mereka tidak
rasional, sangat emosional, dan membawa fakta yang salah dan prasangka.
Beberapa peneliti interpretative berkata jika hukum yang dicari oleh
positivis mungkin ditemukan hanya jika komunitas ilmiah memahami bagaimana
manusia menciptakan dan menggunakan sistem makna, bagaimana perasaan biasanya
dibangun, dan bagaimana manusia menerapkan perasaan umumnya terhadap sebuah
situasi. Peneliti interpretative yang lain mengatakan tidak ada hukum seperti
itu dalam kehidupan sosial manusia sehingga pencarian tersebut sia-sia. Catat
Schwandt (1994: 130). “Interpretatif kontemporer dan konstruktivis kemungkinan
tidak menunggu jika ada beberapa dasar yang tidak dapat dipertanyakan untuk
beberapa interpretasi” (ditekankan pada keaslian). Dengan kata lain, penciptaan
makna dan rasa dari realitas hanyalah apa yang manusia pikirkan mengenai hal
tersebut, dan tidak membuat makna lebih baik atau superior terhadap lainnya.
Sebagai contoh, seorang peneliti interpretative melihat hasrat untuk menemukan
hukum dari tingkah laku dimana seorang pengangguran menyebabkan penganiayaan
terhadap anak sebagai hal yang terlalu dini dan berbahaya pada saat yang buruk.
Di sisi lain, ia ingin memahami bagaimana pengalaman subyektif seorang
pengangguran dan apa makna kehilangan pekerjaan dalam kehidupan sehari-hari
mereka. Demikian pula, peneliti interpretatif ingin mempelajari bagaimana si
pelaku kekerasan terhadap anak menjelaskan aksi mereka, alasan apa yang mereka
berikan untuk penyiksaan, dan apa yang mereka rasakan mengenai menyiksa anak?
Ia mengeksplorasi makna menjadi pengangguran dan alasan untuk menyiksa anak
dalam rangka memahami orang-orang yang terlibat langsung.
- Apa
hubungan antara ilmu pengetahuan dan nalar?
Positivis melihat nalar inferior jika
dibandingkan dengan ilmu pengetahuan. Sebaliknya, peneliti interpretatif
berargumen jika manusia biasa menggunakan nalar untuk membimbing mereka dalam
kehidupan sehari-hari; olehkarena itu, sebelumnya seseorang harus menggenggam
nalar. Manusia menggunakan nalar sepanjang waktu. Ini merupakan timbunan teori
tiap hari yang digunakan manusia untuk mengorganisir dan menerangkan peristiwa
di dunia. Ini merupakan hal kritis untuk memahami nalar karena hal tersebut
mengandung makna yang manusia gunakan jika mereka terikat dalam interaksi
sosial yang rutin.
Sebuah pendekatan interperetatif berkata jika
nalar dan hukum positifis merupakan cara alternatif untuk menafsirkan dunia;
yang mana, mereka memiliki sistem makna yang berbeda. Nalar maupun hukum ilmiah
tidaklah memiliki semua jawaban. Tidak juga inferior ataupun superior satu sama
lain. Di sisi lain, peneliti interpretatif melihat masing-masing sama penting
dalam domainnya masing-masing; masing-masing diciptakan dalam cara yang berbeda
untuk tujuan yang berbeda.
Manusia biasa tidak dapat berfungsi dalam
kehidupan sehari-hari jika mereka mendasarkan aksi mereka hanya pada ilmu
pengetahuan. Sebagai contoh, untuk merebus telur, manusia mewnggunakan
pengalaman yang tidak sistematis, kebiasaan, dan dugaan. Aplikasi ketat dari
ilmu pengetahuan alam akan membuat seseorang membutuhkan hukum fisika untuk
menentukan memanaskan air dan hukum kimia untuk membangun perubahan dalam
perubahan internal komposisi telur. Meski ilmuwan alamiah terbiasa menggunakan
nalar saat mereka tidak sedang “melakukan hal ilmiah” dalam wilayah kemampuan
mereka.
Pendekatan interpretatif berkata jika nalar
adalah sumber vital dari informasi untuk memahami manusia. Nalar seseorang dan
rasa dai realitas muncul dari sebuah orientasi pragmatis dan seperangkat asumsi
mengenai dunia. Manusia tidak tahu apakah nalar tersebut benar, tami mereka
harus berasumsi jika hal tersebut benar dalam rangka untuk mendapatkan segala hal
selesai. Filsuf interpretatif, Alferd Schutz (1899-1959), menyebut hal ini
sebagai sikap alamiah. Ini
berdasarkan asumsi jika dunia ada sebelum dirimu datang dan dunia akan terus
berlanjut setelah kamu pergi. Orang membangun cara untuk menjaga atau mereproduksi
sebuah rasa dari realitas berdasar dari sistem makna yang mereka ciptakan dalam
berlatih interaksi sosial dengan orang lain.
- Apa yang merupakan sebuah penjelasan
atau teori dari realitas sosial?
Positivis percaya jika teori sosial
seharusnya mirip dengan ilmu pengetahuan alam dengan aksioma deduktif,
teorema-teorema, dan hukum kausal. Selain dari sebuah labirin hukum keterikatan dan rencana, teori untuk ISS
menceritakan kisah. Teori ilmu sosial interpretatif mendeskripsikan dan
menginterpretasikan bagaimana seseorang melakukan kehidupan sehari-hari mereka.
Hal tersebut termasuk konsep dan generalisasi terbatas, tapi hal tersebut tidak
terpisah secara dramatis dari pengalaman dan realitas dalam dari orang yang
dipelajari.
Pendekatan interpretatif idiografis dan induktif. Idiografis berarti pendekatan tersebut menyediakan sebuah
representasi simbol atau deskripsi “tipis” dari hal yang lain. Seorang peneliti
interpretatif melaporkan mungkin membaca lebih banyak novel atau sebuah
biografi daripada sebuah bukti matematis. Hal tersebut kaya dalam
deskripsi detail dan kurang dalam abstraksi. Seorang analis interpretatif dari
sebuah latar sosial, seperti interpretasi dari sebuah karya seni, memiliki
koherensi internal dan hal ini berdasar pada teks, yang di sana merujuk pada
makna pengalaman harian orang yang dipelajari.
Teori interpretatif memberi pembaca sebuah rasa untuk realitas sosial orang
lain. Teori melakukan hal ini dengan mengungkapkan makna, nilai, skema
interpretatif, dan aturan hidup yang digunakan orang dalam hidup kesehariannya.
Sebagai contoh, hal tersebut mungkin mendeskripsikan tipikal utama yang
digunakan orang dalam latar untuk mengenali dan menginterpretasikan pengalaman
mereka. Sebuah tipikalisasi adalah
sebuah informal model, skema, atau seperangkat kepercayaan yang manusia gunakan
untuk mengkategorikan dan mengorganisisr aliran peristiwa harian yang mereka
alami.
Selain itu, teori interpretatif menyerupai sebuah peta yang menggaris
bawahi sebuah dunia sosial atau buku panduan turis yang mendeskripsikan
kebiasaan lokal dan noma tidak resmi. Sebagai contoh, sebuah laporan
interpretatif terhadap pejudi profesional memberitahu pembaca mengenai karir
dan kepedulian harian orang tersebut. Hal tersebut mendeskripsikan bagaimana
seorang pejudi profesional berbicara, bagaimana mereka memandang orang. Dan apa
ketakutan dan ambisi mereka. Peneliti memberikan sedikit generalisasi dan
mengorganisir konsep. Sampah dari laporan berisi detail mengenai dunia
perjudian. Teori dan bukti terjalin untuk menciptakan sebuah kesatuan yang
utuh: saat konsep dan generalisasi menikah dengan konteks mereka.
- Bagaimana seseorang menentukan sebuah
penjelasan itu benar atau salah?
Positifis secara logika disimpulkan
dari teori, koleksi data, dan analisa fakta dalam cara yang dapat digandakan
oleh ilmuwan lain. Sebuah penjelasan dipertimbangkan benar saat hal tersebut
berdiri untuk pengulangan. Untuk ISS, sebuah teori adalah benar jika hal itu
masuk akal untuk mereka yang dipelajari dan jika mengijinkan orang lain untuk
paham secara mendalam atau memasuki realitas dari mereka yang dipelajari. Teori
atau deskripsi tersebut akurat jika peneliti menyampaikan sebuah pemahaman
mendalam mengenai cara orang lain menjawab, merasakan, dan melihat sesuatu.
Prediksi mungkin benar, tapi ada sebuah jenis prediksi yang berlaku ketika dua
orang sangat dekat, saat ketika mereka menikah dalam jangka waktu lama. Sebuah
penjelasan interpretatif mendokumentasikan cara pandang aktor dan
menerjemahkannya kedalam bentuk yang dapat dimengerti oleh pemabaca. Smart
(1976: 100) membaca ini sebagai postulat
kecukupan:
Postulat kecukupan menegaskan jika sebuah
akun ilmiah dari aksi manusia dihadirkan untuk seorang aktor indivisual sebagai
sebuah skrip hal ini harus dipahami terhadap aktor tersebut, dapat diterjemahkan
dalam aksi oleh aktor dan lebih jauh lebih comprehensif untuk aktor lainnya
pada masa sebuah interpretasi nalar dari keseharian hidup.
Sebuah deskripsi dari peneliti
interpretatif mengenai sistem makna orang lain merupakan sebuah akun sekunder. Seperti seorang petualang
yang bercerita mengenai tanah asing, peneliti bukanlah penduduk asli. Sebuah
pandangan luar seperti itu tidak pernah sepadan dengan sebuah akun primer yang
diberikan oleh orang yang dipelajari, tetapi hal tersebut akan lebih bagus jika
lebih dekat dengan akun primer penduduk asli. Sebagai contoh, satu cara untuk
mengetes kejujuran dari sebuah studi interpretatif dari seorang pejudi
profesional adalah dengan cara meminta seorang pejudi profesional membaca dan
mengklarifikasinya secara mendetail. Sebuah laporan yang bagus memberitahu
seorang pembaca cukup mengenai dunia seorang pejudi profesional sehingga jika
seorang pembaca menyerapnya dan bertemu dengan pejudi profesional, pemahaannya
mengenai jargon perjudian, tampilan, dan gaya hidup mungkin membuat si penjudi
bertanya apakah pembaca tersebut juga seorang pejudi profesional.
- Bagaimana sebuah bukti yang baik atau
informasi faktual terlihat?
Bukti bagus dalam positivisme dapat
diobservasi, tepat, dan mandiri dari teori dan nilai. Sebaliknya, ISS melihat
fetures unik dari konteks spesifik dan makna sebagai sesuatu yang penting untuk
memahami makna sosial. Bukti mengenai aksi sosial tidak dapat diisolasi dari
konteks di mana hal tersebut terjadi atau makna diserahkan kapadanya oleh aktor
sosial yang terlibat. Sebagaimana Weber (1978: 5) berkata, “Empati atau
apresiasi akurat tercapai jika melalui partisipasi simpatik, kita dapat
menyerahkan menggenggam konteks emosional di mana aksi mengambil tempat.”
Ilmu sosial interpretatif melihat
fakta sebagai hal yang cair dan melekat pada sebuah sistem makna dalam
penbdekatan interpretatif; mereka bukanlah bagian tersendiri, obyektif, dan
netral. Fakta merupakan aksi konteks spesifik yang tergantung dari interpretasi
dari orang-orang tertentu dengan sebuah latar belakang sosial. Apa yang
diasumsikan positifis—jika orang luar yang netral mengobservasi kebiasaan dan
melihat fakta yang tidak ambigu dan obyektif—seorang peneliti ISS mengambil
seperti sebuah pertanyaan untuk dijawab: Bagaimana orang mengamati ambiguitas
dalam kehidupan sosial dan menandai makna? Peneliti interpretatif berkata jika
situasi sosial berisi perjanjian hebat mengenai ambiguitas. Hal ini membuatnya
nyaris tidak mungkin untuk menemukan fakta yang terusterang dan obyektif. Kebanyakan
tingkah laku atau statemen dapat memiliki beberapa makna dan dapat ditafsirkan
dalam berbagai cara. Dalam aliran kehidupan sosial yang ambigu, manusia secara
konstan “masuk akal” dengan menilai pertanda dalam sebuah situasi dan menandai
makna sampai mereka tahu “apa yang terjadi”. Sebagai contoh, saya melihat
seorang perempuan mengacungkan tangannya kedepan dengan posisi telapak tangan
didepan. Meski aksi sederhana ini membawa makna potensial ganda; saya tidak
tahu maknannya tanpa mengetahui situasi sosialnya. Ini bisa berarti ia mencegah
calon perampok, mengeringkan cat kukunya, menyetop taksi, mengagumi cincin
barunya, berkata pada lalu-lintas didepannya untuk berhenti, atau memesan lima
bagel di counter roti. (13) Manusia mampu untuk menandai makna yang sebenarnya
terhadap sebuah aksi atau pernyataan jika ia mengambil kontek sosial di mana
hal tadi terjadi.
Peneliti interpretatif jarang
menanyakan survey, mengumpulkan survey dari banyak orang, dan mangklaim sesuatu
bermakna. Interpretasi tiap orang terhadap pertanyaan survey harus ditempatkan
dalam konteks (seperti pengalaman individual sebelumnya atau situasi pada saat
interviuw survey), dan makna sebenarnya dari jawaban seseorang akan bervariasi
menurut konteks interview atau pertanyaannya. Lebih lanjut, karena tiap orang
menentukan sebuah makna yang berbeda terhadap pertanyaan dan jawaban,
mengombinasikan jawaban hanyalah menjadi omong kosong.
Saat mempelajari sebuah latar
belakang atau data, peneliti interpretatif dari sekolah ethnomethodologika
sering menggunakan tanda kurung. Tanda
kurung adalah sebuah latihan mental dimana peneliti mengidentifikasi
kemudian menyiapkan sebuah asumsi yang dapat diterima yang digunakan dalam
sebuah latar sosial. Pertanyan peneliti dan pengujian kembali peristiwa biasa
yang memiliki makna “jelas” terhadap mereka yang terlibat. Sebagai contoh, pada
sebuah kantor, seorang pekerja laki-laki berusia akhir 20-an berkata pada
peneliti perempuan, “Kami akan bersama-sama bermain softball malam ini setelah
bekerja, Apakah Anda ingin bergabung?” Apa yang tidak dikatakan adalah si peneliti harus mengetahui peraturan
softball, memiliki sebuah sarung tangan softball, dan berganti dari baju kerja
ke pakaian lain sebelum permainan. Tanda kurung menampakkan apa yang “semua
orang tahu” –apa yang diasumsikan orang tapi jarang dikatakan. Hal ini membantu
peneliti membuka feature kunci dari latar sosial yang membuat peristiwa lain
mungkin. Hal tersebut akan terlihat jika memahami bahan dasar di mana aksi
tersebut terjadi.
- Dimana nilai-nilai
sosiopolitik masuk dalam ilmu?
Peneliti positivis memanggil untuk mengeliminasi nilai dan beroperasi dalam
sebuah lingkungan apolitik. Peneliti interpretatif, sebaliknya, berargumen jika
peneliti seharusnya berefleksi, menilai kembali, dan menganalisa cara pandang
personal dan perasaan sebagai bagian dari proses untuk mempelajari orang lain.
Peneliti interpretatif membutuhkan, setidaknya sekali tempo, untuk berempati
dengan dan dan berbagi dengan dan berbagi dalam komitmen dan nilai sosial dan
politik dari orang yang ia pelajari.
Penelitian interpretatif tidak mencoba untuk menilai bebas, pertanyaan ISS
dan kemungkinan untuk meraihnya. Sesungguhny hal ini terjadi karena penelitian
interpretatif melihat nilai dan makna ada di mana-mana dalam segala hal.
Peneliti interpretatif mendesak untuk membuat nilai eksplisit dan tidak
berasumsi jika seseorang menyiapkan sebuah nilai itu lebih baik atau buruk.
Aturan paling baik dari peneliti adalah menjadi “partisipan yang penuh
ketertarikan” (Guba dan Lincoln, 1994: 115), untuk terlibat dengan yang
dipelajarinya.
Rangkuman
Pendekatan interpretatif ada selama bertahun-tahun sebagai oposisi setia
positivisme. Meski beberapa peneliti sosial positivis menerima pendekatan
interpretatif sangat berguna dalam penelitian eksploratori (lihat bab 2), hanya
sedikit positivis yang beranggapan hal ini ilmiah. Anda akan membaca lagi
mengenai tampilan saat anda memeriksa penelitian lapangan dan untuk tingkatan
yang lebih kecil, penelitian historis komparatif di bab berikutnya. Pendekatan
interpretatif adalah dasar untuk teknik penelitian sosial yang peka terhadap
konteks, yang menggunakan berbagai metode untuk melihat ke dalam cara melihat
dunia dan pendekatan tadi lebih peduli dengan mencapai sebuah pemahaman empati
daripada hukum menguji perilaku manusia.
ILMU SOSIAL KRITIS
Ilmu sosial kritis (CSS) menawarkan
alternative ketiga sebagai metodologi untuk mengungkap makna. Versi dari
pendekatan ini disebut materialisme dialektika, analisis kelas, dan
struktualisme. (14) Ilmu pengetahuan kritis mengombinasikan pendekatan
nomotetik dan ideografik. Hal ini sejalan dengan banyak kritik dari pendekatan
interpretatif langsung pada positivisme, tetapi ini memasukkan beberapa hal
lain dan tidak sejalan dengan ISS dalam beberapa hal. Pendekatan ini menitis
pada Karl Marx (1818-1883) dan Sigmund Freud (1856-1939), dan dielaborasi oleh
Theodor Adorno (1903-1969), Enrich Form (1900-1980), dan Herbert Marcuse
(1898-1979). Kadang, CSS diasosiasikan dengan teori konflik, analisa feminis,
psikoterapi radikal. Hal ini juga terikat kepada teori kritis yang pertama kali dikembangkan oleh Sekolah Frankfurt di
Jerman pada tahun 1930. (15) Ilmu sosial kritis mengkritik ilmu positifisme
sebagai hal yang tajam, anti demokratis, dan tidak humanis pada penggunaan
alasannya. Hal ini digarisbawahi oleh esai Adorno, “Sociology and Empirical
Research” (1976a) dan “The Logic of the Sosial Sciences” (1976b). Perwakilan
terkenal dari sekolah tersebut, Jurgen Habermas (1929- ), mempertajam ilmu
sosial kritis dalam bukunya Knowledge and
Human Interests (1971). Dalam ranah pendidikan, karya Feire Pedagogy of the Oppressed (1970) juga
dekat dengan pendekatan CSS.
Contoh lain adalah sosiolog Perancis Pierre Bourdieu. (16) Bourdieu membela pendekatan langka terhadap teori dan riset.
Pendekatan dasar ini antipositif dan antiinterpretatif. Ia menolak kedua hal
tersebut, hukum seperti pendekatan empiris kualitatif dan pendekatan voluntaris
yang subjektif dari ISS. Bourdieu berargumen jika penelitian sosial harus
reflektif (mempelajari dan mengkritik dirinya sendiri seperti yang ia lakukan
terhadap subjeknya) dan ini bersifat politis. Ia juga mempercayai jika tujuan penelitian
adalah untuk membuka dan ketidakjelasan peristiwa biasa. Akhir-akhir ini,
sebuah pendekatan filosofis yang disebut realisme
telah digabungkan dalam ilmu pengetahuan kritis. (17)
Ilmu pengetahuan interpretatif mengkritik
positivisme gagal untuk mengetahui makna dari manusia nyata dan kapasitas
mereka untuk berpikir dan merasa. Ilmu tersebut juga mempercayai jika
positivisme mengabaikan kontek sosial dan antihumanis. Ilmu pengetahuan kritis
setuju dengan kritik terhadap positifisme. Ini juga mempercayai jika
positifisme bertahan dari status quo karena ilmu tersebut berasumsi mengenai
tatanan sosial yang tidak berubah daripada melihat masyarakat saat ini sebagai
tahapan lumrah dalam sebuah proses yang sedang berjalan.
Peneliti kritis mengkritik pendekatan interpretatif
menjadi terlalu subyektif dan relatif. Peneliti kritis berkata jika ISS melihat
segala sudut pandang sebagai hal yang setara. Pendekatan interpretatif
memperlakukan ide manusia sebagai hal yang lebih penting daripada kondisi
aktual dan berfokus pada seting lokal, tingkat rendah, dan jangka pendek yang
mengabaikan kontek jangka panjang yang lebih luas. Ilmu pengetahuan sosial
interpretatif secara umum peduli pada realitas subyektif. Untuk peneliti
kritis, ISS amoral dan pasif. Hal itu tidak memiliki posisis nilai kuat atau
secara aktif membantu orang untuk melihat kepalsuan ilusi diisekitarnya sehingga
mereka bisa meningkatkan mutu hidupnya. Secara umum, CSS mendefinisikan ilmu
sosial sebagai proses kritis dalam
penyelidikan yang pergi dibalik permukaan ilusi untuk membuka struktur nyata
dari dunia materia dalam rangka membantu manusia mengubah kondisi dan membangun
dunia yang lebih baik untuk dirinya.
Pertanyaan:
- Mengapa seseorang harus menggunakan penelitian sosial?
Tujuan dari penelitian kritis adalah untuk
mengubah dunia. Penelitian kritis memperkenalkan penelitian untuk mengkritik
dan mengubah hubungan sosial. Mereka melakukan hal ini dengan cara menampakkan
dan menggarisbawahi sumber dari relasi sosial dan pemberdayaan masyarakat,
terutama masyarakat yang kurang berdaya. Lebih spesifik, mereka membuka mite,
mengungkap kebenaran tersembunyi, dan menolong manusia untuk mengubah dunia
bagi dirinya sendiri. Dalam CSS, tujuannya adalah “menjelaskan tatanan sosial
dalam suatu cara sehingga hal tersebut menjadi katalis bagi dirinya sendiri
yang akan memimpin perubahan menuju tatanan sosial tersebut’ (Fay, 1987: 27).
Peneliti kritik sosial berorientasi terhadap
aksi. Dia tidak puas dengan banyak cara sesuatu terjadi dan mencari perubahan
yang dramatis. Seorang peneliti positifis umumnya mencoba untuk menyelesaikan
masalah seperti saat mereka didefinisikan oleh pemerintah atau elit perusahaan
tanpa “membatukan kapal”. Sebaliknya, peneliti kritis mungkin menciptakan
masalah dengan “ secara intensif menaikkan dan mengidentifikasi lebih banyak
masalah daripada elit yang memerintah dalam politik dan administrasi serta
mampu untuk mengakomodasi, lebih sedikit ‘menyelesaikan’ “ (Offe, 1981: 34-35).
Peneliti kritis menanyakan pertanyan memalukan, mengekspose kemunafikan, dan
menginfestegasi kondisi dalam rangka untuk mendorong aksi dramatis akar rumput.
“Poin dari segala jenis ilmu termasuk segala pembelajaran adalah untuk
mengubahdan mengembangkan pemahaman kita dan mengurangi ilusi.... Belajar
adalah cara mengurangi ilusi dan ketidakpedulian; hal ini bisa membebaskan kita
dari dominasi, sampai saat ini terkendala pengakuan, dogma dan kesalahan”
(Sayer, 1992: 252).
Sebagai contoh, seorang peneliti kritis
memperkenalkan sebuah studi yang memperlihatkan jika ada diskriminasi rasial di
sebuah rumah sewa. Pemilik rumah yang berkulit putih menolak untuk menyewakan
pada penghuni minoritas. Seorang peneliti kritis tidak hanya mempublikasikan
sebuah laporan dan kemudian menunggu kantor perumahan yang adil dari pemerintah
kota untuk beraksi. Peneliti memberikan laporan kepada koran dan menemui
organisasi akar rumput untuk mendiskusikan hasil dari belajarnya. Ia bekerja
dengan aktivis untuk memobilisasi aksi politis atas nama keadilan sosial. Ketika
orang-orang akar rumput mengawasi pemogokan kantor pemilik rumah dan membanjiri
pemilik rumah tadi dengan aplikasi rasis dari kaum minoritas untuk menyewa apartemen,
atau mengorganisir unjuk rasa ke kantor pemerintah, peneliti kritis
memperdiksikan jika pemilik rumah akan terpaksa menerima kaum minoritas. Tujuan
utama penelitian tersebut untuk pemberdayaan. Kincheloe dan Mc Laren (1994:
140) menyatakan:
Penelitian kritis bisa menjadi pemahaman terbaik dalam
kontek pemberdayaan individu. Penyelidikan yang bercita-cita terhadap nama
kritis harus terhubung dengan sebuah usaha untuk mengkonfrontasi ketidakadilan
dalam masyarakat umum atau lingkungan dalam masyarakat. Peneliti kemudian menjadi
sebuah usaha keras transformatif yang kemudian tanpa malu-malu dilabeli
“politis” dan tidak takut untuk mengkonsusmsi sebuah hubungan dengan kesadaran
emansipatoris.
- Apa dasar dari sifat alamiah realitas sosial?
Seperti positivisme, CSS mengadopsi posisi
realis (realitas sosial ada “diluar sana” untuk ditemukan). Hal tersebut
berbeda dengan positivisme yang realisme historisnya dalam realitas mena
terlihat secara konstan dipertajam oleh faktor sosial, politik, dan budaya yang
sama. Hal tersebut mungkin disalah artikan di permukaannya dan tidak dapat
diamati selama struktur nyata ada dibawah kekuasaan. Dalam CSS, diasumsikan
jika realitas sosial selalu berubah dan perubahan tersebut berdasar pada ketegangan,
konflik, atau kontradiksi dari relasi sosial atau institusi. Hal tersebut
terfokus pada perubahan dan konflik, terutama paradok atau konflik yang ada
dalam cara relasi sosial terorganisir. Paradok tersebut atau konflik internal
membutuhkan lebih dari kebenaran alami dari realitas sosial.
Sebuah analogi biologis mengilustrasikan
paradok tersebut. Kematian dan kelahiran terlihat saling bertolak belakang ,
sebelumnya kematian diawali dengan kelahiran. Kita mulai mati saat kita
dilahirkan. Hal ini terlihat aneh pada awalnya, tapi tubuh kita mulai menua dan
menurun sepanjang hidup kita. Ada kontradiksi
didalamnya. Kelahiran membawa lawannya, kematian. Kemudian, tensi paling
dalam diantara hidup dan bertambah tua berjalan sepanjang waktu. Dalam rangka
untuk hidup, tubuh kita harus menua, atau bergerak menuju kematian. Kematian
dan kelahiran berkurang dari oposisi yang mereka perlihatkan daripada bagian
yang bertautan dari sebuah proses panjang tunggal perubahan. Kadangkala, ide
ini merupakan konflik internal paradok atau kontradiksi yang membawa perubahan
yang disebut dengan dialektika.
Perubahan bisa jadi—sangat lambat dalam
jangka waktu lama tetapi kemudian tiba-tiba berubah cepat. Peneliti kritis
mempelajari masa latu atau masyarakat yang berbeda dalam rangka untuk melihat
lebih jelas perubahan atau untuk menemukan cara alternatif untuk mengorganisir
kehidupan sosial. Ilmu sosial kritis tertarik dalam pengembangan selasi sosial
baru, evolusi dari institusi sosial atau masyarakat, dan penyebab dari perubahan
sosial utama.
Sebuah pendekatan kritis mencatat jika
perubahan sosial dan konflik tidak selalu terlihat atau teramati. Dunia sosial
itu penuh dengan ilusi, mite, dan distorsi. Observasi awal dari dunia kadang
hanya tercapai sebagian dan kadang mengalami menyesatkan karena perasaan
manusia terbatas. Apa yang kelihatan sebagai realitas permukaan tidak harus
berdasar pada penipuan sadar.Karakteristik yang segera dirasakan oleh obyek,
peristiwa, atau relasi sosial jarang mengungkap segalanya. Ilusi ini mengijinkan
beberapa grup dalam masyarakat mempertahankan kekuasaan dan mengeksploitasi
yang lain. Karl Marx, seorang sosiolog Jerman dan pemikir politis, menyatakan
hal ini dengan tegas (Marx dan Angels, 1974: 39):
Ide dari kelas yang memerintah adalah dalam setiap masa ada
ide yang memerintah:... Kelas yang memiliki materi produksi dan pembuangannya,
memiliki kontrol pada saat yang bersamaan terhadap produksi kejiwaan, dengan
demikian ... ide mengenai seseorang yang kekurangan penciptaan mental merupakan
subyek dari hal tersebut.
Pendekatan ilmu pengetahuan kritis berargumen
jika realitas sosial memiliki banyak lapisan. Dibalik observasi mengenai
realitas permukaan tersimpan struktur atau mekanisme yang tidak dapat
diobservasi. Peristiwa dan relasi antara realitas sosial superficial
berdasarkan struktur dalam diantara permukaan dari obeservasi biasa. Kita dapat
membuka atau memperlihatkan struktur tersebut dengan usaha. Pertanyaan tajam
dan terarah, teori yang bagus mengenai cara mencari, sebuah posisi nilai yang
jelas, dan sebuah orientasi historis membantu peneliti kritis mengira-ira
dibawah permukaan realitas dan menemukan struktur yang dalam.
ISS dan CSS keduanya melihat realitas sosial
sebagai hal yang berubah dan subyek terhadap makna yang tercipta secara sosial.
Pendekatan ilmu kritis tidak setuju dengan penekanan ISS pada level mikro
interaksi interpersonal dan penerimaannya terhadap sistem makna. Sebaliknya,
CSS berkata meskipun makna subyektif penting, ada relasi nyata yang obyektif
yang membentuk relasi sosial. Peneliti kritis mempertanyakan situasi sosial dan
menempatkannya di konteks historis level makro yang lebih luas.
Sebagai contoh, seorang peneliti
interpretatif mempelajari interaksi mengenai bos laki-laki dan sekretaris
perempuannya dan menyediakan sebuah akun berwarna mengenai aturan tingkah laku
mereka, mekanisme interpretatif, dan sistem makna. Sebaliknya, peneliti kritis
memulai dengan sudut pandai (seperti feminis) dan mencatat isu yang diabaikan
oleh sebuah deskripsi interpretatif: Kenapa bos harus laki-laki dan sekretaris
harus perempuan? Kenapa ada aturan jika bos dan sekretaris memiliki kekuatan
yang tidak sederajat? Kenapa aturan tersebut tercipta di organisasi besar di
seluruh masyarakat kita? Bagaimana kekuatan yang tidak seimbang itu datang
secara hisitoris, dan apakah dahulu sekretaris selalu perempuan? Bagaimana
aturan mengenai konflik diantara bos dan sekretaris mengenai kondisi tiap hari
yang ditemui bos (gaji besar, keanggotaan country club, mobil baru, rumah
besar, rencana pensiun, bursa investasi, dll) dan yang dihadapi sekretaris
(bayaran rendah tiap jam, anak untuk diasuh, peduli mengenai cara membayar
tagihan, televisi sebagai satu-satunya cara rekreasi, dll)? Bisakah sekretaris
bergabung dengan yang lain untuk menghadapi kekuasaan bosnya dan bos dengan
tipe sama?
3. Apakah sifat alamiah dari manusia?
Positivisme melihat kekuatan sosial mirip
seperti jika mereka memiliki hidup mereka sendiri dan dioperasikan berdasar
harapan personal orang-orang. Kekuatan sosial tersebut memiliki tenaga lebih
dan beroperasi terhadap manusia. Pendekatan kritis menolak ide ini sebagai
reificasi. Reifikasi adalah
memberikan penciptaan dari aktivitas pribadimu sebuah eksistensi yang terpisah
dan asing. Hal tersebut memisahkan dirimu dengan apa yang Anda ciptakan sampai
Anda tidak lagi mengenali hal tersebut sebagai bagian dari Anda atau sebagai
sesuatu yang Anda tolong untuk diwujudkan. Sekali Anda tidak lagi melihat
kontribusimu dan memperlakukan apa yang Anda bantu untuk ciptakan, Anda kehilangan
kontrol terhadap nasib Anda.
Sebagai contoh, dua orang bertemu, jatuh
cinta, dan membangun rumah tangga. Dalam dua tahun, sang suami merasa tidak
tertolong dan terjebak dalam kekuatan yang tidak terlihat. Ia bertengkar dengan
istrinya mengenai perawatan anak dan aturan rumah tangga. Nilai sosial
laki-laki tersebut mengatakan jika menganti popok atau mencuci piring merupakan
hal yang salah untuk ia lakukan. Perjanjiannya untuk menikahi dan mengadopsi
sebuah gaya hidup tertentu tercipta oleh sosialisasi dan keputusan pribadi.
Kekuatan tidak terlihat memaksanya untuk membuatnya merasa terjebak dan tidak
tertolong untuk kehidupan sosial yang ia ciptakan, meski ia melupakannya. Jika
ia menjadi waspada terhadap kekuatan yang menjebaknya (seperti memodifikasi
gaya hidupnya), ia mungkin akan menemukan solusi dan untuk merasa sedikit
terjebak.
Peneliti kritis berkata jika manusia memiliki
potensi hebat yang belum terealisasikan. Manusia itu kreatif, dapat berubah,
dan adaptif. Menurut kreatifitas dan potensi mereka untuk berubah, bagaimanapun
juga, manusia bisa menyesatkan, salah perlakuan, dan dieksploitasi oleh orang
lain. Mereka menjadi terjebak dalam jaringan makna sosial, peraturan, dan
hubungan pertemanan. Mereka gagal untuk melihat bagaimana perubahan itu mungkin
dan demikian kehilangan kemerdekaan, kebebasan, dan kontrol terhadap hidup
mereka. Hal ini terjadi ketika manusia mengijinkan dirinya sendiri menjadi
terisolasi dan terpisah dari orang lain dalam situasi yang sama. Potensi yang
dapat diciptakan manusia jika mereka menghilangkan ilusi mereka dan bergabung
dengan masyarakat yang berubah. Manusia bisa mengubah dunia sosial, tetapi
delusi, isolasi, dan kondisi menindas dalam kehidupan sehari-harinya sering
menghalangi mereka untuk mewujudkan mimpinya.
Sebagai contoh, dalam beberapa generasi,
kebanyakan penduduk Amerika mempercayai mite jika perempuan lebih rendah
daripada laki-laki, jika laki-laki memiliki hak turunan untuk membuat keputusan
utama dan jika perempuan tidak mampu untuk melakukan pertanggungjawaban
profesional. Sebelum 1960, kebanyakan orang percaya jika perempuan kurang mampu
jika dibandingkan dengan pria. Pada tahun 1980, hanya sebagian kecil
melanjutkan untuk mempertahankan kepercayaaan tersebut. Perubahan dramatis
dalam kepercayaan dan hubungan sosial dihasilkan dari sebuah kesadaran baru dan
aksi politis terorganisir untuk menghancurkan sebuah mite yang ada di dalam
hukum, kebiasaan, dan kebijakan resmi, yang sebaik—paling penting—dalam
kepercayaan harian banyak orang.
4. Apa hubungan antara
ilmu pengetahuan dan nalar?
Posisi CSS dalam nalar bedasarkan pada ide
mengenai kesadaran yang salah—jika
orang salah dan beraksi melawan kebenaran sejatinya seperti yang didefinisikan
dalam realitas obyektif. Realitas obyektif terletak dibelakang mite dan ilusi.
Kesadaran yang salah tidak memiliki makna untuk ISS karena hal tersebut
mengimplikasikan jika ada aktor sosial menggunakan sebuah sistem makna yang
salah atau diluar sentuhan dengan realitas obyektif. Pendekatan interpretatif
berkata jika orang menciptakan dan menggunakan sistem tersebut dan hanya
peneliti yang bisa mendeskripsikan sistem tersebut, tidak menghakimi nilai
mereka. Pendekatan kritis berkata jika peneliti sosial seharusnya mempelajari
ide subyektif dan nalar karena hal tersebut membantuk tingkah laku manusia.
Hingga kini, mereka penuh dengan mite dan ilusi yang memberi topeng terhadap
dunia obyektif dimana ada kontrol yang tidak imbang antara sumberdaya dan
tenaga.
Struktur yang dikatakan oleh peneliti kritis
tersebut tidak mudah dilihat. Peneliti sebelumnya harus ketidakjelasan mereka
dan menarik tabir dari bentuk permukaan. Observasi yang hati-hati tidaklah
cukup. Hal itu tidaklah mengatakan apa yang harus diobservasi, dan mengobservasi
sebuah ilusi tidaklah menghilangkan hal tersebut. Seorang peneliti harus
menggunakan teori untuk menggali hubungan diantara permukaan, untuk
mengobservasi periode krisis dan intensitas konflik, untuk memperkirakan
hubungan, untuk melihat masa lalu, dan untuk melihat kemungkinan di masa depan.
Membuka penutup di tingkatan lebih dalam dari realitas merupakan hal yang
sulit, tapi hal tersebut penting karena realitas permukaan penuh dengan
ideologi, mitologi, distorsi, dan kesalahan pendekatan. “Nalar bertendensi
untuk menetralkan fenomena sosial dan untuk berasumsi jika apa itu harus
menjadi. Sebuah ilmu sosial yang membangun ketidakkritisan pada nalar...
memproduksi kesalahan ini” (Sayer, 1992: 43).
- Konstituen apa yang menjelaskan atau
menjadi teori dari realitas sosial?
Positivisme berdasarkan ide mengenai determinasi: tingkah laku manusia
ditentukan oleh hukum penyebab di mana manusia sedikit memiliki kontrol.
Sebagai contoh, ISS berasumsi mengenai voluntarisme:
orang memiliki jumlah besar keinginan bebas untuk menciptakan makna sosial.
Pendekatan ilmu kritis ini jatuh jika dibandingkan dengan dua yang lain. Hal
ini sebagian ditentukan dan sebagian voluntaris. Sebaliknya, CSS berkata jika
manusia terdesak oleh kondisi material, konteks kultural, dan kondisi sejarah
dimana mereka menemukan diri mereka membentuk keyakinan dan tingkahlakunya.
Hingga saat ini, manusia tidak terkunci dalam perangkat tidak terelakkan dari
struktur sosial, relasi, atau hukum. Manusia dapat mengembangkan pemahaman baru
atau cara untuk melihat yang membuat mereka mampu untuk mengubah struktur,
relasi, dan hukum ini. Pertama mereka harus membangun sebuah visi dari masa
depan dan bekerja bersama untuk perubahan, kemudian mereka dapat menerima
mereka yang beroposisi dengannya. Dalam sebuah kulit kacang, manusia yang
membentuk takdir mereka, tetapi tidak dalam kondisi pilihan pribadi mereka.
Pendekatan kritis berfokus kurang dari hukum
tetap mengenai tingkah laku manusia karena hukum tersebut berubah. Tingkah laku
manusia hanya sebagian diperintah oleh hukum atau kendala yang dipaksakan yang
mendasari stuktur sosial. Manusia bisa mengubah sebagian besar dari hukum jelas
dari masyarakat meskipun hal ini sulit dan membutuhkan usaha panjang. Melalui
identifikasi mengenai mekanisme penyebab, pemicu atau pengungkit dari relasi
sosial, CSS menjelaskan mengenai bagaimana dan mengapa aksi tertentu akan
membawa perubahan.
- Bagaimana seseorang menentukan sesuatu
itu benar atau salah?
Positivis menguji teori dengan menyusun
kesimpulan dari hipotesis, mengetes hipotesis dengan
pengulangan observasi dan kemudian mengkombinasikan hasil untuk mendukung
hukum. Peneliti interpretatif mendukung teori dengan melihat apabila sistem
makna dn aturan tingkah laku masuk akal untuk mereka yang dipelajari. Teori
kritis mencari untuk menyediakan manusia dengan sumber daya yang akan membantu
mereka memahami dan mengganti dunia mereka. Seorang peneliti menguji teori
kritis dengan secara akurat mendeskripsikan kondisi secara umum dengan cara
mendasari struktur dan kamudian mengaplikasikan pengetahuan tersebut untuk
mengubah hubungan sosial. Sebuah teori kritis yang baik mengajarkan manusia
mengenai pengalaman pribadinya, membantunya untuk memahami aturan historis
mereka, dan dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi.
Teori kritis menginformasikan aksi praktis atau
menyarankan untuk melakukan sesuatu, tetapi teori tersebut dimodifikasi
berdasar penggunaannya. Sebuah teori kritis tumbuh dan berinteraksi dengan
dunia yang ia cari untuk jelaskan. Karena sebuah pendekatan kritis mencoba
untuk menjelaskan dan mengubah dunia engan cara memasuki struktur tersembunyi
yang ada dalam aliran konstan, ujian dari sebuah penjelasan tidaklah statis.
Cara menguji teori tersebut dinamis, proses berjalan dari aplikasi teori dan
memodifikasi hal tersebut. Pengetahuan tumbuh melalui proses berjalan yang
mengikis pengabaian dan memperluas wawasan melalui aksi.
Pendekatan kritis menggunakan latihan untuk
memisahkan hal baik dari teori yang buruk. Pendekatan tersebut menaruh teori
dalam praktek dan penggunaan hasil dari applikasi untuk memformulasikan kembali
teori. Latihan berarti jika
penjelasan berharga ketika mereka membantu manusia untuk sangat memahami dunia
dan untuk mngambil tindakan untuk mengubahnya. Seperti argumen Sayer (1992:
13), “Pengetahuan merupakan hal utama yang dihasilkan melalui aktivitas dalam
usaha untuk mengubah lingkungan kita (melalui buruh atau pekerjaan) dan melalui
interaksi dengan orang lain.”
Peneliti kritis mencoba untuk mengeliminasi
jarak antara peneliti dengan apa yang mereka teliti, jarak antara ilmu pengetahuan
dan kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, seorang peneliti kritis membangun
sebuah penjelasan untuk diskriminasi perumahan. Dia menguji penjelasan dengan
menggunakan hal tersebut untuk mencoba mangubah kondisi. Jika penjelasan menyebutkan
jika hubungan yang mendasari ekonomi menyebabkan diskriminasi dan jika tuan
tanah menolak untuk menyewakan terhadap minoritas karena lebih menguntungkan
jika hanya menyewakan kepada kaum yang bukan minoritas, kemudian aksi politik
yang membuat hal tersebut menguntungkan untuk menyewakan kepada minoritas harus
mengubah tingkah laku tuan tanah. Sebaliknya, jika penjelasan mengatakan jika
hal tersebut didasari oleh kebencian etnis yang menyebabkan tuan tanah untuk
mendeskriminasi, kemudian aksi berdasar pada keuntungan tidak akan sukses.
Peneliti kritis kemudian akan menentukan kebencian rasial sebagai dasar tingkah
laku tuan tanah melalui studi baru yang dikombinasikan dengan aksi politis
baru.
- Seperti apa bukti penting atau informasi
faktual terlihat?
Positivisme berasumsi jika ada fakta netral yang tidak
perlu diragukan mengenai bagaimana manusia rasional setuju.
Doktrin dualismenya menyatakan jika fakta sosial seperti obyek. Mereka berdiri
terpisah dari nilai atau teori. Pendekatan interpretatif melihat dunia sosial
terbuat dari penciptan makna, dengan manusia yang menciptakan dan bernegosiasi
mengenai makna. Hal tersebut menolak dualisme positivisme, tapi hal tersebut
menggantikan penekanan terhadap subyek. Bukti mengenai apa yang tertinggal pada
pemahaman subyektif mereka yang terlibat. Pendekatan kritis mencoba untuk
menjembatani jarak antara obyek-subyek. Hal tersebut menyebutkan jika fakta
atau kondisi material berada secara independen dari persepsi subyektif, tetapi
fakta tersebut bukan teori yang netral. Di sisi lain, fakta membutuhkan sebuah
interpretasi dari dalam sebuah kerangka berpikir nilai, teori, dan makna.
Sebagai contoh, ada “fakta” jika Amerika
Serikat menghabiskan lebih banyak presentase dri gross national product (GNP)
untuk perawatan kesehatan daripada negara industri maju lainnya, dan belum
termasuk rangkingnya sebagai peringkat ke 29 terendah untuk angka kematian
balita (7 mati dari 1.000 kelahiran). Seorang peneliti kritis
menginterpretasikan fakta berdasar tanpa apapun ssat Amerika Serikat memiliki
banyak penduduk tanpa perlindungan kesehatan dan tidak ada sistem untuk
melindungi semua orang. Fakta tersebut termasuk cara perlindungan kesehatan
didistribusikan kepada sebagian melalui sistem yang komplek dari perusahaan
asuransi non profit, firma farmasi, rumah sakit, dan yang lain dan diuntungkan
secara besar-besaran dengan peraturan yang berlaku. Beberapa kelompok kuat
semakin kaya saat kaum yang lemah atau miskin mendapatkan perlindungan
kesehatan yang rendah atau tidak sama sekali. Peneliti kritis melihat pada
fakta dan bertanya mengenai siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan?
Teori membantu seorang peneliti kritis
menemukan fakta baru dan memisahkan yang penting dari hal yang sepele. Teori
adalah sejenis peta yang memberitahu peneliti dimana harus melihat fakta dan
bagaimana menginterpretasikan mereka sekali mereka terbuka. Pendekatan kritis
berkata jika teori melakukan hal ini dalam ilmu pengetahuan alam dengan sama
baiknya. Sebagai contoh, seorang ahli biologi melihat ke dalam mikroskop dan
melihat sel darah merah—sebuah “fakta” berdasarkan sebuah teori mengenai darah
dan sel dan pendidikan biologi mengenai fenomena mikroskop. Tanpa teori ini dan
pendidikan, seorang ahli biologi hanya melihat sebuah titik tanpa makna. Secara
jelas, kemudian antara fakta dan teori berhubungan.
Sebagai contoh, dalam Inequality in Africa, Nafziger (1988) menggunakan sebuah perspektif
kritis. Ia mengkritisi “fakta” dalam inequality karena mereka hanya menyebutkan
pendapatan dalam bentuk uang di sebuah komunitas dimana uang tidak terlalu
digunakan secara luas. Ia juga mengkritisi interpretasi dari “fakta” terhadap
isu distribusi tanah dan angka kematian balita. Fakta tersebut mengabaikan
angka dari orang yang hidup dalam peternakan dan mengabaikan yanga da di luar
sebuah grup dalam sebuah negara (Kelompok kulit putuh Afrika Selatan) yang
memiliki angka kematian balita sangat rendah jika dibandingkan dengan mereka
yang ada dalam sebuah negara. Di sisi lain, Nafziger melihat sebuah varietas
yang luas (seperti angka kelahiran, jarak urban-pedesaan, jarak etnis,
perdagangan internasional, kekuatan poitik) dan pergi kebelakang permukaan
fakta untuk menghubungkan mereka satu sama lain. Ia bertanya: Kenapa Afrika
menjadi satu-satunya wilayah di dunia yang menjadi lebih meningkat semenjak
Perang Dunia II? Teorinya membantu ia mengidentifikasi sebuah angka dari
kelompok sosial utama (seperti pemimpin pemerintahan) dan kelas (petani).
Nafziger juga bertanya apakah bermacam-macam kecenderungan atau kebijakan
melayani ketertarikan masing-masing kelompok.
Semua teori tadi tidak berguna secara sejajar
untuk menemukan dan memahami fakta kunci. Teori berdasarkan kepercayaan dan
asumsi mengenai seperti apa dunia dan terhadap seperangkat nilai moral-politis.
Ilmu sosial kritis menyatakan jika beberapa nilai lebih baik daripada yang
lain. (18) Dengan demikian, untuk menginterprtasikan fakta, seseorang harus
memahami sejarah, mengadopsi seperangkat nilai, dan mengetahui bagaimana melihat
struktur yang mendasari. Versi berbeda dari ilmu kritis menawarkan posisis
nilai yang berbeda (seperti Marxisme versus feminisme).
8. Di mana nilai
sosiopolitis masuk dalam ilmu pengetahuan?
Pendekatan kritis memiliki orientasi aktivis.
Peneliti sosial adalah aktivitas moral politis yang membutuhkan peneliti untuk
berkomitmen terhadap sebuah posisi nilai. Ilmu sosial kritis menolak nilai
kebebasan positivis seperti sebuah mite. Hal tersebut juga menyerang pendekatan
interpretatif untuk relatifisme-nya
(ide jika segalanya relatif dan tidak ada hal yang absolut). Dalam pendekatan
interpretatif, realitas mengenai jenius dan realitas mengenai idiot secara
sejajar valid dan penting. Ada sedikit, jika ada, dasar dari menghakimi antara
alternatif realitas atau cara pandang yang berkonflik. Sebagai contoh, peneliti
interpretatif tidak menyebut mebuah sudut pandang rasis salah karena tiap cara
pandang benar menurut orang yang meyakininya. Pendekatan kritis berkata jika
hanya ada satu untuk sebuah yang sangat sedikit cara pandang yang benar. Cara
pandang lain salah atau menyesatkan. Semua penelitian sosial perlu dimulai dengan nilai atau cara pandang moral. Untuk CSS, menjadi obyektif
bukan berarti menjadi bebas nilai. Obyektivitas berarti tidak didistorsi,
gambaran yang benar mengenai realitas; “hal ini menantang kepercayaan jika ilmu
pengetahuan harus dilindungi dari politik. Hal tersebut berargumen jika
beberapa politik—politik dari perubahan sosial emansipatoris—dapat meningkatkan
obyektivitas ilmu” (Harding, 1986: 162).
Ilmu sosial kritis mengatakan jika untuk
menolaknya seorang peneliti memiliki cara pandangnya sendiri. Itu merupakan
cara pandang teknisi: memperkenalkan penelitian dan mengabaikan pertanyan
moral; memuaskan sposnsor dan mengikuti perintah. Cara pandang demikian
mengatakan jika ilmu adalah alat atau instrumen yang bisa dipakai siapa saja.
Cara pandang ini sangat dikritik keras ketika peneliti Nazi melakukan
penelitian yang tidak manusiawi dan kemudian mengkaim jika mereka tidak
bersalah karena mereka “hanya mngikuti perintah” dan “hanya peneliti.” Positivis
mengadopsi sebuah pendekatan dan memproduksi pengetahuan teknokratik—sebuah
bentuk dari pengetahuan yang paling cocok untuk digunakan oleh orang dalam
kekuasaan untuk mendominasi atau mengontrol orang lain. (19) Untuk CSS,
“kegunaan politis dari ilmu perilaku membuat positivisme menuju sebuah idiologi
yang melegitimasi dari grup yang dominan... nilai kebebasan tersebut datang
untuk menyediakan sebuah etis untuk mengkalkulasikan kontrol birokrasi” (Brown,
1989: 39).
Pendekatan kritis menolak positivisme dan ISS
sebagai terpisah dan peduli dengan mempelajari dunia daripada bereaksi
terhadapnya. Ilmu sosial kritis berpendapat jika pengetahuan adalah kekuatan.
Pengetahuan ilmu sosial dapat digunakan untuk mengontrol manusia, ia bisa
disembunyikan dalam menara gading bagi para intelektual untuk memainkannya atau
dapat diberikan kepada orang untuk membantunya ambil bagian dan memperbaiki
hidup mereka. Apa yang dipalajari oleh peneliti, bagaimana mereka belajar, dan
apa yang terjadi kepada hasilnya melibatkan nilai dan moralitas karena
pengetahuan memiliki efek nyata kepada hidup manusia. Peneliti yang mempelajari
perilaku sepele, yang gagal untuk memperkirakan di bawah permukaan atau yang
mengubur jawaban dalam sebuah perpustakaan universitas membuat sebuah pilihan
moral. Pilihannya adalah untuk mengambil informasi dari orang yang dipelajari
tanpa melibatkan mereka atau membebaskan mereka (lihat Box 4.1). Ilmu pengetahuan kritis mempertanyakan moralitas pilihan
tersebut, meski hal tadi bukan suatu kesadaran. Peran tepat dari peneliti
adalah menjadi “intelektual transformatif” (Guba dan Lincoln, 1994: 115).
Rangkuman
Meski sedikit peneliti penuh waktu mengadopsi
pendekatan kritis, pendekatan ini sering diadopsi oleh kelompok komunitas,
oraganisasi politik, dan pergerakan sosial. Hal ini hanya jarang terlihat dalam
jurnal pendidikan. Peneliti kritis mungkin menggunakan beberapa teknik
penelitian tapi mereka cenderung untuk mendukung metode perbandingan sejarah. Hal ini terjadi karena ini memberi penekanan terhadap perubahan dan karena
hal ini membantu peneliti membuka struktur dasar. Peneliti kritis berbeda dari
yang lain karena kurang banyak menggunakan teknik penelitian jika dibandingkan
dengan bagaimana mereka mendekati sebuah permasalahan penelitian, jenis
pertanyaan yang mereka ajukan, dan tujuan mereka melakukan penelitian.
FEMINIS DAN PENELITIAN POSMODERN
Anda mungkin mendengar tentang pendekatan
tambahan yang masih dalam tahap formatif dan kurang dikenal jika dibandingkan
dengan dua sebelumnya. Pendekatan tersebut adalah penelitian feminis dan
penelitian posmodern. Kedua kritik positifis menawarkan alternatif yang membangun ilmu sosial intrepretatif dan
kritis. Mereka masih dalam bentuk embrio dan menghasilkan penglihatan hanya
pada akhir 1980.
Penelitian feminis dilakukan oleh orang
yang sebagian besar perempuan yang memegang identitas feminis dan secara sadar
mengunakan perspektif feminis. Mereka menggunakan teknik penelitian ganda.
Metodologi feminis berusaha memberikan suara kepada perempuan dan untuk
mengoreksi perspektif berorientasi laki-laki yang mendominasi dalam pembangunan
ilmu sosial. Hal ini terinspirasi oleh pekerjaan seperti Woman’s Ways of Knowing (Belenky et.al 1986) yang berargumen jika
perempuan belajar dan mengekspresikan dirinya secara berbeda dengan laki-laki.
Penelitian feminis berdasarkan pada sebuah
ketinggian kesadaran yang dialami secara subyektif oleh perempuan dan berbeda
dari perspektif interpretatif biasa. (20) Banyak peneliti feminis melihat
positivisme sebagai cara pandang lelaki; yang obyektif, logis, berorientasi
pada tugas, dan instrumental. Hal itu merefleksikan penekanan laki-laki pada
kompetisi individual, pada dominasi dan kontrol terhadap lingkungan, dan pada
fakta kekerasan dan kekuatan yang beraksi di dunia. Sebaliknya, perempuan
memberikan penekanan pada perbekalan dan secara berangsur-angsur membangun
ikatan manusia. Mereka melihat dunia sosial sebagai jejaring yang menghubunkan
manusia, penuh dengan orang terhubung bersama oleh kepercayaan dan kewajiban
bersama. Perempuan cenderung memberikan penekanan pada subyektivitas,
berorientasi terhadap proses, dan sisi inklusif dari kehidupan sosial. Peneliti
feminis juga berorientasi terhadap aksi dan mencari untuk memajukan nilai-nilai
feminisme (lihat Box 4.2).
Peneliti feminis berargumen jika ada lebih
banyak peneliti yang bukan feminis seksis, hal tersebut secara luas terjadi
sebagai hasil dari kepercayaan budaya dan pengaruh yang lebih besar dari
peneliti laki-laki. Peneliti mengeneralisir dari pengalaman laki-laki terhadap
seluruh manusia, mengabaikan gender sebagai sebuah dasar dari pembagian sosial,
berfokus pada masalah laki-laki, dan menggunakan laki-laki sebagai titik
referensi, dan berasumsi berdasar aturan gender tradisional. Sebagai contoh,
seorang peneliti tradisional akan berkata jika sebuah keluarga memiliki masalah
tentang pengangguran ketika laki-laki dewasa tidak dapat menemukan pekerjaan
yang mapan. Ketika perempuan di keluarga yang sama tidak dapat menemukan
pekerjaan yang mapan di luar rumah, ini tidak
dianggap sebagai masalah keluarga yang sama. Demikian pula, konsep untuk ibu yang tidak menikah yang secara luas
dipakai oleh peneliti tradisional tetapi hal tadi tidak pararel dengan ayah yang tidak menikah.
Pendekatan feminis melihat peneliti sebagai
mahluk hidup yang secara mendasar bergender. Peneliti perlu memiliki sebuah
gender yang akan membentuk bagaimana mereka mengalami realitas dan akhirnya hal
tersebut berakibat pada penelitiannya. Selain akibat gender terhadap peneliti
individual, asumsi teori dasar dan komunitas ilmuwan terlihat sebagai konteks
budaya gender. Gender memiliki pengaruh yang meresap dalam budaya dan membentuk
kepercayaan dasar dan terisolasi dari proses sosial penyelidikan ilmiah. (21)
Peneliti feminis tidak obyektif atau terpisah:
mereka berinteraksi dan berkolaborasi dengan orang yang mereka pelajari. Mereka
menggabungkan hidup personal dan profesional mereka. Sebagai contoh, peneliti
feminis akan berusaha untuk membandingkan sebuah pengalaman interviuw ketika
membagikan perasaan dan pengalaman mereka. Proses ini mungkin melahirkan
hubungan personal antara peneliti dengan orang yang diwawancarai yang mungkin
dewasa menurut waktu. Reinharz (1992: 263) berargumen, “Kekaburan dari putusnya
hubungan antara relasi personal dan formal hanya sebagai terhapusnya jarak…
antara proyek penelitian dan kehidupan peneliti yang menjadi karakteristik
kebanyakan, jika bukan keseluruhan, penelitian feminis.”
Dampak dari perspektif perempuan dan
keinginannya untuk mendapatkan sebuah relasi intim dengan apa yang ia pelajari
terjadi meski di ilmu biologi. Peneliti feminis cenderung untuk menghindari
analisis kuantitatif dan percobaan. Mereka menggunakan metode ganda, kadang
penelitian kualitatif dan studi kasus. Gorelick (1991) mengkritik daya tarik
menarik dari banyak peneliti feminis untuk ilmu sosial interpretatif. Ia merasa
jika ISS menjadi terbatas terhadap kesadaran yang dipelajari dan gagal untuk
mengungkap struktur tersembunyi. Gorelick menginginkan peneliti feminis
mengadopsi lebih banyak pendekatan kritis dan untuk mengadvokasi perubahan
sosial dengan lebih tegas.
Penelitian posmodern merupakan bagian dari
gerakan posmodern yang lebih luas atau mengembangkan
pemahaman menganai dunia kontemporer yang termasuk seni, musik, sastra, dan
kritik budaya. Ini dimulai dengan kemanusiaan dan berakar pada filososi
eksistensialisme, nihilisme, dan anarkisme dan dalam ide Heidegger, Nietzsche,
Sartre, dan Wittgenstein. Postmoderenisme merupakan penolakan dari mederenisme.
Modernisme menunjuk pada asumsi dasar, kepercayaan, dan nilai yang berkembang
pada masa Pencerahan. Mederenisme mengandalkan pada alasan logis; hal ini
optimis terhadap masa depan dan percaya pada progress, ini memiliki kepercayan
terhadap teknologi dan ilmu pengetahuan, dan hal tersebut merangkul nilai-nilai
humanis (seperti menghakimi ide berdasar pada efek mereka terhadap
kesejahteraan manusia). Moderenisme berpegang jika ada standar kecantikan,
kebenaran, dan moralitas mengenai apa yang kebanyakan orang setujui. (22)
Penelitian posmodern melihat tidak ada
pembatasan antara seni atau kemanusiaan dan ilmu sosial. Hal tersebut
membagikan tujuan ilmu sosial kritis terhadap ketidakjelasan dunia sosial. Ini
terlihat untuk medekonstruksi atau menyobek sebagian permukaan yang terlihat
untuk memunculkan struktur tersembunyi didalamnya. Seperti bentuk ekstrim ISS,
posmodernisme tidak mempercayai penjelasan abstrak dan memegang jika peneliti
dapat melakukan lebih dari sekadar menjelaskan, dengan semua penjelasan yang
secara sejajar valid. Deskripsi seorang peneliti tidak superior atau inferior
terhadap yang lain dan hanya mendeskripsikan mengenai pengalaman personal
peneliti. Pergi kedalam interpretatif dan ilmu sosial kritis berusaha untuk
mentransformasikan atau membongkar ilmu sosial. Posmodernis ekstrim menolak
kemungkinan dari sebuah ilmu dari dunia sosial, tidak mempercayai observasi
empiris sistematik dan meragukan jika pengetahuan dapat digeneralisir dan
diakumulasikan melampaui waktu. Mereka melihat pengetahuan sebagai membawa
banyak bentuk dan unik seperti manusia umumnya atau tempat sepesifik. Rosenau
(1992: 77) berargumen, “Nyaris semua postmodernis menolak kebenaran sebagai
sebuah tujuan atau teladan karena hal tersebut merupakan ringkasan dari
modernitas… Kebenaran membuat referensi kepada pemerintah, aturan, dan nilai;
tergantung pada logika, rasionalitas, dan alasan yang semuanya menjadi
pertanyaan posmodernisme.”
Obyek postmodernis memperlihatkan hasil
penelitian dalam cara yang lepas dan netral. Peneliti atau pengarang sebuah
laporan seharusnya tidak pernah bersembunyi ketika seseorang membacanya;
kehadirannya membutuhkan bukti yang tidak ambigu dalam laporan. Dengan
demikian, sebuah penelitian postmodern sama seperti kaya seni. Tujuannya untuk
menstimulasi yang lain, untuk memberikan kesenangan, untuk membuat respon,
atau untuk mengembangkan rasa penasaran. Laporan postmodern sering memiliki gaya
teatrikal, expressif, dan dramatis dari presentasi. Mereka mungkin ada dalam
bentuk fiksi, sebuah film, atau pegelaran. Postmodernis berargumen jika
pengetahuan mengenai kehidupan sosial diciptakan oleh peneliti yang mungkin
lebih baik dikomunikasikan melalui sebuah lakon pendek atau potongan musikal
daripada jurnal pendidika. Nilainya terletak pada bercerita yang mengkin
mensimulasikan pengalaman diantara manusia yang m,embaca atau berhadapan
dengannya. Postmodernis antielitis dan menolak untuk menggunakan pengetahuan
untuk memprediksikan dan untuk membuat keputusan. Lawan postmodernis adalah
mereka yang mengggunakan ilmu positivis untuk memperkuat hubungan dan birokrasi
dari kontrol mengenai manusia (lihat Box 4.3).
KESIMPULAN
Anda mempelajari dua hal penting dalam Bab
ini. Pertama, ada kompetisi pendekatan terhadap penelitian sosial berdasarkan
asumsi filosofi yang berbeda mengenai tujuan dari ilmu pengetahuan dan sifat
alamiah realitas sosial. Kedua, tiga tipe ideal pendekatan terhadap ilmu sosial
menjawab pertanyaan dasar penelitian dengan cara yang berbeda (lihat Tabel
4.1). banyak peneliti menggunakan satu pendekatan sebagai hal utama, tetapi
banyak juga yang mengombinasikan elemen dari pendekatan lain.
Ingat jika Anda dapat mempelajari topik yang
sama dengan pendekatan yang berbeda, tetapi tiap pendekatan akan memberikan
hasil yang berbeda. Hal ini diilustrasikan dengan topik mengenai diskriminasi
dan kompetisi diantara kelompok minoritas dan mayoritas di empat negara:
aborigin di pedalaman Australia, orang Asia di Kanada bagian barat, keturunan
Afrika Amerika di barat Amerika Serikat, dan orang Pakistan di London.
Seorang peneliti yang mengadopsi sebuah
pendekatan positivis pertamakali menyimpulkan hipotesis dari teori umum
mengenai hubungan mayoritas-minoritas. Teori tersebut mungkin ada dalam bentuk
pernyataan penyebab atau prediksi. Sebagai contoh, Stone (1985: 56) mengutip
satu teori yang “mencari untuk menjelaskan pola kompleks dalam istilah yang ada
pada sedikit variable kunci. Hal ini dapat berguna dalam usaha untuk
memprediksikan pengembangan yang mungkin dari hubungan ras dan etnis.” Peneliti
kemudian mengumpulkan data dari pemerintah yang ada atau menggunakan survey
untuk secara tepat mengukur faktor-faktor yang diidentifikasikan oleh teori,
seperti bentuk kontak awal, perbandingan angka dalam kelompok mayoritas lawan
minoritas, atau jarak yang terlihat dari perbedaan rasial. Akhirnya,peneliti
menggunakan statistik untuk menguji secara formal prediksi teori mengenai
tingkatan diskriminasi dan intensitas dari kompetisi kerja.
Seorang peneliti interpretatif secara
personal berbicara dan mengamati orang-orang spesifik dari kedua kelompok
minoritas dan kelompok mayoritas masing-masing di empat negara. Percakapan
mereka dan observasinya digunakan untuk mempelajari apa yang masing-masing
kelompok rasakan mengenai diskriminasi tersebut atau kompetisi kerja yang
menjadi kepedulian harian. Peneliti menaruh apa yang orang katakan pada konteks
kegiatan harian mereka (seperti membayar sewa, terlibat dalam perselisihan
keluarga, berurusan dengan hukum, sakit, dll). Setelah ia melihat apa yang
orang minoritas dan mayoritas pikirkan mengenai diskriminasi, bagaimana cara
mereka mendapatkan pekerjaan, dan bagaimana orang di kelompok lain mendapatkan
pekerjaan, dan apa yang sesungguhnya mereka lakukan untuk mendapatkan pekerjaan
mereka, dia kemudian mendeskripsikan temuannya dalam kalimat yang bisa dipahami
orang lain.
Penelitian kritis dimulai dari melihat pada
kontek sosial dan historis yang lebih luas. Hal ini termasuk faktor seperti
invasi ke Australia oleh koloni Inggris dan sejarah negara sebagai koloni
penjara, kondisi ekonomi yang menyebabkan orang bermigrasi ke Canada,
peninggalan perbudakan dan perjuangan hak sipil di Amerika, dan kebangkitan
serta jatuhnya kerajaan koloni Inggris dan migrasi dari bekas koloninya. Ia
menanyakan mengenai sebuah titik berdiri yang kritis: Apakah kelompok mayoritas
melakkan diskriminasi dan secara ekonomi mengeksploitasi kelompok minoritas?
Peneliti melihat kepada banyak sumber untuk mendokumentasikan pola yang
mendasari eksploitasi dan untuk mengukur jumlah diskriminasi di tiap negara. Ia
mungkin memeriksa informasi statistik pada perbedaan pendapatan dari tiap
kelompok, secara personal memeriksa situasi kehidupan dan pergi mengikuti orang
saat interviuw kerja, atau melakukan survey untuk menemukan apa yang orang
pikirkan saat ini. Sekali peneliti menemukan bagaimana diskriminasi terlihat
saat kelompok minoritas mencari pekerjaan, ia akan memberikan hasilnya kepada
kelompok minoritas, memberikan kuliah umum mengenai temuannya, dan
mempublikasikan hasilnya di media massa yang dibaca oleh kelompok minoritas
dalam rangka untuk membuka keadaan yang sebenarnya dan untuk mendorong aksi
sosial politis.
Ada apa dengan maksud ketiga pendekatan ini
pada Anda di lingkungan penelitian sosial? Pertama, hal ini berarti tidak ada
pendekatan tunggal yang secara mutlak benar dalam penelitian sosial. Hal ini
tidak berarti segalanya berjalan begitu saja, tidak ada dasar untuk perjanjian
sementara (lihat Boks 4.4). Sebaliknya, hal ini berarti jika dasar untuk
melakukan penelitian sosial tidak mapan. Dengan kata lain, ada
lebih dari satu pendekatan yang “masih berjalan.” Mungkin hal ini akan selalu
menjadi kasus. Sebuah kesadaran dari pendekatan akan membantumu untuk membaca
laporan penelitian. Kadang, peneliti akan mengandalkan pada satu pendekatan,
tapi jarang akan memberitahumu yang mana yang mereka gunakan.
Kedua, hal tersebut berarti apa yang Anda
coba untuk capai saat melakukan penelitian (seperti menemukan hukum,
mengidentifikasi struktur yang mendasari, mendeskripsikan sistem makna) akan
diperkaya dengan pendekatan yang Anda pilih.
Kesesuaian antara ketiga pendekatan dan tipe
penelitian tersebut didiskusikan pada Bab 2 adalah longgar. Sebagai contoh,
positivis mungkin melakukan analisa manfaat biaya, peneliti interpretatif
mungkin melakukan penelitian eksplorasi, dan peneliti kritis mendukung
penelitian berorientasi aksi. Dengan menjadi sadar terhadap pendekatan saat
Anda melakukan penelitian sosial, Anda bisa melakukan sebuah keputusan
informasi mengenai jenis studi yang digunakan.
Ketiga, bermacam-macam teknik digunakan untuk
penelitian sosial (sampling, wawancara, observasi partisipatif, dll) terutama
digunakan berdasar asumsi dari pendekatan yang berbeda. Kadang, Anda akan
melihat sebuah teknik penelitian ditampilkan tanpa latar belakang alasan di
mana hal tersebut aslinya berawal. Dengan mengetahui
tentang pendekatan, Anda akan lebih memahami prinsip-prinsip di mana teknik
penelitian spesifik berasal. Sebagai contoh, ketepatan ukuran dan logika
eksperimental penelitian mengalir secara langsung dari positivisme dimana
penelitian lapangan berdasar pada pendekatan interpretatif.
Sejauh ini, kita melihat operasi dari
keseluruhan proses penelitian, jenis yang berbeda dari studi dan teori, dan
tiga pendekatan fundamental terhadap penelitian sosial. Mulai saat ini, Anda harus memiliki pegangan mengenai garis dasar dari
penelitian sosial. Pada bab berikutnya, anda akan melihat
bagaimana cara menemukan laporan dari proyek penelitian spesifik.
Rangkuman Sumber: Terjemahan dari buku: Review Meaning of methodology Social research methods,
Qualitative and Quantitative Approaches by: W. Lawrence Neuman. (Bab IV).
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar