By: Nur Bintang*
Karl Marx dan Sigmund Freud secara bersamaan pernah
berkata, “manusia baru dianggap sebagai manusia yang utuh secara sosial jika
mereka sudah bekerja!” namun pendapat kedua tokoh filsuf sosial
tersebut perlu dikritisi dan dikoreksi untuk zaman saat ini. Pendapat kedua
tokoh tersebut akan berbenturan jika disandingkan dengan pertanyaan dalam hati
saya saat ini yakni bekerja untuk apa? dan bertujuan apa? Itulah hal esensi
yang paling penting menurut saya di dalam melakukan suatu pekerjaan. Semua manusia tentu mempunyai alasan yang
berbeda-beda (relative) dalam memaknai
pekerjaan hidupnya karena semua kembali tergantung pada selera, pilihan, prinsip,
dan keyakinan individu masing-masing yang harus kita hormati bersama.
“Saya
ingin berkembang lebih jauh lagi dari dunia saya saat ini. Saya merasa dunia
saya sekarang terasa masih sempit! Saya bekerja tidak hanya sekedar memikirkan
nasib hari ini tetapi juga harus memikirkan nasib saya ke depan. Saya harus
berbuat sesuatu yang lebih besar dari yang saya lakukan pada hari ini!”
Pengalaman hidup ini adalah suatu seni adaptasi psikologi diri yang tidak beraturan sepanjang hayat.
Tantangan bagi saya ialah suatu labirin rumit permasalahan yang harus
dipecahkan dan dikelola bersama-sama melalui pengertian yang baik di antara
sesama team work dan pemangku
kepentingan (stakeholders) melalui kematangan
rancangan, eksekusi berdasarkan konsep pemikiran bersama dan dialog positif sehingga
memunculkan ide kreativitas, motivasi, rasa saling menghargai untuk mencapai arah
tujuan kepentingan bersama. Itulah gunanya tim! Inilah fungsi sosial! Ini hanya
sekedar tafsir ulang saya dari beberapa buku ilmu manajemen kepemimpinan yang
pernah saya baca dari tokoh kenamaan seperti Maxwell.
“TERKADANG DALAM KESENDIRIAN, SAYA
TERUS BERPIKIR BAHWA DIRI SAYA BUKANLAH ROBOT TETAPI SAYA ADALAH MANUSIA
SEUTUHNYA. SAYA BERJUANG UNTUK TERUS MEMAHAMI NILAI ESENSI DARI DIRI SETIAP MANUSIA TERMASUK
DIRI SAYA SECARA PRIBADI..!!!”
Saya
selalu teringat kata slogan dari salah satu raksasa perusahaan teknologi dunia
yaitu Apple Inc. yang dipimpin
oleh Steve Jobs, “Think is different!” hingga pada akhirnya kata-kata ini menjadi
semacam semboyan bagi spirit perusahaan Apple
dalam menghasilkan produk-produk teknologinya yang berbeda, desain indah, inovatif, revolusioner
dalam dunia teknologi. Walaupun saya tahu dalam dunia nyata bahwa Steve Jobs tidaklah
begitu sempurna sebagaimana manusia biasa lainnya karena kesuksesan telah merubah
sikap Steve Jobs yang dinilai oleh kebanyakan teman, sahabat dan kolega
dekatnya menjadi sangat perfeksionis, arogan, banyak menuntut, temperamental,
emosional dan sangat angkuh namun dalam kegigihan beliau dalam memperjuangkan suatu
hal terobosan yang baru bagi kebaikan dirinya dan orang lain hal tersebut sangatlah
patut untuk diapresiasi oleh banyak orang.
Pengalaman
hidup yang bisa dipetik dari kisah ini ialah dinamisme berpikir tanpa batas dengan tetap berkreativitas melalui hati
dan sepenuh hati. Yeah.. melalui kekuatan
pikiran serta rasa hati maka dapat melahirkan karya-karya indah seperti lukisan dari Picasso dan Raden Saleh, suara merdu orkestra
klasik dari Mozart dan Beethoven. Saya juga sedikit belajar dari keberhasilan mentalitas
dan spirit Steve Jobs mengenai kekuatan
pikiran serta hati dengan memanfaatkan nilai-nilai sosial yang ada sehingga
berhasil mendorong Steve Jobs untuk menciptakan berbagai inovasi produk
unggulan Apple Inc. seperti Macintosh, Ipod maupun Ipad sehingga
berhasil merevolusi semua industri teknologi di seluruh dunia.
Keyakinan, fungsi sosial, seni, desain keindahan,
berpikir berbeda dengan arah tujuan untuk merubah dunia, menyebarkan rasa perdamaian
itulah esensi kuncinya. Dalam hal ini, teruslah berpikir sambil memelihara
‘keyakinan’. Rasa yakin membuat saya
percaya bahwa Tuhan ada bersama saya dan mengiringi setiap langkah sukses saya.
Saya percaya Tuhan selalu membimbing arah hidup saya ke arah yang lebih
baik sehingga setiap tanggung jawab keputusan yang sudah saya ambil dengan akal
sehat, tidak ada kata penyesalan kembali dari diri saya karena memang itulah
jalan yang terbaik yang harus saya tempuh.
Pengalaman adalah sekolah kehidupan. Dalam
hidup, saya tidak bisa menuntut segalanya harus terlihat sempurna namun saya
tetaplah harus menjalani dan melakukan hal-hal yang terbaik yang saya bisa dan
hanya kepada ‘Tuhan’ semua letak segala kesempurnaan itu berakhir. Use
your mind but don’t forget your heart![]
*Catatan editor Nur Bintang
mengenai makna sekolah kehidupan.