Artikel

Jumat, 21 Juni 2013

“POST-REALITAS DUNIA EDITOR"




Oleh: Nur Bintang*


"Sanjungan buku bagus hanya diberikan kepada penulis namun kritik terhadap buku yang kurang menarik hanya ditujukan kepada editor "


Membandingkan belajar antara dalam dunia kampus sebagai mahasiswa yang lebih banyak belajar menggunakan teori dan dunia kerja yang lebih banyak melakukan aksi sangatlah jauh berbeda. Ternyata dalam dunia kerja sesungguhnya, terkadang apa yang kita pelajari di bangku kuliah tidak ada hubungannya sama sekali dengan dunia pekerjaan kita besok. Saya merasakan hal tersebut sebagai seorang editor buku yang bisa dikatakan masih baru pada tahap proses belajar. Untuk menjadi seorang editor buku yang berpengalaman membutuhkan proses yang cukup lama minimal memiliki masa kerja sekitar 1 tahun atau 2 tahun bahkan lebih dari itu. Latar belakang saya memang lebih banyak berkutat pada dunia akademis seperti filsafat sosial, sosiologi, sejarah, dan antropologi yang hanya membantu dalam kajian isi materi secara keilmuan namun dalam hal pekerjaan secara teknis di lapangan untuk menjadi seorang editor buku bagi saya pribadi yang tidak memiliki dasar latar belakang pendidikan editing bisa dibilang tidaklah mudah. Terus terang, saya masih lebih banyak belajar melalui kegiatan praktek editing langsung ketimbang memahami banyak teori editing. Di samping itu, saya juga banyak belajar membaca buku tentang editing atau bertanya langsung kepada rekan-rekan kerja saya yang bisa dibilang sebagai editor senior untuk belajar mengetahui struktur ‘anatomi buku’.


Editor Robert Silvers in the Review offices, early 1980s. Photograph by Dominique Nobokov


Seorang editor buku profesional dituntut harus mempunyai kesabaran, ketelitian, ketekunan dan kecurigaan tingkat tinggi terhadap naskah yang diterimanya dari penulis apapun latar belakang keilmuan dan pekerjaannya dengan mengorek kembali semua data, isi materi naskah dengan membandingkannya dengan buku-buku lain yang sudah terbit atau  membandingkannya dengan beragam literatur di internet untuk dicari kebenaran informasi isi materi naskah tersebut yang ditulis sendiri oleh sang penulis, editor juga melakukan sensor terhadap kata-kata sensitif/tidak sopan atau materi yang dianggap sensitif/tidak sopan jika hal tersebut ditemukan di dalam naskah, memperbaharui kata-kata di dalam naskah sesuai standar Kamus Besar Bahasa Indonesia (selain penggunaan tekstual buku KBBI, saya juga melengkapinya dengan penggunaaan website KBBI on line yang dikelola oleh Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia (UI) sebagai referensi pada link on bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbiwebsite Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementerian Pendidikan Nasional pada link on bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, dan website Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online link on kbbi.web.id.

        Selain dari segi teknis penggunaan bahasa maka tugas pekerjaan seorang editor antara lain ialah harus mengecek kelengkapan nomor halaman, nomor gambar, gambar, tabel, materi bab, sub bab, catatan kaki, indeks, daftar isi dan daftar pustaka, melakukan penulisan ulang materi jika isi materi naskah dari penulis dianggap banyak keluar jalur dari gaya selingkung penerbit, mengecek kembali penggunaan kata-kata asing terutama dalam bahasa Inggris dengan menggunakan kamus bahasa asing agar dipastikan kebenaran tulisan maksud dari sang penulis dan mengurus hak cipta. Untuk melakukan editing terhadap  naskah buku hingga menjadi sebuah buku yang layak terbit maka biasanya diperlukan waktu sekitar 6 bulan, 8 bulan, atau bahkan 1 tahun lamanya. Pekerjaan editor di luar kantor (lapangan) juga dituntut untuk dapat mencari naskah dari para penulis berbakat untuk diterbitkan menjadi buku dengan membidik peluang pasar pembaca yang ada. Selain itu, seorang editor buku juga harus siap mewakili perusahaan penerbitan dalam ajang pameran buku, baik yang diadakan di dalam negeri maupun di luar negeri terkait promosi penjualan buku bersama tim marketing perusahaan yang bersangkutan.

Maxwell Perkins, legenda editor buku dunia dalam literasi di Amerika Serikat pada abad 20

Saya menekuni dunia profesi editor lebih banyak belajar secara autodidak bahkan saya sendiri secara pribadi tidak pernah duduk mengenyam bangku kuliah di jurusan bahasa Indonesia, jurusan komunikasi, jurusan penerbitan, atau bahkan jurusan editing tetapi saya tetap belajar dengan banyak membaca dan memahami dari bacaan buku-buku mengenai panduan editing profesional sebagai seorang editor. Setahu saya, jurusan untuk menjadi editor di Indonesia bisa dibilang sangatlah jarang salah satu yang saya ketahui adalah D3 jurusan editing di Universitas Padjajaran (UNPAD) di Bandung yang sangat tersohor. Bisa dikatakan jurusan editing di Indonesia masih tertinggal jauh dengan negara Malaysia yang beberapa universiti di sana sudah memiliki jurusan editing dari jenjang S1, S2, dan S3 yang sangat berperan dalam perkembangan kemajuan literasi di negara Malaysia. Profesi sebagai editor buku bisa dibilang adalah pekerjaan seni karena editor profesional dituntut memiliki taste (cita rasa) untuk bisa menata tulisan naskah penulis agar enak dibaca serta mudah dipahami oleh pembaca secara baik dan benar.

Profesi editor yang bekerja pada penerbitan buku, majalah atau koran nasional di beberapa negara industri maju seperti di Eropa Barat, Jepang dan Amerika Serikat masih dianggap sebagai pekerjaan yang cukup populer serta menjanjikan bahkan dikatakan setara dengan profesi dokter, dosen, jurnalis, ekonom, ataupun pengacara karena lebih banyak mengedepankan sisi intelektualitas dari pekerjaannya terutama berkaitan dengan buku-buku sastra semacam novel atau buku-buku filsafat yang diharapkan dapat menjadi buku bacaan best seller. Profesi untuk menjadi editor di Indonesia sendiri terutama yang bekerja pada penerbitan buku, majalah atau koran nasional bisa dibilang masih kurang populer jika dibandingkan dengan beragam jenis profesi yang lainnya namun setelah saya pahami secara mendalam ternyata untuk menjadi seorang editor terkadang memberikan berkah tersendiri buat saya pribadi diantaranya karena saya dapat bertemu dan berkenalan dengan penulis-penulis hebat serta banyak menggali ilmu dari naskah yang saya edit. Menjadi editor lebih banyak bekerja dengan menggunakan otak dan pikiran sehingga bisa dibilang profesi editor buku adalah profesi intelektual selain profesi guru atau bahkan dosen. Keberadaan editor dalam sebuah perusahaan penerbitan termasuk vital karena para editor nanti yang bertanggung jawab terhadap kualitas mutu dari isi sebuah buku yang ditulis oleh sang penulis. Semakin laris penjualan buku berarti kinerja editor dalam menata isi materi naskah dari suatu buku bisa dibilang cukup bagus. Penulis buku sendiri sangat membutuhkan pemikiran dari editor atas masukan, kritik, dan sarannya. Bisa dibilang editor adalah sahabat intelektual dari penulis bahkan menjadi penulis bayangan dari penulis buku asli yang sebenarnya.

Banyak akademisi seperti guru/dosen, motivator dan sastrawan yang hendak menerbitkan buku dengan mengirimkan naskahnya ke penerbit sudah dipastikan bahwa naskahnya nanti akan ditangani oleh seorang editor yang disesuaikan dengan kajian bidang disiplin keilmuannya. Editor dianggap cukup paham mewakili penerbit untuk melihat peluang pasar dari materi isi naskah tersebut jika nantinya benar-benar bisa diterbitkan menjadi sebuah buku bermutu yang dijual ke pasar. Bagi saya pribadi sebelum menjadi seorang penulis alangkah lebih baiknya memiliki pengalaman untuk menjadi editor terlebih dahulu. Editor bisa dibilang sebagai pintu gerbang untuk menjadi seorang penulis buku profesional. Seorang penulis belum tentu bisa menjadi editor tetapi seorang editor pasti bisa menjadi penulis. Syarat utama untuk menjadi seorang editor adalah memiliki sikap kritis, menguasai data dan fakta, teliti, berwawasan luas, suka menulis, suka membaca buku, dan bisa berbahasa asing minimal bahasa Inggris baik aktif maupun pasif.

Menjadi editor juga memiliki kode etik profesi tersendiri. Berikut adalah kode etik editor yang saya petik dari buku yang berjudul "Tak Ada Naskah yang tak Retak" karya Bambang Trim yang diantaranya adalah menghormati hak cipta dari penulis, dilarang melakukan penjiplakan atas ide dan materi dari naskah penulis, merahasiakan naskah editannya dari pihak-pihak yang tidak ada kaitannya dengan pengeditan naskah, tidak boleh merusak atau menghilangkan bagian naskah dari penulis, dilarang mengubah isi naskah termasuk mengubah makna kata tanpa izin persetujuan dari penulis sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati, pengeditan harus diselesaikan sesuai dengan deadline yang sudah ditetapkan.

Dengan segala kerendahan hati, karena saya juga masih dalam proses belajar untuk menjadi editor maka saya akan memberikan beberapa referensi buku mengenai panduan editing profesional yang mungkin dapat membantu anda yang tertarik untuk menjadi editor. Beberapa buku ini yang saya punya karena saya rasa wajib untuk dimiliki, dibaca, dan segera dipraktekkan bagi yang bergelut dalam dunia editing buku diantaranya sebagai berikut.

-Buku Pintar Penerbitan Buku, karya Tim Grasindo, 2007, Penerbit Grasindo.
-Petunjuk bagi Pengarang Penyunting dan Korektor, karya Adjat Sakri, 1984, Penerbit ITB Bandung.
-Pedoman Umum Pembentukan Istilah, 2004, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
-Tak Ada Naskah yang tak ‘Retak’: Panduan Profesional Editing Naskah. karya Bambang Trim, 2012, Penerbit Trim Komunikata.

          Menjadi editor terkadang tidak hanya soal bakat dan minat tetapi juga kerena faktor jodoh dan rezeki. Mengenai standar gaji dari seorang editor bisa dikatakan semua tergantung dari kebijakan perusahaan penerbitan masing-masing tapi biasanya sebuah perusahaan penerbitan yang sudah lama eksis dan memiliki reputasi nasional kebanyakan memberi standar gaji yang cukup menarik untuk seorang editor. Pada awalnya, saya bercita-cita ingin menjadi seorang dosen pengajar di universitas yang saya anggap sebagai pekerjaan intelektual ternyata setelah beberapa waktu lamanya merasakan belajar dan bekerja menjadi seorang editor kemudian saya kembali merenung jika ternyata profesi editor merupakan bagian dari wujud pekerjaan intelektual. Editor juga berperan membantu ide, kritik, saran bagi para penulis demi kesempurnaan buku yang nanti akan diterbitkan terutama yang berkaitan dengan gaya penulisan baku sesuai standar Kamus Besar Bahasa Indonesia

        Kesimpulannya, bekerja di bidang penerbitan, saya anggap sebagai bentuk proses media belajar menggali ilmu dalam bentuk pengalaman langsung di dunia industri melalui kegiatan aksi (praktek) di lapangan karena seorang ilmuwan harus dituntut untuk bisa menulis. Pintu gerbang untuk menjadi seorang penulis profesional alangkah lebih baik jika diawali karier menjadi seorang editor buku terlebih dahulu. Semoga bermanfaat![]

*Nur Bintang adalah alumnus pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta  yang kini sedang mencoba belajar dan bekerja menjadi editor buku-buku ilmu sosial di salah satu penerbitan nasional di Jakarta.

Senin, 17 Juni 2013

"The Existence of Indonesian Books in International Arena"

“Eksistensi Buku-Buku Indonesia dalam Kancah Internasional”



Oleh: Nur Bintang*

“Beberapa waktu lalu saya mewakili perusahaan menghadiri sebuah seminar nasional di Jakarta mengenai prospek buku Indonesia dalam kancah buku dunia-internasional. Hal ini sangat menarik untuk menjadi pemahaman kita terutama bagi saya yang berprofesi sebagai seorang editor buku untuk mengetahui tentang kiprah para penulis buku dari Indonesia dan geliat industri penerbitan buku di Indonesia kaitannya dalam perdagangan buku-buku Indonesia secara internasional. Saya kemudian merangkum beberapa point penting dari seminar tersebut yang kebanyakan disampaikan dalam bahasa Inggris lalu kemudian saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan gaya bahasa yang lebih enak untuk dibaca agar dapat memberi manfaat serta menambah pengetahuan bagi kita semua sebagai sesama penikmat dan pecinta buku mengenai prospek buku-buku Indonesia di kancah dunia buku internasional di masa depan”

Diperkirakan saat ini terdapat sekitar 5.400 judul buku dari Indonesia (data awal tahun 2013) yang kebanyakan justru ditulis oleh para penulis asing dari luar negeri atau penulis asing yang berkolaborasi bersama dengan penulis-penulis asal Indonesia. Hal ini memang patut disayangkan karena masih minimnya jumlah penulis asal Indonesia yang karya bukunya masih sedikit apresiasi di lingkup pecinta buku dalam skala dunia internasional. Penterjemahan buku-buku bahasa asing sendiri sudah dilakukan oleh sebuah situs penjualan buku digital online terbesar di internet yakni amazon.com walaupun buku-buku online yang ditawarkan di situs amazon.com kebanyakan masih lebih didominasi oleh buku-buku asing berbahasa inggris yang diterbitkan secara internasional.

Buku-buku Indonesia yang sudah dipasarkan secara internasional dapat diakses di amazon.com dengan melakukan transaksi penawaran jual-beli buku digital secara online via internet yang jumlahnya sekitar hanya beberapa ratus buku-buku dari Indonesia. Masing-masing penerbit di Indonesia diharapkan optimis untuk bisa memproduksi buku-buku bermutu yang dapat ditawarkan dalam lingkup internasional caranya dengan menjalin kerjasama dengan konten situs online penjualan buku internasional tersebut atau membuat website khusus penerbitan buku sendiri dengan menggunakan bahasa Inggris yang kemudian dapat diakses oleh para pengunjung pengguna internet di seluruh dunia (e-marketing).

Selain amazon.com ada juga konten situs internasional yang melakukan jual-beli online via internet bahkan publikasi scanning buku-buku dari perusahaan penerbitan buku yang sudah berhasil diterbitkan di seluruh dunia yaitu Google Books. Google Books lebih dikenal sebagai salah satu pelayanan online buku-buku digital dari perusahaan Google Inc. asal Amerika Serikat. Para pencari buku di seluruh dunia bisa melihat full teks sebagian isi buku-buku dan majalah-majalah yang sudah di-scan pihak Google meskipun langkah Google Books dalam mendokumentasi isi buku dari beberapa link penerbit yang berupa digital database ini  banyak ditentang oleh para penulis di negeri asalnya sendiri di Amerika Serikat.

Pihak perusahaan Google membantah tuduhan dari para penulis dengan melakukan pembelaan bahwa dokumentasi elektronik (scanning) yang mereka lakukan ialah tidak lebih dari 10%-20% dari jumlah total keseluruhan halaman buku yang sudah diterbitkan dan hal tersebut sudah dilakukan atas izin dari perusahaan penerbitan buku yang bersangkutan sebagai bagian dari strategi e-marketing penjualan buku yang dilakukan oleh beberapa perusahaan penerbitan buku yang bekerjasama dengan pihak Google dengan tujuan tidak lain adalah untuk menjaring konsumen pecinta buku di dunia internet secara luas.

Perusahaan penerbitan buku yang sudah termasuk sebagai pemain-pemain besar dalam industri penerbitan buku biasanya melakukan kerjasama dengan perusahaan Google di Amerika Serikat dengan tujuan untuk kemudahan akses promosi penjualan buku-buku sebagai wujud strategi promosi e-marketing dari perusahaan penerbitan buku yang bersangkutan untuk menjangkau para pembeli buku-buku dari luar negeri yang jelas tentu harga bukunya disesuaikan dengan kualitas isi buku tersebut sesuai standar harga dalam kurs mata uang internasional yakni dollar Amerika. Para perusahaan penerbitan buku di Indonesia juga dapat melakukan usaha e-marketing sendiri dengan membuat website khusus atas nama logo perusahaan penerbitan sendiri dengan menggunakan bahasa Inggris untuk menarik pihak luar berkunjung ke situs perusahaan penerbitan buku tersebut dan diharapkan dapat tertarik untuk melakukan hubungan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan penerbitan buku yang ada di Indonesia melalui keberadaan website tersebut.

Sekedar informasi, saat ini ada beberapa toko buku di Australia yang membeli buku-buku Indonesia secara langsung dari perusahaan penerbitan buku di Indonesia seperti toko buku “Nusantara” di Melbourne, Australia (yang katanya toko buku tersebut diramaikan dengan berbagai ornamen khas Indonesia seperti kendaraan becak dan alat musik tradisional angklung). Beberapa toko buku di Korea Selatan juga sering membeli buku-buku terbitan Indonesia secara langsung dari beberapa perusahaan penerbitan buku di Indonesia untuk dijual kembali ke Korea Selatan dengan membidik pasar kepada para mahasiswa Korea Selatan pecinta kebudayaan Indonesia dan para pekerja Indonesia yang banyak bermukim di Korea Selatan. Perusahaan penerbitan buku di Indonesia juga dapat menggandeng dosen-dosen pengajar asal Indonesia di berbagai universitas luar negeri yang ingin mempublikasikan tulisannya dalam bentuk buku untuk dipasarkan baik di Indonesia ataupun di luar negeri dimana mereka (para dosen) masih tetap tinggal.  

Link penerbit di Indonesia diharapkan untuk memproduksi buku-buku bermutu terutama yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan menjalin kerjasama dengan IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) dan bantuan beberapa sponsor yang kemudian nanti akan menyeleksi buku-buku bermutu yang didapatkan dan dikumpulkan dari seluruh penerbit di Indonesia untuk segera memasarkannya melalui stand-stand perwakilan Indonesia pada ajang pameran buku bergengsi se-dunia seperti pada acara The Frankfurt Book Fair di Jerman yang diikuti oleh banyak perwakilan perusahaan penerbitan buku, perwakilan perusahaan multimedia, distributor, para penulis buku lebih dari 110 negara di seluruh dunia serta selalu dipadati para pengunjung (pecinta buku) sebanyak 300.000 orang untuk setiap tahunnya.



Suasana "The Frankfurt International Book Fair" di Jerman






Peluang pasar penjualan buku-buku bermutu dari Indonesia di internet sangatlah terbuka lebar. Para pengembang teknologi di bidang IT dan media sosial memberikan momen pemasaran internasional secara lebih luas kepada para pelaku industri lokal penerbitan buku di Indonesia yang selama ini  banyak melakukan import hak cipta buku-buku dari luar negeri maka sekarang para pelaku industri lokal penerbitan buku di Indonesia diharapkan dapat melakukan hal sebaliknya yaitu dengan melakukan eksport hak cipta dari judul-judul buku asli Indonesia ke pasar buku di luar negeri. Usaha untuk memenangkan kompetisi industri buku di luar negeri secara global maka kualitas isi dari sebuah buku dianggap sangatlah penting. Dengan semakin banyaknya liputan resensi buku dari media internasional terkemuka terhadap suatu buku tertentu maka jelas akan semakin menunjukkan sisi kualitas dari buku tersebut.

            Untuk melakukan penitrasi penjualan buku-buku di pasar internasional maka penggunaaan bahasa pengantar internasional sangatlah diperlukan yakni bahasa Inggris, menggunakan penerjemahan bahasa di masing-masing negara tujuan eksport, atau buku-buku bilingual (Indonesia-Inggris). Untuk meyakinkan tahap produksi buku-buku Indonesia berbahasa Inggris maka saat ini kiranya masih diperlukan jasa pengkoreksi bacaan dari seorang native speaker (orang asing yang terbiasa menggunakan bahasa Inggris).

Para perusahaan penerbitan buku di Indonesia juga diharapkan selalu aktif dan terlibat dalam berbagai ajang pameran buku baik di tingkat nasional ataupun internasional. Berikut adalah beberapa kota di berbagai negara di dunia yang sering menjadi ajang pameran buku internasional yang dapat diikuti oleh wakil-wakil penerbit buku dari Indonesia:

-Kairo, Mesir
-Taipei, Taiwan
-New Delhi, India
-Brunei
-Bologna Children’s book Fair, Italia
-Bangkok, Thailand
-London, Britain
-Abu Dhabi, UEA
-Kuala Lumpur, Malaysia
-Book Expo America, USA
-Seoul, South Korea  
-Tokyo, Japan
-Hong Kong
-Beijing, China
-Manila, Philipines
-Frankfurt, Germany (Ajang pameran buku paling bergengsi di dunia)
-Hanoi, Vietnam
-Jakarta, Indonesia

            Semakin banyak buku-buku bermutu yang ditulis oleh penulis Indonesia di luar negeri dalam lingkup dunia internasional maka akan semakin memberi dampak positif terhadap nama besar bangsa Indonesia dalam lingkup kekayaan intelektual dan kekayaan kebudayaan yang dihasilkan oleh sumber daya manusia yang ada di Indonesia. Slogan buku sebagai jendela ilmu pengetahuan yang mencerdaskan diharapkan benar-benar menjadi dunia realitas sesungguhnya bagi semua orang. Semoga! []


*Nur Bintang adalah lulusan pascasarjana sosiologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yang saat ini merintis karier sebagai seorang editor buku ilmu-ilmu sosial di salah satu penerbitan nasional, Jakarta.